JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Pejalan Kaki meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyelesaikan permasalahan trotoar di Jakarta seperti yang terjadi di Jalan RS Fatmawati, Jakarta Selatan.
Solusi terbaik untuk kenyamanan pejalan kaki bukan untuk mencari pihak yang salah, tetapi untuk mencari titik lemah atas permasalahan yang terjadi.
"Ayo kita cari titik lemah untuk membereskan permasalahan trotoar. Apa, misalnya penegakan hukumnya yang lemah, kita cari saja titik lemahnya di mana. Kita tak cari pihak yang salah. Itu yang terpenting," kata Ketua Koalisi Pejalan Kaki Alfred Sitorus saat dihubungi Kompas.com, Minggu (28/1/2021).
Ia mengatakan, Pemprov DKI Jakarta bisa duduk bersama dengan sejumlah pihak yang berkepentingan di trotoar Ibu Kota, seperti pemilik gedung dan ruko.
Baca juga: Kala Tunanetra Pedagang Kerupuk Tabrak Truk yang Rampas Jalurnya di Trotoar...
Hal itu untuk menyatukan persepsi terkait keberadaan trotoar.
"Apa jangan-jangan trotoar dibangun, sementara itu pengelola gedung bilang ini kawasan saya," tambah Alfred.
Komunikasi antarpihak bisa menghasilkan solusi seperti denda jika tak menemukan jalan buntu.
Yang terpenting, menurut Alfred, pemerintah bisa mendata masalah yang terjadi di sepanjang trotoar di kawasan Fatmawati.
"Kita listing saja masalah di sepanjang di Fatmawati, misal okupasi trotoar, trotoar kurang lebar, dan lain-lain. Kita cari apa solusinya ke depannya," ujar Alfred.
Ia mengatakan, penyelesaian masalah trotoar di Fatmawati harus memiliki target.
Baca juga: Tunanetra Tabrak Truk di Trotoar, Koalisi Pejalan Kaki: Jalan Fatmawati-Blok M Itu Jalur Tengkorak
Pemerintah DKI Jakarta diminta tak hanya melakukan penindakan sesaat tanpa menimbulkan efek jera bagi pelanggar penggunaan trotoar.
Perampasan trotoar untuk parkir kendaraan dan membuka tenda dagangan membahayakan pejalan kaki, terlebih penyandang disabilitas.
Alfred mencontohkan, penyandang tunanetra akan berjalan di luar jalur yellow line atau guiding block dan bisa menimbulkan kecelakaan.
Alfred mengatakan, tunanetra seringkali harus berjalan kaki menjauh dari jalur prioritasnya, yakni yellow line.
Para tunanetra, lanjut dia, berjalan kaki hingga ke pinggir jalan raya tanpa tahu datangnya kendaraan dari arah mana.