Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akar Kesalahan Pendataan Penerima Vaksin Covid-19, dari Helena Lim hingga ART Pedagang Pasar

Kompas.com - 20/03/2021, 07:00 WIB
Singgih Wiryono,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Distribusi vaksin Covid-19 untuk para pedagang di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, tiga pekan lalu diwarnai kasus salah sasaran. Kompas.id melaporkan pada 1 Maret 2021, vaksinasi Covid-19 di Pasar Tanah Abang tidak hanya dinikmati para pedagang pasar, tetapi juga asisten rumah tangga (ART) pedagang dan kenalan mereka.

Temuan tersebut rupanya diperiksa oleh Ombudsman Kantor Perwakilan Jakarta Raya dan mendapat titik terang akar masalahnya.

Kepala Kantor Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh Nugroho mengatakan, kejadian yang menyebabkan penyuntikan vaksin Covid-19 tidak sesuai kelompok sasaran itu berawal dari kesalahan sistem data.

Baca juga: Dinkes DKI Tidak Bisa Disalahkan dalam Kasus Vaksinasi di Pasar Tanah Abang

Pada awal kebijakan vaksinasi bergulir, pendataan penerima vaksin kelompok prioritas merupakan kewenangan pemerintah pusat, dalam hal ini Dirjen Penanganan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan.

"Data diakses secara up-bottom melalui program peduli lindungi milik Kementerian Kesehatan," kata Teguh saat dihubungi melalui telepon, 19 Maret 2021.

Namun di perjalanan penyelenggaraan vaksinasi, sistem peduli lindungi yang dibuat pemerintah pusat ternyata seringkali tidak tepat. Misalnya, calon penerima vaksin sudah terdata oleh Kementerian Kesehatan dan menerima SMS blast untuk melakukan vaksinasi Covid-19 dengan informasi jadwal penyuntikan, sampai dengan tempat penyuntikan calon penerima vaksin.

Namun ketika calon penerima vaksin datang ke tempat penyuntikan vaksin sesuai dengan informasi dari SMS blast, tempat vaksinasi justru menolak.

Sebabnya, informasi yang didapat oleh calon penerima vaksin belum terkonfirmasi oleh fasilitas tempat penyuntikan vaksin.

"Itu tidak otomatis masuk ke data yang didaftarkan ke fasilitas kesehatan," kata Teguh.

Dimulai pendataan bottom-up

Setelah diketahui data calon penerima vaksin tidak sinkron dengan data yang ada di fasilitas tempat penyuntikan vaksin, pemerintah membuka opsi data yang dibuka dengan mekanisme bottom-up, atau data yang diinput secara manual dari tempat fasilitas kesehatan.

Antrean vaksinasi Covid-19 untuk lanjut usia yang digelar Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Istora Senayan, Jakarta, mengular. Pantauan kompas.com, Selasa (16/3/2021) pukul 11.00 WIB, antrean sampai keluar gedung Istora Senayan. KOMPAS.com/Ihsanuddin Antrean vaksinasi Covid-19 untuk lanjut usia yang digelar Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Istora Senayan, Jakarta, mengular. Pantauan kompas.com, Selasa (16/3/2021) pukul 11.00 WIB, antrean sampai keluar gedung Istora Senayan.

Diambilnya kebijakan bottom-up karena vaksinasi Covid-19 harus terus berjalan meskipun pendataan bermasalah.

Di awal pembukaan data bottom-up, muncul kasus pertama penyalahgunaan data penerima vaksinasi oleh selebgram Helena Lim.

Kasus tersebut terjadi karena verifikasi penerima hanya memerlukan surat-surat keterangan manual tanpa verifikasi data yang terintegrasi ke daftar petugas kesehatan yang terdata di Kemenkes maupun Dinkes DKI.

"Ini yang memungkinkan celah-celah ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mendaftarkan orang-orang yang tidak berkepentingan untuk mendapatkan vaksin," kata Teguh.

Saat kasus Helena Lim mencuat, Ombudsman kemudian meminta Dirjen P2P bersama Pemprov DKI untuk melakukan sinkronisasi data guna memberikan verifikasi data yang lebih akurat dari petugas kesehatan yang terdata di Dinkes DKI dan data petugas kesehatan yang terdata di Kementerian Kesehatan.

Terkendala kewenangan

Masalah verifikasi data calon penerima vaksin Covid-19 tidak berhenti sampai di situ.

Teguh mengatakan input data bottom-up memiliki kelemahan verifikasi faktual lapangan yang sebelumnya tidak dibutuhkan saat melakukan vaksinasi petugas kesehatan.

Masalah verifikasi faktual lapangan muncul setelah vaksinasi Covid-19 bergeser ke kelompok pelayanan publik dalam hal ini para pedagang pasar.

Dinkes dan Kemenkes tidak memiliki data faktual siapa saja orang yang benar-benar berstatus pedagang pasar untuk divaksin, sehingga data calon penerima vaksin hanya mengandalkan data dari pemilik toko di Pasar Tanah Abang.

"Itulah karena kelemahan data bottom-up ini pihak Dinkes tidak memiliki kewenangan verifikasi faktual sampai ke lapangan. Dia hanya mendasarkan diri pada data yang diberikan si pemberi kerja dalam hal ini si pemilik toko," kata Teguh.

Selain itu, kata Teguh, jika verifikasi faktual lapangan dibebankan ke Dinkes DKI Jakarta, akan sangat membebani kinerja Dinkes DKI yang harus menyiapkan logistik vaksinasi Covid-19.

Pendataan akhirnya diserahkan kepada PD Pasar Jaya yang secara petunjuk teknis tidak memiliki kewenangan apapun untuk melakukan verifikasi data penerima vaksin.

"Mereka tidak memiliki kewenangan untuk melakukan verifikasi faktual, karena kalau melakukan verifikasi faktual itu juga berat," kata Teguh.

Dia memaparkan kewenangan tunggal verifikasi data penerima vaksin sesuai dengan petunjuk teknis yang dikeluarkan pemerintah pusat adalah Dirjen P2P.

Dengan timbulnya banyak masalah mengenai data penerima vaksin Dirjen P2P akhirnya sudah meminta kepada daerah-daerah untuk melakukan verifikasi data secara faktual tanpa mengubah petunjuk teknis yang kini sedang berlaku.

Pada akhirnya, pemerintah daerah gelagapan dan vaksinasi Covid-19 cenderung ngawur dalam segi pendataan penerima vaksin.

"Ini yang harus diperbaiki terkait juknis (petunjuk teknis) ini. Siapa yang harus melakukan verifikasi faktual untuk menghindari orang-orang yang tidak berkepentingan mendapatkan vaksin lebih dulu," kata Teguh.

Baca juga: Kala Ombudsman Turun Tangan Investigasi Dugaan Vaksin Salah Alamat ke Helena Lim

Belum ada revisi juknis

Ombudsman sudah meminta agar petunjuk teknis yang sebelumnya memberikan kewenangan verifikasi data hanya dari Dirjen P2P direvisi secara menyeluruh. Namun hingga hari ini perubahan petunjuk teknis belum dilakukan Dirjen P2P.

Kenyataan di lapangan saat ini, kata teguh, mayoritas data penerima vaksin Covid-19 dilakukan secara bottom-up. Model itu memiliki risiko besar kelompok yang tidak berhak akan divaksin lebih dulu.

Misalnya saja di Sentra Vaksinasi Bersama BUMN di Senayan, Jakarta Pusat terlihat banyak orang langsung datang ke tempat tersebut tanpa harus mendaftar terlebih dahulu,

"Mereka lebih banyak melakukan pendaftaran langsung ke fasilitas kesehatan untuk menghindari ketidaksesuaian data antara peduli lindungi (data online kemenkes) dan data di fasilitas kesehatan," kata Teguh.

Dia juga meminta pemerintah pusat tidak gengsi untuk melibatkan pemerintah daerah dalam pendataan vaksinasi Covid-19.

Jika memang tak sanggup mendata secara rinci, sebaiknya mulai berfokus pada pendataan bottom up dengan melibatkan lingkup pemerintahan terkecil bahkan sampai ke RT/RW.

"Jadi pendataan dilakukan oleh RT/RW, dilakukan oleh Babinkamtibmas karena data itu lebih akurat dibandingkan dengan data peduli lindungi," kata Teguh.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menelusuri Kampung Kumuh dan Kemiskinan Ekstrem Dekat Istana Negara...

Menelusuri Kampung Kumuh dan Kemiskinan Ekstrem Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Keluh Kesah Warga Rusun Muara Baru, Mulai dari Biaya Sewa Naik hingga Sulit Urus Akta Kelahiran

Keluh Kesah Warga Rusun Muara Baru, Mulai dari Biaya Sewa Naik hingga Sulit Urus Akta Kelahiran

Megapolitan
Nasib Malang Anggota TNI di Cilangkap, Tewas Tersambar Petir saat Berteduh di Bawah Pohon

Nasib Malang Anggota TNI di Cilangkap, Tewas Tersambar Petir saat Berteduh di Bawah Pohon

Megapolitan
Bursa Cagub DKI Jakarta Kian Ramai, Setelah Ridwan Kamil dan Syahroni, Kini Muncul Ahok hingga Basuki Hadimuljono

Bursa Cagub DKI Jakarta Kian Ramai, Setelah Ridwan Kamil dan Syahroni, Kini Muncul Ahok hingga Basuki Hadimuljono

Megapolitan
NIK Ratusan Warga di Kelurahan Pasar Manggis Dinonaktifkan karena Tak Sesuai Domisili

NIK Ratusan Warga di Kelurahan Pasar Manggis Dinonaktifkan karena Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Pendeta Gilbert Lumoindong Kembali Dilaporkan atas Dugaan Penistaan Agama

Pendeta Gilbert Lumoindong Kembali Dilaporkan atas Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang Jakut

Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang Jakut

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Jumat 26 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Jumat 26 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
Gardu Listrik di Halaman Rumah Kos Setiabudi Terbakar, Penghuni Sempat Panik

Gardu Listrik di Halaman Rumah Kos Setiabudi Terbakar, Penghuni Sempat Panik

Megapolitan
Polisi Tangkap Dua Begal yang Bacok Anak SMP di Depok

Polisi Tangkap Dua Begal yang Bacok Anak SMP di Depok

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Hari Ini: Jakarta Berawan, Bodetabek Cerah Berawan di Pagi Hari

Prakiraan Cuaca Hari Ini: Jakarta Berawan, Bodetabek Cerah Berawan di Pagi Hari

Megapolitan
Lima Anggota Polisi Ditangkap Saat Pesta Sabu di Depok, Empat di Antaranya Positif Narkoba

Lima Anggota Polisi Ditangkap Saat Pesta Sabu di Depok, Empat di Antaranya Positif Narkoba

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Remaja Perempuan di Jaksel Selamat Usai Dicekoki Obat di Hotel | Kehebohan Warga Rusun Muara Baru Saat Kedatangan Gibran

[POPULER JABODETABEK] Remaja Perempuan di Jaksel Selamat Usai Dicekoki Obat di Hotel | Kehebohan Warga Rusun Muara Baru Saat Kedatangan Gibran

Megapolitan
Bisakah Beli Tiket Dufan On The Spot?

Bisakah Beli Tiket Dufan On The Spot?

Megapolitan
Rute Transjakarta 2E Rusun Rawa Bebek-Penggilingan via Rusun Pulo Gebang

Rute Transjakarta 2E Rusun Rawa Bebek-Penggilingan via Rusun Pulo Gebang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com