JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berencana mengubah Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penaggulangan Covid-19.
Dalam perubahannya, Anies hendak menyelipkan dua pasal baru yaitu Pasal 28A berkaitan dengan kewenangan Satpol PP untuk menggelar penyidikan sekaligus menjadi penyidik perkara pelanggaran Perda.
Pasal kedua yaitu Pasal 32A tentang hukuman pidana 3 bulan penjara bagi siapa saja yang nekat berulang kali melakukan pelanggaran protokol kesehatan.
Dalam dokumen pidato Rapat Paripurna Perubahan Perda Nomor 2 Tahun 2020, Anies menyebut langkah pemidanaan tidak bertujuan untuk menghukum masyarakat.
Baca juga: F-Gerindra: Perubahan Perda Covid-19 Menambah Keresahan Masyarakat
Dia meminta agar semua pihak bisa memahami tujuan pemidanaan sebagai upaya untuk mencapai tujuan bersama penanggulangan Covid-19.
"Tujuan pemidanaan dipahami tidak untuk menghukum masyarakat, melainkan tercapainya tujuan bersama dari masyarakat itu sendiri," kata Anies Rabu (21/7/2021).
Namun permintaan Anies tak bisa dipahami seragam oleh para anggota legislatif Kebon Sirih.
DPRD DKI Jakarta kompak mengkritisi dan menolak usulan perubahan yang diminta oleh orang nomor 1 di DKI Jakarta itu.
Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI-Perjuangan Agustina Hermanto tegas menolak pasal pidana yang diusulkan Pemprov DKI Jakarta.
Baca juga: Tolak Revisi Perda Covid-19 Jakarta, F-PKS: Orang Sulit Patuh karena Masalah Perut
Wanita yang lebih dikenal dengan mana Tina Toon ini khawatir pasal pidana justru membuat kegaduhan di tengah-tengah masyarakat.
"Ini jangan sampai Perda ini diubah, direvisi menimbulkan chaos yang lebih banyak," kata Tina dalam rapat Bapemperda DPRD DKI Jakarta, Kamis (22/7/2021).
Tina menilai sangat tidak elok masyarakat dihukum pidana 3 bulan penjara karena melanggar protokol kesehatan.
Bukan tanpa alasan, dia menilai banyak masyarakat yang terpaksa melanggar aturan karena masalah kebutuhan hidup.
"Tidak humanis untuk kita menghukum saudara-saudara kita yang memang melanggar juga terkadang karena masalah perut ya, karena mereka tidak bisa bekerja seperti biasa tidak mendapatkan pendapatan," ucap dia.
Selain mengkritisi hukuman pidana, Tina juga menolak kewenangan penyidikan yang diberikan oleh Satpol PP.
Baca juga: Tolak Usulan Sanksi Pidana Perda Covid-19, Tina Toon: Jangan Sampai Timbulkan Chaos
Dia menilai saat berada di lapangan Satpol PP seringkali memutuskan sanksi tidak sesuai dengan aturan yang ada.
"Saya juga nanya sektor esensial kritikal bagaimana (aturannya)? Saya tanyakan ke Satpol PP kadang saja nggak nyambung. Hal-hal seperti ini yang harus lebih diperdalam lagi," kata Tina.
Penolakan berlanjut dari Fraksi PSI yang menilai upaya untuk mengubah Perda Covid-19 adalah bentuk kegagalan Pemprov DKI Jakarta mengatasi pandemi Covid-19.
Kegagalan itu kemudian dituduhkan ke masyarakat, sehingga Pemprov DKI hendak membuat pasal-pasal yang bisa menjerat warganya untuk masuk ke dalam bui.
"Penerapan pidana untuk memberikan efek jera di tengah pandemi seakan menjadikan masyarakat sebagai kambing hitam tanpa berusaha bercermin dan merefleksikan kegagalan dari Pemprov dalam menjalankan Perda Covid-19 yang telah dibuat di tahun 2020," kata Sekretaris Fraksi PSI Anthony Winza.
Anthony mengatakan, ada beberapa kegagalan Pemprov DKI Jakarta yang terlihat dalam mengatasi wabah Covid-19.
Baca juga: Fraksi PSI Nilai Perubahan Perda Covid-19 sebagai Bentuk Kegagalan Pemprov DKI Atasi Pandemi
Misalnya seperti peningkatan kapasitas ICU, pengadaan oksigen generator, pengadaan krematorium dan tindak indisipliner dinas di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.
Untuk itu, kata Anthony, PSI menilai usulan perubahan yang memuat pasal pidana hukuman 3 bulan penjara sangat tidak tepat untuk diusulkan.
"Pendekatan teror menggunakan efek jera dari perangkat pidana oleh Pemerintah Daerah tidaklah tepat, mengingat pula masih banyak oknum di dinas dan Satpol PP yang belum bisa menunjukan kedisiplinan maupun penegakan Perda Covid yang telah dibuat," kata dia.
Penolakan juga datang dari fraksi partai pendukung Gubernur. Sekretaris Fraksi Gerindra Purwanto mengatakan usulan perubahan Perda Covid-19 justru akan meresahkan masyarakat.
Purwanto menilai kondisi darurat Jakarta saat ini tidak perlu lagi menambah pasal yang membuat masyarakat makin terbebani.
"Kondisi Jakarta pada khususnya adalah ekstraordinari. Bahwa kondisi khusus ini maka diharapkan kita tidak perlu menambahkan sanksi-sanksi yang sepatutnya menambah keresahan masyarakat pada akhirnya," kata Purwanto.
Dia juga khawatir kewenangan penyidik yang akan diberikan Satpol PP justru akan menambah gesekan antara aparat dengan warga Jakarta.
"Jika ini dipaksaan Perda diubah dengan sanksi progresif bahkan ada ancaman pidana akan ada abuse of power di lapangan," ucap Purwanto.
Tidak hanya Gerindra, PKS yang juga sebagai partai pendukung Anies ikut menolak usulan perubahan Perda Covid-19.
Sekretaris Fraksi PKS Achmad Yani mengatakan usulan pidana hukuman 3 bulan penjara dan kewenangan penyidik untuk Satpol PP sangat berlawanan dengan upaya penanggulangan Covid-19.
"Jangan sampai nanti kalau ada revisi titik tekannya memberi sanksi yang lebih tegas dalam kondisi seperti ini justru akan kontraproduktif," kata Achmad.
Achmad mengatakan, peristiwa gesekan antara aparat dan masyarakat sudah sering terjadi dalam penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat.
Peristiwa itu bisa menjadi cerminan bagaimana jika pasal pidana yang diusulkan Gubernur Anies Baswedan benar-benar disahkan.
"Orang sulit (patuh) karena urusan masalah perut, dalam kondisi ini yang harus kita tempuh adalah bagaimana memberikan perhatian terhadap nasib warga yang menghadapi kesulitan itu," ucap Achmad.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.