Meski demikian, menurutnya, kedua terdakwa juga tidak dapat membuktikan SHGB yang mereka miliki merupakan dokumen yang sah.
Dapot menyatakan, masih ada beberapa agenda sidang lagi sebelum majelis hakim memutuskan vonis atas kasus tersebut.
Sejumlah agenda itu adalah sidang pembacaan tuntutan, sidang pembacaan pledoi, dan lainnya.
"Ya masih panjang tahapannya," tuturnya.
JPU mendakwa Darmawan dan Mustafa dengan Pasal 263 Ayat 1 jo Pasal 55 atau Pasal 263 Ayat 2 jo Pasal 55 KUHP di PN Tangerang, 7 Juni 2021.
Ancaman hukuman penjaranya selama minimal 5 tahun dan maksimal 7 tahun.
Kepolisian sebelumnya menuturkan kronologi pengungkapan kasus yang menjerat dua mafia tanah itu.
Baik Darmawan dan Mustafa memiliki peran masing-masing dalam perkara tanah tersebut.
Niat jahat mereka dimulai dengan cara saling menggugat untuk menguasai tanah tersebut di PN Tangerang.
Aksi saling gugat di sidang perdata itu dilakukan sebagai bentuk perlawanan ke perusahaan atau warga setempat.
Keduanya melakukan gugatan perdata sekitar April 2020. Satu bulan kemudian, tepatnya pada Mei 2020, hasil sidang perdata berujung damai.
Baca juga: Jadi Sorotan, DPRD Tangerang Anggarkan Rp 675 Juta untuk Baju Baru di Tengah Pandemi
Para tersangka langsung berencana untuk mengakusisi tanah seluas 45 hektar itu.
Pada Juli 2020, kedua tersangka menyewa organisasi massa untuk melakukan perlawanan ke perusahaan atau masyarakat setempat.
Warga dan perusahaan yang ada di tempat sengketa lantas melaporkan permainan mafia tanah itu ke kepolisian pada 10 Februari 2021.
Aparat kepolisian lantas menangkap kedua tersangka.
Kepolisian mengamankan barang bukti berupa surat-surat kepemilikan tanah palsu.
Barang bukti yang diamankan salah satunya adalah surat tanah yang digunakan Darmawan untuk menggugat Mustafa di sidang perdata.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.