Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jeritan Nelayan Saat Teluk Jakarta Rusak akibat Limbah dan Proyek Reklamasi

Kompas.com - 05/10/2021, 09:20 WIB
Ivany Atina Arbi

Penulis

Sumber BBC,Antara

JAKARTA, KOMPAS.com - Penemuan kandungan parasetamol yang tinggi di Teluk Jakarta menambah panjang deretan kasus pencemaran di perairan tersebut.

Sebelumnya, masyarakat dihebohkan dengan adanya kandungan logam berat seperti merkuri dan timbal di wilayah pesisir Jakarta. Ini berdampak negatif pada populasi hewan laut, seperti ikan dan kerang.

Di pengujung tahun 2015, jutaan ikan mati karena keracunan fitoplankton atau alga merah. Ledakan fitoplankton terjadi karena laut tercemar unsur nitrat dan fosfat yang menjadi sumber makanan plankton.

Selain itu, nelayan mengeluhkan kondisi kerang hijau yang semakin kotor sehingga tidak layak konsumsi. Kerang hijau di Teluk Jakarta dipenuhi tritip atau kerang batu.

Peneliti Institut Pertanian Bogor, Etty Riani, menyebutkan, banyaknya tritip yang menempel di kerang hijau merupakan salah satu pertanda laut Jakarta telah tercemar merkuri.

Baca juga: Gaji Hanya Bertahan Sehari di Rekening, “Squid Game” Tecermin di Rumah Tangga Warga Ibu Kota

Menurut Etty, kerang hijau memiliki kemampuan membersihkan diri, tetapi pencemaran yang begitu dahsyat membuatnya tidak lagi mampu membersihkan diri, termasuk dari tritip.

“Pencemaran logam di Teluk Jakarta memang tinggi sekali. Pada kerang hijau, konsentrasi Hg (merkuri) saja sudah mencapai 40mg/kg lebih, padahal baku mutu konsumsinya hanya 1mg/kg," ujar Etty, seperti dilansir BBC.com.

Nelayan jadi korban

Kaki Hasan, seorang nelayan di Muara Angke, Jakarta Utara, mengaku kesulitan membersihkan kerang-kerang hasil tangkapannya.

“Kita lagi susah sekarang. Kerangnya lagi susah dan kotor. Biasanya kalau bersih, enggak ada tritipnya,” ujar Hasan.

Tandek, nelayan lain dari Muara Angke, menyalahkan proyek reklamasi di Teluk Jakarta sebagai biang keladi pencemaran di perairan tersebut.

Baca juga: Saat “Staycation” dan “All You Can Eat” Buat Warga Ibu Kota Terlilit Utang Berlebih, Kebutuhan Pokok Dikorbankan

“Sekarang nyari kerang hijau sudah sulit, karena adanya reklamasi itu jadi buat ambil kerang harus ke tengah. Sekalinya ke tengah, banyak kerang yang kena limbah dan sudah pada mati,” ujarnya, dilansir dari Antara.

Sebelum ada reklamasi, Tandek mengatakan bahwa kampungnya menjadi sentra pengolahan hasil laut DKI Jakarta.

“Dulu pas belum ada reklamasi sama limbah pabrik itu, daerah sini pusatnya pengolahan kerang hijau,” bebernya.

Namun, kondisi pencemaran yang ada sekarang membuat produksi hasil laut berkurang drastis. Hal ini diamini oleh pengusaha pengolahan kerang hijau, Santi (42).

“Ya sekarang dapat sedikit karena reklamsi itu banyak kerang yang kena limbah. Jadi semoga pemerintah bisa menegur pabrik biar enggak buang limbah ke laut,” ujar Santi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi di Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com