DEPOK, KOMPAS.com - SETARA Institute mengecam penyegelan ulang Masjid Al-Hidayah milik jemaah Islam Ahmadiyah di Jalan Raya Muchtar, Sawangan, Depok, Jawa Barat pada Jumat (22/10/2021) oleh Satpol PP Kota Depok.
"Tindakan penyegelan ulang tersebut secara serius memperburuk diskriminasi atas JAI (Jemaah Ahmadiyah Indonesia) di Depok," kata Direktur Riset SETARA Institute, Halili Hasan, melalui keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Senin (25/10/2021).
"Penyegelan sebelumnya terhadap Masjid Al-Hidayah pada 2018 nyata-nyata mendiskriminasi JAI sehingga mereka tidak dapat menikmati hak konstitusional untuk kebebasan beragama/berkeyakinan, sebagaimana ditegaskan pada Pasal 28E ayat (1) dan (2), Pasal 29 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945," kata dia.
Baca juga: Wali Kota Depok Didesak Evaluasi Larangan Berkegiatan bagi Jemaah Ahmadiyah karena Inkonstitusional
SETARA Institute juga mengecam pernyataan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan bahwa penyegelan Masjid Al-Hidayah oleh Pemkot Depok "sudah tepat untuk mengantisipasi kejadian seperti di Sintang, di mana masjid tempat komunitas muslim JAI beribadah dirusak dan dibakar oleh massa".
Pernyataan itu dinilai sebagai bentuk mayoritarianisme atau tirani kaum mayoritas, yang seringkali berdalih mencegah konflik tetapi dengan cara mengorbankan hak-hak minoritas.
Nasib JAI di Indonesia memang kian tersudut dengan fatwa yang diterbitkan MUI pada 1980 dan diperkuat oleh eks Ketua MUI yang kini jadi Wakil.Presiden RI, Ma'ruf Amin, pada 2005.
"Pandangan MUI menegaskan mayoritarianisme sebagai persoalan kebinekaan dan kerukunan beragama, yang mana hak-hak minoritas seringkali dikorbankan dalam relasi-relasi sosio-keagamaan, bahkan dengan alasan untuk mencegah terjadinya eskalasi konflik yang seringkali dipicu oleh kelompok intoleran yang mengatasnamakan mayoritas," kata Halili.
Penyegelan ulang oleh Satpol PP Kota Depok pada Jumat lalu dilakukan dengan alasan "papan segel yang lama sudah tidak terbaca".
Masjid Al-Hidayah sudah mengantongi IMB rumah ibadah sejak 24 Agustus 2007, dengan nomor izin: 648.12/4448/IMNB/DTB/2007. Kepemilikan IMB ini jadi bukti bahwa memang warga setempat tidak menolak keberadaan mereka.
Baca juga: Masjidnya Berizin tapi Disegel, Ahmadiyah Depok Bantah Sebar Ajaran: Kami Hanya Shalat dan Mengaji
Sebab, terbitnya IMB rumah ibadah membutuhkan tanda tangan warga sekitar sebagai bukti kesediaan.
Namun, penyegelan Masjid Al-Hidayah bukan karena urusan IMB, melainkan karena peraturan yang ada tak mengizinkan kegiatan warga Ahmadiyah. Rujukan pertama adalah SKB 3 Menteri 2008 yang melarang jemaah Ahmadiyah menyebarluaskan/menyiarkan paham terhadap warga negara yang sudah memiliki keyakinan.
SKB itu kemudian diturunkan menjadi Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2011 dan Peraturan Wali (Perwal) Kota Depok Nomor 9 Tahun 2011, yang justru melarang total seluruh aktivitas warga Ahmadiyah sehingga dinilai menyimpang dari SKB Menteri.
Satpol PP Kota Depok kemudian menyegel ulang masjid yang terakhir disegel tahun 2017 itu, dengan dasar tiga beleid tersebut, yaitu SKB, pergub, dan perwal.
Penyegelan ulang yang berlangsung Jumat siang itu diwarnai dengan teriakan ancaman serta ujaran kebencian dari sekira 50 orang yang turut mengawal Satpol PP Kota Depok kepada warga Ahmadiyah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.