Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sosiolog Ungkap 'Pemerkosaan Tahap 2' terhadap Korban Pelecehan Seksual dan Alasan Korban Memilih Diam

Kompas.com - 21/12/2021, 11:58 WIB
Tria Sutrisna,
Ivany Atina Arbi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dampak kekerasan seksual pada korban tidak bisa dianggap remeh. Selain mengalami dampak fisik, korban kekerasan seksual juga menyebabkan dampak psikis berkepanjangan.

Bukan tidak mungkin, korban kekerasan seksual mengalami "pemerkosaan tahap dua" setelah peristiwa traumatis yang dihadapkan pada mereka. Hal ini disampaikan oleh Sosiolog Universitas Airlangga Bagong Suyanto.

Pemerkosaan tahap dua, menurut Bagong, adalah tekanan dari masyarakat atau lingkungan sekitar terhadap korban kekerasan seksual.

"Dampak berkepanjangannya kekerasan seksual tidak hanya trauma psikologis ya, tetapi korban bisa mengalami 'pemerkosaan tahap dua' yaitu menjadi korban stigma masyarakat," ujarnya kepada Kompas.com, Rabu (20/12/2021).

Menurut Bagong, banyak masyarakat masih memandang buruk korban kekerasan seksual karena tidak bisa menjaga diri. Parahnya lagi, banyak korban kekerasan seksual dituding sengaja merayu pelaku.

Baca juga: Sosiolog Sebut Kekerasan Seksual oleh Pemuka Agama Sulit Terungkap, Kenapa?

Imbas dari stigmatisasi dan victim blaming ini adalah banyak korban kekerasan seksual kemudian memilih diam dan tidak mengungkap peristiwa yang mereka alami.

"Misalnya kan tuntutan masyarakat, perempuan harus suci, itu dengan cara menjaga kesuciannya," ujar Bagong.

"Ketika ada perempuan yang menjadi korban pemerkosaan, dia lalu terbebani oleh apa yang menjadi harapan masyarakat," sambungnya.

Ini membuat korban kekerasan seksual khawatir jika peristiwa yang dialaminya terkespos ke publik, mereka akan semakin dianggap buruk oleh masyarakat. Korban pun akhirnya memilih diam, dan kasus kekerasan seksual menjadi sulit terungkap.

"Jadi supaya tidak ekspos ke publik. Karena kan mereka tidak mau namanya semakin hancur. Itu yang membuat pelaku seringkali leluasa untuk melakukan aksinya berkali-kali, bertahun-tahun," pungkasnya.

Baca juga: Marak Kasus Pelecehan Anak oleh Pemuka Agama, Pembekalan Kesadaran untuk Anak Penting

Laporan #NamaBaikGereja

Bagong menambahkan bahwa kasus kekerasan seksual oleh pemuka agama cenderung lebih sulit lagi terungkap karena ada anggapan dari bahwa pemuka agama adalah sosok yang sakral dan bebas dari dosa.

“Orang tidak curiga karena kejadiannya melibatkan pemuka agama. Mereke berpikir tidak mungkin pemuka agama melakukan kekerasan seksual, dan itu membuat (pelaku) aman bertahun-tahun".

Selain faktor tersebut, kasus kekerasan seksual oleh pemuka agama sulit terungkap karena ada penutupan kasus yang rapi dan sistematis oleh lembaga agama.

“Karena kasus itu dianggap aib, ada lembaga agama yang memilih untuk menutup-nutupi. Tapi saya kira tidak bisa begitu (…) mau tidak mau harus diproses,” tegas Bagong.

Pernyataan Bagong sejalan dengan laporan khusus yang dibuat oleh The Jakarta Post bersama Tirto.id tahun 2020 lalu.

Baca juga: Kilas Balik Kasus Pelecehan oleh Pemuka Agama di Tangerang, Istri Pelaku Sempat Ancam Korban

Di dalam laporan bertema #NamaBaikGereja itu, terungkap kejadian pelecehan seksual yang dilakukan seorang pastor terhadap anak-anak di bawah umur. Kejadian itu berlangsung 10 hingga 30 tahun yang lalu.

Tiga korban memberanikan diri untuk melaporkan kejahatan seksual yang dilakukan sang pemuka agama ke otoritas gereja. Namun, kasus tersebut tidak pernah berujung. Pelaku tetap menjalankan rutinitasnya sebagai pemuka agama dan mungkin kejahatannya sebagai predator seksual.

Romo Joseph Kristanto dalam sebuah diskusi di Jakarta akhir 2019 lalu mengungkapkan puluhan kasus dugaan kekerasan seksual di lingkungan gereja Katolik. Namun, data itu disangkal oleh Kardinal dan Uskup Keuskupan Jakarta Romo Ignatius Suharyo.

Laporan lain di serial #NamaBaikGereja mengungkapkan fakta bahwa pelaku kekerasan seksual di gereja Katolik mendapatkan hukuman sebatas dimutasi dari gereja tempat ia mengabdi sebelumnya.

 

Kekerasan Seksual Lainnya oleh Pemuka Agama

Meski sulit terungkap, kekerasan seksual oleh pemuka agama akhirnya terekspos satu per satu ke hadapan publik.

Salah satunya kasus pencabulan oleh biarawan gereja atau bruder di Depok, Jawa Barat, yang dilaporkan ke polisi pada 2019 lalu. Bruder yang bernama Lukas Lucky Ngalngola (Angelo) itu disebut melakukan pelecehan kepada sejumlah anak panti asuhan yang ia kelola.

Baca juga: Pemuka Agama yang Jadi Tersangka Pelecehan Seksual di Tangerang Rutin Gelar Pengajian Tiap Pekan

Bruder Angelo pertama kali dilaporkan ke polisi pada 13 September 2019. Ia kemudian ditahan, namun dibebaskan kembali setelah tiga bulan karena polisi gagal melengkapi berkas pemeriksaan untuk diserahkan ke pengadilan.

Setelah bebas, Angelo dikabarkan membuka panti asuhan baru. Publik pun mendesak Polres Metro Depok untuk membuka kasus pencabulan yang pernah menjerat Angelo.

Laporan baru kembali dibuat dengan korban yang berbeda agar Angelo menjalani proses hukum yang seharusnya. Saat ini, persidangan kasus pencabulan itu sedang berjalan di Pengadilan Negeri Depok.

Jaksa penuntut umum menuntut hukuman penjara selama 14 Tahun dan denda Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan di sidang perkara, Senin (13/12/2021) lalu.

“Siapa pun dan apa pun alasan pelaku, kasus kekerasan seksual dan tindak pelanggaran terhadap hak-hank anak adalah sebuah perbuatan tercela dan karena itu tidak dapat dibernarkan,” tegas Bagong.

Baca juga: Sempat Lolos dari Jerat Hukum, Monster Cabul Bruder Angelo Akhirnya Dituntut 14 Tahun Penjara

“Sudah sepantasnya pelaku tindak kekerasan seksual memperoleh hukuman yang setimpal, apalagi pelaku adalah sosok yang memanfaatkan kedok statusnya yang terhormat sebagai pemuka agama untuk memperdaya korban”.

Pada April 2021 lalu, seorang guru mengaji di Tangerang bernama Ahmad Saiful melecehkan dua murid perempuannya. Korban diajak ke kediaman Saiful dengan iming-iming memberikan ilmu kebatinan. Di sana, korban ternyata dilecehkan.

Selain itu, akhir-akhir ini Polres Metro Depok menangkap pria berinisial MMS (52) atas dugaan mencabuli 10 santri perempuannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com