JAKARTA, KOMPAS.com - PT Karya Citra Nusantara (KCN) enggan disebut sebagai penyebab pencemaran debu batu bara di Marunda, Cilincing, Jakarta Utara.
Sebab, menurut mereka, di Pelabuhan Marunda, yang berada di Kawasan Berikat Nusantara (KBN), terdapat delapan pelabuhan yang memiliki aktivitas bongkar muat batu bara seperti yang dilakukan PT KCN.
Atas dasar itulah PT KCN mendesak beberapa hal sebagai berikut untuk segera dilakukan:
Minta investigasi menyeluruh
Direktur Utama PT KCN Widodo Setiadi meminta masalah pencemaran akibat debu batu bara di sekitar Marunda, Jakarta Utara, diinvestigasi secara menyeluruh.
Pasalnya, di area Kawasan Berikat Nusantara (KBN), terdapat delapan pelabuhan lain yang beroperasi selain KCN.
Baca juga: PT KCN Bentuk Tim Investigasi untuk Buktikan Sumber Pencemaran Batu Bara di Marunda
Widodo menyampaikan hal itu guna menanggapi tuduhan aktivitas PT KCN telah mencemari lingkungan di kawasan Marunda.
"Investigasi menurut kami harus dilakukan menyeluruh, baik regulator pusat maupun daerah. Jadi tidak boleh pihak-pihak lain memainkan isu ini sepihak karena terlihat terlalu tendensius," ujar Widodo dalam konferensi pers di kawasan PT KCN, Marunda, Kamis (30/3/2022).
Menurut Widodo, jika akar masalahnya sudah diketahui, maka penyelesaian masalah tersebut bisa dituntaskan.
Baca juga: Dirut PT KCN: Sejak 2012 Bongkar Muat Batu Bara Tak Pernah Ada Keluhan Kesehatan dari Warga Marunda
Dia pun mencontohkan salah satu sanksi yang diberikan kepada PT KCN, yakni mencuci roda mobil.
Mengingat ada delapan pelabuhan di sekitar KCN dengan akses jalan utama yang sama, kata dia, sulit untuk mengontrol apakah kendaraan pelabuhan lain sudah dicuci atau tidak.
Oleh karena itu, menurut Widodo, harus ada investigasi menyeluruh sehingga tidak hanya PT KCN yang dituduh mencemari lingkungan.
Di sisi lain, Widodo tidak dapat memastikan bahwa debu batu bara yang mencemari lingkungan Marunda adalah dari PT KCN.
Pasalnya, kata dia, hal tersebut juga dapat dimungkinkan dari sumber lain, mulai dari polusi hingga pabrik yang menggunakan power plan berupa batu bara.
"Ini perlu diinvestigasi dan diperjelas sehingga mari dudukkan secara obyektif," kata dia.
Menurut Widodo, nama PT KCN mencuat ke publik sebagai sumber pencemaran dikarenakan dari delapan pelabuhan di Marunda itu, kawasan PT KCN paling besar.
Selain itu, Widodo menuturkan, stockpile batu bara yang dibuat PT KCN bertujuan untuk mempercepat bongkar muat, bukan merupakan proses produksi batu bara.
"Di sini bukan proses produksi batu bara tapi ini bagian dari bagaimana pelabuhan jangka waktu bongkar muatnya dipercepat yaitu harus punya stockpile," kata dia.
"Ada banyak badan usaha lain yang melakukan hal sama, kenapa hanya kami (yang dituduh jadi penyebab)?" ucap Widodo.
Ingin benturkan PT KCN dengan Pemprov DKI Jakarta
Widodo juga menduga ada pihak yang ingin membenturkan perusahaannya dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait pencemaran debu batu bara tersebut.
Menurut dia, ada pihak yang menuduh PT KCN melakukan pelanggaran dan pembiaran terkait pencemaran.
Sementara, terdapat delapan pelabuhan selain KCN yang beroperasi di KBN Marunda.
"Kami melihat ada oknum yang ingin sekali membenturkan kami dengan pemprov (DKI). Makanya ada gerakan-gerakan yang meminta pemda untuk menutup, segera cabut izin amdal (analisis mengenai dampak lingkungan), padahal amdalnya semua sudah beres," kata Widodo.
Widodo menjelaskan, PT KCN merupakan penggabungan atau merger antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) dan PT Karya Teknik Utama sebagai pihak swasta.
Menurut dia, Pemprov DKI merupakan salah satu pemegang saham di PT KCN melalui PT KBN. Sebab, saham PT KBN dipegang oleh Kementerian BUMN dan Pemprov DKI.
Oleh sebab itu, kata Widodo, sangat kecil kemungkinan bagi PT KCN untuk melakukan pelanggaran aturan yang telah ditetapkan oleh pemprov.
Ia menuturkan, jika amdal bermasalah, maka merger antara perusahaan pemerintah dengan pihak swasta, yakni PT KCN, tidak akan bisa terealisasi.
"Jadi kami tidak mungkin melawan kakek sendiri. Kalau KCN ini anaknya BUMN dengan swasta, regulatornya itu kakek kami. Jadi tidak mungkin (melakukan pelanggaran)," kata dia.
Bentuk tim investigasi