BANJIR, kemacetan, polusi udara yang kian memburuk, amblesan permukaan tanah, merupakan permasalahan klasik yang membuat Jakarta semakin tidak layak huni.
Hal ini pula yang menjadi alasan pemindahan ibu kota negara. Perlahan tapi pasti, Jakarta akan melepas statusnya sebagai ibu kota negara.
Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat telah bersepakat memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan. Ibu kota yang diberi nama ‘Nusantara’ dirancang menjadi kota ramah lingkungan.
Jakarta perlu was-was, jika ibu kota baru yang ramah lingkungan terwujud, bukan mustahil jika pebisnis akan beramai-ramai memindahkan kegiatannya kesana.
Lalu bagaimana nasib Jakarta? Bukan tidak mungkin Jakarta juga perlahan ditinggalkan.
Waktu yang ada cukup longgar, sembari proses pembangunan ibu kota baru selesai, Jakarta bisa berbenah diri. Jakarta perlu memikirkan hal apa lagi yang membuatnya tetap menjadi magnet ekonomi.
Salah satu yang dapat dilakukan adalah melabeli citranya sebagai kota ramah lingkungan. Jakarta harus mengganti sumber pasokan listrik fosil menjadi energi terbarukan.
Contoh kota besar yang telah berhasil mengganti sumber energinya, yaitu Canberra, ibu kota negara Australia. Atau kota Burlington di Amerika Serikat.
Kota-kota ini telah dipasok dengan 100 persen energi terbarukan. Jakarta dapat meniru apa yang dilakukan oleh mereka.
Mewujudkan Jakarta sebagai kota dengan energi bersih tentu menghadapi beberapa tantangan.
Tercatat bahwa konsumsi energi Jakarta per tahun mencapai 7,5 juta ton setara minyak bumi (Economic and Social Commission for Asia and the Pacific, 2021).
Hanya 4,8ri total konsumi energi Jakarta yang berasal dari energi terbarukan.
Khusus konsumsi listrik, Jakarta membutuhkan rata-rata 30 Terawatt-jam (TWh) per tahun. Listrik ini dominan dipasok dari pembangkit fosil (PLTU dan PLTGU) yang berada di Jakarta dan daerah sekitarnya. Ini artinya, Jakarta menjadi sumber emisi karbon yang besar.
Melalui Instruksi Gubernur Nomor 66 Tahun 2019, Pemerintah DKI Jakarta telah menginstruksikan seluruh gedung sekolah, gedung pemerintah daerah dan fasilitas kesehatan milik pemerintah daerah untuk dipasangi PLTS atap (rooftop).
Ini sebuah langkah yang sangat positif. Namun instruksi ini belum terlaksana sepenuhnya karena perhatian Pemerintah sempat teralihkan pada pandemi Covid-19.