JAKARTA, KOMPAS.com - Pengeroyokan yang melibatkan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 70 diduga dipicu tradisi bullying bernama "jeres". Tradisi kekerasan ini pun kini tengah menjadi sorotan publik.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi alias Kak Seto, berencana menemui pihak SMAN 70 dan Dinas Pendidikan DKI Jakarta terkait kasus tersebut.
"Jadi saya kira kami akan menghadap ke sekolah dan juga Disdik, seberapa jauh langkah-langkah ini agar tetap pada kepentingan terbaik bagi anak," kata Seto dilansir dari TribunJakarta.com, Senin (11/7/2022).
Berdasarkan informasi yang diterima Seto, pihak SMAN 70 tidak melakukan mediasi antara korban dan para pelaku pengeroyokan.
Baca juga: 6 Siswa SMAN 70 Jakarta Dipenjara karena Keroyok Adik Kelas, Polisi Upayakan Restorative Justice
"Pada waktu itu juga tidak dimediasi oleh pihak sekolah, tapi tahu-tahu dipanggil polres dan ditahan," ujar dia.
Di sisi lain, Seto mengaku sudah mengusulkan upaya mediasi ke Kepolisian Resor (Polres) Metro Jakarta Selatan yang menangani kasus ini.
"Iya benar (usul mediasi ke polisi). Tapi kunci utamanya ada di orangtua korban. Jadi, sejauh orangtua korban bisa menyatakan 'ok damai', saya kira itu damai bisa dilakukan," kata Seto.
Menurut Seto, saat ini sudah ada undang-undang sistem peradilan pidana anak. Isinya, kalau pelaku masih tergolong anak itu diharapkan penyelesaian masalah bisa dilakukan dengan mediasi, bukan pidana.
Terlebih, kata Seto, para pemuda yang menjadi tersangka dalam kasus ini tengah menanti melanjutkan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi.
Bahkan, sambung Seto, seorang tersangka sudah diterima di salah satu perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia.
"Satu (tersangka) sudah diterima di Universitas B, dan sudah harus memulai kuliah tapi sudah 18 hari berada di polres," ucap Kak Seto.
Ia mengatakan, terdapat tradisi bullying bernama "jeres" di balik aksi pengeroyokan di SMAN 70 Jakarta. Tradisi tersebut diketahui setelah Seto menemui para tersangka pengeroyokan di Polres Metro Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).
"Ada tradisi jeres, jadi sesuatu yang (janjinya) tidak ditepati, boleh dipukuli," kata Seto.
Kak Seto menjelaskan, korban mulanya berjanji kepada kakak kelasnya bisa mengumpulkan siswa sebanyak 20 orang untuk kegiatan kumpul-kumpul.
"Kalau sampai jumlahnya tidak tercapai, 'oh oke ya sudah jeres saja', karena sudah komitmen," ungkap Kak Seto.
Baca juga: Pelaku Pengeroyokan Siswa SMAN 70 Masih Pelajar, Kriminolog Anjurkan Damai