Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aturan Pemisahan Tempat Duduk di Angkot, Berawal dari Video Viral Pelecehan hingga Berujung Polemik

Kompas.com - 12/07/2022, 21:23 WIB
Larissa Huda

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang perempuan berinisial AF diduga mengalami pelecehan seksual oleh penumpang pria saat naik angkot M44 dari kawasan Tebet ke arah Kuningan, Jakarta Selatan.

Kisah tersebut terekam dalam sebuah video dari ponsel milik AF yang kemudian menjadi viral di media sosial. Dalam video terlihat sosok terduga pelaku mengenakan jaket dan membawa ransel yang diletakkan di bagian depan menutupi tubuhnya.

Berdasarkan keterangan video yang diunggah di akun itu, korban mengaku diraba di bagian dada oleh pelaku yang duduk di sebelahnya. Aksi itu ditutupi oleh tas yang dipangku pelaku. Korban menyadarinya dan langsung menepis tangan terduga pelaku.

Korban lalu pindah tempat duduk dan merekam sosok terduga pelaku sambil menangis. Kemudian, korban melapor ke Polres Metro Jakarta Selatan.

Seorang perempuan diduga mengalami pelecehan seksual saat naik angkot M44 dari kawasan Tebet ke arah Kuningan, Jakarta Selatan. Laki-laki dalam video tersebut diduga merupakan pelaku.Tangkapan layar akun Instagram @merekamjakarta Seorang perempuan diduga mengalami pelecehan seksual saat naik angkot M44 dari kawasan Tebet ke arah Kuningan, Jakarta Selatan. Laki-laki dalam video tersebut diduga merupakan pelaku.

Dishub mendadak akan pisahkan tempat duduk penumpang di angkot

Tak lama video itu viral, Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta mendadak bakal mewajibkan semua angkot yang ada di Jakarta untuk memisahkan tempat duduk antara laki-laki dan perempuan.

Dishub juga mengancam mencabut izin trayek angkot yang tak memisahkan penumpang laki-laki dan perempuan guna mencegah terjadinya pelecehan seksual. Hal itu merupakan sanksi terberat dari penerapan aturan terbaru tersebut.

Baca juga: Dishub DKI Ancam Cabut Izin Trayek Angkot yang Tak Pisahkan Penumpang Laki-laki dan Perempuan

"Ada regulasi yang mengatur bisa saja jika memang ternyata yang bersangkutan terus melakukan pelanggaran yang sama, ini bisa kita cabut izin trayeknya," ujar Kepala Dishub DKI Jakarta Syafrin.

Sementara itu, pada angkot mikrotrans, berlaku sanksi teguran hingga pemotongan gaji. Lalu, apabila terdapat sopir yang membiarkan tindak pelecehan seksual, hal ini diserahkan kepada kepolisian.

"Jadi tentu kami serahkan ke rekan kepolisian untuk melakukan penanganan terhadap tindakan itu," ujar dia.

Syafrin menjelaskan, penumpang perempuan duduk di posisi bangku dengan kapasitas empat penumpang, sedangkan penumpang laki-laki duduk di seberangnya dengan kapasitas penumpang enam orang.

Selain itu, lanjut dia, semua angkutan umum yang perizinannya dikeluarkan oleh Dishub sudah tidak menggunakan kaca film.

Baca juga: Antisipasi Pelecehan Seksual, Dishub Akan Pisahkan Tempat Duduk Laki-laki dan Perempuan di Angkot

Angkot juga dipasangi kamera pengawas atau CCTV dalam memenuhi standar pelayanan minimal sesuai peraturan gubernur (pergub) untuk mencegah tindak pelecehan seksual.

"Harapannya melalui pemisahan ini, kejadian serupa tidak terulang," ujar dia.

Edukasi sopir angkot justru dinilai lebih krusial

Ilustrasi angkutan umumKOMPAS/Agus Susanto Ilustrasi angkutan umum

Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Jakarta menilai wacana pemisahan tempat duduk antara laki-laki dan perempuan bukanlah solusi pencegahan pelecehan seksual di dalam angkutan umum.

Baca juga: Wacana Pemisahan Tempat Duduk Penumpang di Angkot, LBH APIK: Peran Sopir Lebih Krusial Cegah Pelecehan

Direktur LBH APIK Jakarta Siti Mazumah mengatakan keputusan itu tidak akan menyelesaikan akar persoalan, tetapi justru hanya akan menimbulkan persoalan baru.

Menurut Siti, ada banyak hal sebetulnya yang menyebabkan ada laki-laki dan perempuan itu harus duduk bersamaan di dalam angkutan umum, misalnya ada relasi ibu-anak, suami-istri, atau pun ayah-anak dengan berbagai alasan.

"Dengan membuat kebijakan ini tidak akan menyelesaikan persoalan, lebih baik melibatkan peran sopir angkot untuk mencegah pelecehan ini," ujar Siti kepada Kompas.com, Selasa (12/7/2022).

Siti berujar salah satu hal yang krusial dilakukan dalam pencegahan pelecehan seksual di tempat umum adalah memberikan edukasi terhadap sopir angkutan kota atau angkot.

Edukasi ini menjadi penting agar sopir angkot memahami apa tindakan yang harus ia lakukan saat berada dalam situasi yang mengancam penumpangnya, khususnya ancaman pelecehan seksual.

Baca juga: Wacana Pemisahan Tempat Duduk di Angkot Dinilai Bakal Sulit Berjalan

"Sopir angkot bisa diberikan pemahaman, ketika mengetahui pelecehan bisa melakukan apa atau bagaimana," ujar Siti.

Gerbong khusus wanita di KRL bisa jadi referensi

Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Haris Muhammadun menilai wacana pemisahan tempat duduk antara laki-laki dan perempuan bukanlah solusi yang tepat untuk pencegahan pelecehan seksual di dalam angkutan umum.

Ia berpandangan setiap masyarakat memang ingin menikmati layanan transportasi umum dengan nyaman, aman dan selamat, termasuk angkutan kota (angkot). Namun, Haris menilai tujuan itu tidak serta merta tercapai dengan memisahkan penumpang angkot.

Penumpang gerbong wanita kereta listrik jurusan Tanah Abang-Serpong pada jam pulang kerja.
Kompas.com/Laila Rahmawati Penumpang gerbong wanita kereta listrik jurusan Tanah Abang-Serpong pada jam pulang kerja.

Haris menyarankan sebaiknya aturan tersebut bukan wajib memisahkan antara penumpang secara harfiah di dalam angkot.

"Namun, wajib menyediakan ruang khusus untuk penumpang perempuan yang lebih rentan sebagai korban kemungkinan pelecehan di angkutan umum," ujar Haris kepada Kompas.com, Selasa (12/7/2022).

Baca juga: Tak Sepakat Pemisahan Tempat Duduk di Angkot, Dewan Transportasi Soroti Gerbong Wanita di KRL

Dengan demikian, kata Haris, penumpang perempuan dapat memilih apakah dia harus berada di ruang khusus wanita tersebut atau bisa memilih juga ke ruang yang diperuntukkan bagi penumpang umum.

Ia menilai kebijakan tersebut paling tidak menekan kejadian pelecehan seksual yang ada di angkutan Umum. Ia mencontohkan kejadian tersebut sudah ada dalam layanan kereta rel listrik (KRL) commuter line yang menyediakan gerbong khusus wanita.

Sejauh ini, Haris berujar belum ada referensi yang mengatur pemisahan formasi duduk antara penumpang wanita atau laki-laki dari negara mana pun.

Bahkan, Haris menyebutkan negara-negara yang menerapkan prinsip syariat sekalipun tidak menerapkan aturan tersebut, baik itu Turki atau negara timur tengah lainnya.

Baca juga: Tak Sepakat Pemisahan Tempat Duduk di Angkot, Dewan Transportasi: Turki Saja Tidak Begitu

"Tetapi kalau penyediaan ruang khusus untuk wanita, penumpang lansia, dan difabel itu sudah banyak diterapkan, termasuk di Indonesia," ujar Haris.

Pemisahan tempat duduk dinilai tak efektif cegah pelecehan seksual

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Eneng Malianasari mengatakan, kebijakan itu hanya menjadi solusi jangka pendek.

"Kebijakan tersebut tidak efektif, hanya sebagai solusi jangka pendek dan tidak berkepanjangan," kata Eneng.

"Belum lagi Dinas Perhubungan tidak memikirkan ruang angkot yang sempit untuk membagi hal tersebut, berbeda dengan Transjakarta atau commuter line yang memiliki ruang luas," ujar dia.

Eneng mengatakan, persoalan kebijakan itu tidak hanya pada implementasi, tetapi juga terkait pengawasan.

Baca juga: Pemisahan Tempat Duduk Penumpang di Angkot Disambut Baik, Warga: Banyak Pelecehan Seksual Tak Terekam

Menurut dia, seharusnya pemerintah bersama pemangku kepentingan seperti Komnas HAM, Komnas Anak, dan Komnas Perempuan duduk bersama untuk membahas strategi jangka panjang.

"Agar tidak lagi terjadi pelecehan di transportasi umum, terutama angkot," ungkapnya.

Eneng menuturkan, pemerintah juga perlu merumuskan sistem untuk menciptakan rasa aman dan kenyamanan warga saat berada dalam transportasi umum.

"Aparat penegak hukum juga diminta untuk memberi hukuman seberat-beratnya pada pelaku pelecehan atau kekerasan seksual sesuai dengan undang-undang yang berlaku," ucap dia.

Evaluasi setelah penerapan

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria saat ditemui di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (10/6/2022).KOMPAS.com/SINGGIH WIRYONO Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria saat ditemui di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (10/6/2022).

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan, upaya menekan kasus pelecehan seksual di angkutan kota (angkot) merupakan persoalan yang tidak mudah.

Namun, Riza memastikan pemerintah provinsi (pemprov) berupaya untuk mengatasi masalah itu. Hal ini ia sampaikan dalam menanggapi kritik soal keefektifan pemisahan tempat duduk penumpang laki-laki dan perempuan untuk mencegah kasus pelecehan seksual.

Baca juga: Wagub DKI Berharap Pelecehan Seksual di Angkutan Kota Tak Terulang

"Apakah ini efektif atau tidak. Paling tidak ini satu upaya yang sedang kami coba. Memang jumlah kursi di mikrolet itu kan terbatas ya, di angkot itu terbatas. Sementara kita pisahkan," kata Riza di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (12/7/2022).

Riza mengatakan, pemprov akan melakukan evaluasi setelah kebijakan tersebut diterapkan. Dia berharap, cara tersebut bisa menekan angka kasus pelecehan seksual.

"Setidaknya kami perhatian terhadap kasus ini agar tidak terulang kembali. Tapi jauh lebih penting adalah kerja sama dari semua penumpang yang ada, untuk bersama-sama menjaga kesantunan," tutur dia

(Penulis: Sania Mashabi, Larissa Huda | Editor: Kristian Erdianto)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Megapolitan
Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Megapolitan
Beberapa Warga Tanah Tinggi Terpaksa Jual Rumah karena Kebutuhan Ekonomi, Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Beberapa Warga Tanah Tinggi Terpaksa Jual Rumah karena Kebutuhan Ekonomi, Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Megapolitan
Polisi Tewas dengan Luka Tembak di Kepala, Kapolres Jaksel Sebut karena Bunuh Diri

Polisi Tewas dengan Luka Tembak di Kepala, Kapolres Jaksel Sebut karena Bunuh Diri

Megapolitan
Polisi Dalami Dugaan Perempuan Dalam Koper di Bekasi Tewas karena Dibunuh

Polisi Dalami Dugaan Perempuan Dalam Koper di Bekasi Tewas karena Dibunuh

Megapolitan
Bursa Pilkada DKI 2024, Golkar: Ridwan Kamil Sudah Diplot buat Jabar

Bursa Pilkada DKI 2024, Golkar: Ridwan Kamil Sudah Diplot buat Jabar

Megapolitan
Prioritaskan Kader Internal, Golkar Belum Jaring Nama-nama untuk Cagub DKI

Prioritaskan Kader Internal, Golkar Belum Jaring Nama-nama untuk Cagub DKI

Megapolitan
Korban Kebakaran di Depok Ditemukan Terkapar di Atas Meja Kompor

Korban Kebakaran di Depok Ditemukan Terkapar di Atas Meja Kompor

Megapolitan
Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Diduga akibat Kebocoran Selang Tabung Elpiji

Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Diduga akibat Kebocoran Selang Tabung Elpiji

Megapolitan
Polisi Temukan Orangtua Mayat Bayi yang Terbungkus Plastik di Tanah Abang

Polisi Temukan Orangtua Mayat Bayi yang Terbungkus Plastik di Tanah Abang

Megapolitan
PJLP Temukan Mayat Bayi Terbungkus Plastik Saat Bersihkan Sampah di KBB Tanah Abang

PJLP Temukan Mayat Bayi Terbungkus Plastik Saat Bersihkan Sampah di KBB Tanah Abang

Megapolitan
Terdengar Ledakan Saat Agen Gas dan Air di Cinere Kebakaran

Terdengar Ledakan Saat Agen Gas dan Air di Cinere Kebakaran

Megapolitan
Perbaikan Pintu Bendung Katulampa yang Jebol Diperkirakan Selesai Satu Pekan

Perbaikan Pintu Bendung Katulampa yang Jebol Diperkirakan Selesai Satu Pekan

Megapolitan
Dituduh Punya Senjata Api Ilegal, Warga Sumut Melapor ke Komnas HAM

Dituduh Punya Senjata Api Ilegal, Warga Sumut Melapor ke Komnas HAM

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com