Nilainya cukup jomplang jika dibandingkan dengan usul Apindo yang hanya menginginkan kenaikan 2,62 persen.
"Teman-teman pekerja ini mengajukan kenaikan upah sebesar 10,55 persen, nilai yang diajukan serikat buruh adalah sebesar Rp 5.131.000 sekian," sebutnya.
Dasar peraturan yang dipakai
Keempat unsur ini menggunakan dasar peraturan yang berbeda dalam menentukan besaran UMP DKI.
Menurut Nurjaman, Apindo DKI mengacu kepada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Sementara itu, Pemprov DKI mengacu pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022.
Dalam Permenaker tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023, ditentukan bahwa kenaikan UMP tahun depan maksimal 10 persen.
Baca juga: Sekda Sebut Besaran UMP DKI 2023 Segera Ditentukan
Kadin DKI juga mengacu kepada Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 untuk menentukan nilai tersebut.
"Itu (penentuan nilai oleh Kadin DKI) mengacu kepada Permenaker Nomor 18 Tahun 2022," urai Nurjaman.
Namun, Nurjaman mengaku tidak tahu landasan hukum yang dipakai unsur pekerja untuk menentukan besaran UMP.
"Dari teman-teman pekerja untuk UMP (DKI) 2023, menurut saya, ini tidak mengacu pada PP Nomor 36 Tahun 2021 dan tidak mengacu Permenaker Nomor 18 Tahun 2022," sebut dia.
Alasan Apindo DKI pakai PP
Pada kesempatan yang sama, Nurjaman menilai, PP Nomor 36 Tahun 2021 yang merupakan aturan turunan dari UU Cipta Kerja Tahun 2020 memiliki kedudukan lebih tinggi daripada Permenaker Nomor 18 Tahun 2022.
Nurjaman lantas menyebutkan bahwa berdasar pada kedudukan itu, Apindo DKI memutuskan menggunakan PP Nomor 36 Tahun 2021.
Baca juga: Ikut Bahas Besaran UMP DKI 2023, Apindo: Kami Tetap Berpedoman PP Nomor 36
Ia menekankan, peraturan menteri yang sejatinya ditandatangani oleh menteri tidak mungkin menggeser kedudukan PP yang sejatinya ditandatangani oleh Presiden.