Selama ini, lanjut Rakhmat, untuk menangani peredaran narkoba, polisi ikut turun tangan, menggerebek, menangkap pelaku, menjalani proses hukum, kemudian dianggap selesai oleh negara.
Padahal, permasalahan ini tidak sesederhana itu dan bukan sekadar penangkapan hingga proses hukum, melainkan harus menyentuh akar masalahnya, yaitu kemiskinan.
Kisah Kampung Bahari seolah mengulang cerita kelam Kampung Ambon yang juga sempat dikenal sebagai sarang narkoba.
Dikutip dari harian Kompas, permukiman di kawasan RW 007, Kedaung Kaliangke, Cengkareng, Jakarta Barat, yang disebut sebagai Kampung Ambon itu mulai tumbuh menjadi pasar gelap ganja tahun 1999-2008.
Baca juga: Sosiolog: Butuh Pendekatan Non Keamanan untuk Berantas Narkoba di Kampung Bahari
Sempat diporak-porandakan oleh Satuan Brimob Kedung Halang, Bogor, Jawa Barat, pada 2008, para bandar malah mengalihkan bisnis mereka ke sabu-sabu.
Tiga bandar paling fenomenal di sana adalah Donald Pattriwael alias Getet (bandar ganja pertama dan terbesar) alias Pablo (merujuk pada nama bandar narkoba Kolombia, Pablo Escobar), Michael Glenn Manuputy (bandar sabu pertama) alias Bozzo, dan Manuel Yunus alias Ison (bandar sabu terakhir).
Sepanjang periode Mei 2012 sampai Maret 2013 menjadi masa Polres Metro Jakbar menabuh genderang perang besar di Kampung Ambon. Para bandar besar disikat oleh kepolisian.
Setelah membebaskan Kompleks Permata dari para bandar besar, Polres Metro Jakbar mengambil inisiatif merangkul semua pemangku kepentingan, memulihkan kondisi sosial dan ekonomi sebagian besar warga yang telanjur menggantungkan hidup dari narkoba.
Baca juga: Polisi Kembali Obrak-abrik Kampung Bahari, Tangkap Pengguna yang Sedang Asik Nyabu
Satu-dua kasus penyalahgunaan narkoba di Kampung Ambon masih kerap ditemukan, tapi sudah tidak semasif periode 2008 hingga 2012.
Jika dengan pemulihan kondisi sosial-ekonomi kasus penyalahgunaan narkoba di Kampung Ambon bisa ditekan, mungkin hal serupa juga perlu diterapkan di Kampung Bahari.
(Kompas.com: Zintan Prihatini | Kompas: Mukhamad Kurniawan)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.