"Tau. Sudah lama isu itu, tapi saya masih tetap dagang. Cari makan dari sini saja," terang Ibeng.
Bukan mengimpor langsung
Ibeng mengungkapkan, baju-baju bekas impor yang dijajakan di tokonya tidak langsung diimpornya, melainkan dibeli dari importir pertama di Gedebage, Bandung, Jawa Barat.
Dari importir pertama, Ibeng membelinya dalam bentuk bal.
"Satu bal itu harganya sekitar Rp 8 juta. Isinya bisa 450 atau 500 helai (baju)," ujar Ibeng.
Mengenai berapa bal pakaian yang biasa dibelinya, Ibeng tidak bisa menyebutkan angka pasti. Sebab, angkanya fluktuatif bergantung kondisi pasar.
Namun, secara umum, ia biasanya membuka satu bal pakaian untuk satu tokonya. Ibeng dan rekan kerjanya diketahui memiliki tujuh toko di Pasar Senen.
Baca juga: Begini Cara Pedagang Pasar Senen Datangkan Baju hingga Sepatu Bekas dari Luar Negeri
Dikontrol, bukan disetop total
Salah satu pembeli baju bekas impor yang ditemui Kompas.com di Pasar Senen, Dimas (39), juga memprotes kebijakan pemerintah melarang impor baju bekas.
"Menurut saya, kalau bisa jangan sampai disetop ya, lebih disaring saja prosesnya dari impornya, karena ini kan problemnya impor," kata dia.
"Mungkin proses dari pihak swasta ini, kan ini dikelola swasta pastinya kan, dari swasta ke pemerintah saling sinergilah," tambahnya.
Baca juga: Cerita Pembeli Baju Branded Bekas di Pasar Senen, Beli 3 Sweater Hanya Rp 100.000
Menurut Dimas, jika impor baju bekas dihentikan, banyak pedagang yang berkecimpung di dunia thrifting akan kehilangan mata pencariannya.
"Karena kalau misalnya sampai disetop, kan hajat hidup orang banyak pasti bakalan banyak yang menganggur kan," ujar Dimas.
Ia pun menuturkan, banyak anak muda generasi Z yang mulai berkecimpung di dunia thrifting, baik membuka toko maupun berjualan secara online.
"Anak muda sekarang lebih bisa wiraswasta kalau ada thrifting. Kayak banyak sekarang di daerah Jakarta Timur, di Jakarta Barat, itu mereka bikin stand toko sendiri atau toko online," kata Dimas.