JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel mempertanyakan kewarasan Mustopa (60), penembak kantor MUI Pusat pada 2 Mei 2023 lalu.
“Ketika bicara tentang motif itu sesungguhnya saya mengajak kita berpikir tentang tingkat kewarasan (pelaku) dulu,” kata Reza saat diwawancarai Kompas.com di Kantor MUI Pusat, Senin (8/5/2023).
Ada beberapa kemungkinan dari kondisi mental Mustopa. Pertama, dia memiliki mental yang waras. Kedua, mentalnya tidak waras.
Baca juga: MUI Bentuk Tim Investigasi Usut Latar Belakang dan Jejak Digital Mustopa
“Kalau sudah tidak waras tidak ada gunanya bicara soal motif. Wong tidak waras. Jangankan kita, jangankan polisi, yang bersangkutan saja tidak bisa menjelaskan tentang apa yang dia lakukan,” jelas dia.
Reza mengungkapkan kemungkinan ketiga, yaitu jika Mustofa sebenarnya waras tapi berpura-pura tidak waras.
Pikiran itu muncul karena adanya kekontrasan antara surat yang ditulis Mustofa kepada MUI dan keterangan dari pihak keluarga soal kondisi mentalnya.
Baca juga: Nasib Mustopa Temui Ajal Setelah Nekat Menembak di Kantor MUI, Jasadnya Belum Dijemput Keluarga
“Keterangan keluarga mengarah pada kesimpulan bahwa pelaku orang yang waras, tapi kalau kita baca suratnya, kesannya dia tidak waras. Jadi masuk akal kalau kita berspekulasi pelaku waras, tapi pura-pura tidak waras,” tutur Reza.
Selain itu, ada kemungkinan lain yang mengarah pada kesimpulan kondisi mental pelaku waras atau tidak waras disebabkan oleh adanya pihak lain yang mengganggu profiling terhadap pelaku.
“Tadi saya katakan ada kekontrasan. Kekontrasan itu datang dari si pelaku sendiri kah pura-pura tidak waras? Atau karena ada pengaruh dari pihak lain?” tanya Reza.
Baca juga: Identitas Pelaku Penembakan Kantor MUI: Mustopa NR, Warga Lampung
“Entah membangun skenario atau apapun, yang sekali lagi mempersulit kita menarik kesimpulan apakah pelaku ini sungguh-sungguh waras atau tidak waras,” sambung dia.
Dari pola tutur Mustopa dalam surat-surat ancaman kepada MUI, ada indikasi bahwa dia tidak waras.
“Walaupun harus dicari tahu, gangguan kewarasan tipe yang mana? Tapi tidak cukup hanya dari surat, harus dicari tahu misalnya ke keluarga,” tutur Reza.
“Keterangan dari pihak keluarga yang saya tangkap langsung lewat telinga saya, justru mengesankan pelaku ini waras. Karena pihak keluarga menilai dalam kesehariannya baik perkataan, maupun pelaku ini tidak aneh,” lanjut dia.
Pihak keluarga Mustopa menyatakan bahwa pelaku adalah lulusan SMP dan tidak pernah mengejar paket ujian nasional.
Tidak hanya itu, pelaku juga tidak terbiasa berkomunikasi dengan surat. Terlebih, mencetak dokumen menggunakan komputer dan printer.
“Muncul dong pertanyaan, mengacu pada keterangan keluarga, ini surat yang bikin siapa?” tanya Reza.
Untuk diketahui, penembakan terjadi di Kantor MUI Pusat di Jl. Proklamasi No 51, RT 011/RW 002, Menteng, Jakarta Pusat pada sekitar pukul 11.24 WIB.
Pelaku bernama Mustopa (60) menembakkan senjata yang diduga airsoftgun dan menyebabkan satu korban tertembak di bagian punggung.
Sementara korban yang lain terkena serpihan kaca yang pecah akibat peluru hingga terluka.
Korban kemudian dibawa ke RS Agung Manggarai untuk mendapatkan perawatan.
Di sisi lain, pelaku pingsan dan dibawa ke Puskesmas Menteng setelah diamankan oleh Polsek Menteng.
Pada saat diperiksa oleh dokter, pelaku dinyatakan meninggal dunia.
Terkini Polda Metro Jaya memastikan pelaku penembakan kantor pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI) meninggal dunia karena serangan jantung.
Kesimpulan itu didapat oleh tim kedokteran forensik setelah melakukan otopsi dan pemeriksaan mendalam terhadap jenazah pelaku di Rumah Sakit Polri Kramat Jati.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.