JAKARTA, KOMPAS.com - Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta akan menggelar focus group discussion (FGD) soal pengaturan jam kerja untuk menangani kemacetan di Ibu Kota pada 17 Mei 2023.
"(FGD soal pengaturan jam kerja) rencananya diadakan tanggal 17 Mei, minggu depan," ungkap Kepala Dishub DKI Jakarta Syafrin Liputo di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (10/5/2023).
"Kami harapkan dibahas detail saat pelaksanaan FGD penanganan kemacetan nanti," lanjutnya.
Dalam kesempatan itu, ia mengaku Dishub DKI menerima saran dari masyarakat terkait pengaturan jam kerja.
Kata Syafrin, saran dari masyarakat bisa membantu menangani permasalahan kemacetan di Ibu Kita.
"Kami juga terbuka untuk menerima saran, masukan yang sifatnya konstruktif, agar pemecahan permasalahan terkait kemacetan bisa diatasi bersama," tuturnya.
Dishub DKI, menurut dia, masih belum menentukan apakah pengaturan jam kerja itu diperuntukkan pihak swasta saja atau sekaligus untuk aparatur sipil negara (ASN).
Syafrin menyebutkan, peruntukkan jam kerja bakal dibahas saat FGD tanggal 17 Mei 2023.
"Tentu ini (peruntukkan jam kerja) yang akan didiskusikan, ada yang memberikan saran seperti apa," ucap dia.
Syafrin mengungkapkan, pihak yang akan mengikuti FGD itu adalah asosiasi pusat perbelanjaan, asosiasi pengelola gedung, komunitas Bike to Work, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), dan lainnya.
Untuk diketahui, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menginginkan pengaturan jam kerja dibagi menjadi dua sesi, yakni pukul 08.00 WIB dan pukul 10.00 WIB.
Rencana jam kerja yang dibagi dua ini lantas menimbulkan respons beragam dari warga Ibu Kota.
Baca juga: Pengamat Sebut Kebijakan Pemprov DKI Soal Pengaturan Jam Kerja Harus Selaras dengan Pemerintah Pusat
Ajeng (25), karyawati yang bekerja di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, berpendapat strategi pengaturan jam kerja tersebut tidak berpengaruh untuk mengurangi beban kemacetan di Jakarta.
Menurut dia, penumpukan kendaraan di jalan akan tetap terjadi, sekali pun jam kerja dibagi menjadi dua sesi.
Ia menilai, utama pada masalah kemacetan adalah transportasi umum yang masih kurang memadai.
Hal itu ia buktikan ketika berangkat kerja menggunakan moda transportasi umum.
Menurut Ajeng, bus Transjakarta kerap telat tiba di halte. Akibatnya, ia pun beberapa kali terlambat bekerja.
"Karena (bus Transjakarta terjebak) kemacetan, menurut saya itu dari transportasi umum yang kurang memadai, makanya banyak yang pakai kendaraan pribadi, termasuk saya (pada akhirnya)," jelas dia, Selasa (9/5/2023).
Ia mengatakan, jika moda transportasi umum dapat dimaksimalkan, masalah kemacetan akan terurai perlahan.
"Ya mungkin dibenahi ya salah satunya dari segi jadwal, hal itu supaya tidak terjadi delay," kata dia.
"Jadi menurutku bukan soal perubahan jam kerja, tapi transportasi umum juga harus mendukung, supaya mengurangi macet," kata dia.
Baca juga: Jokowi Terbitkan Aturan Baru Jam Kerja ASN, Ini Bedanya dari Aturan Sebelumnya
Senada dengan Ajeng, warga Jakarta bernama Adam (26) juga mengatakan hal yang sama.
Menurut Adam, kemacetan tetap terjadi dan hanya akan bergeser waktunya saja.
Adam mengatakan, seharusnya pihak terkait mengatur penggunaan kendaraan pribadi yang ada di Jakarta agar masyarakat beralih naik kendaraan umum saat berangkat kerja.
"Harusnya yang diatur itu penggunaan kendaraan pribadi, bukan penerapan waktu kerja," terang dia.
Demikian juga dengan Arvin (30). Dia tidak setuju dengan penerapan pembagian waktu kerja yang digadang dapat mengurangi kemacetan.
"Mungkin bisa mengurangi kemacetan sedikit, tapi menurut saya mungkin tidak terlalu berpengaruh," ujar Arvin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.