JAKARTA, KOMPAS.com - Oknum Paspampres Praka Riswandi Manik menangis saat penasihat hukumnya, Kapten Chk Budiyanto, membacakan pembelaan untuk dirinya, Senin (4/12/2023).
Budiyanto membacakan pleidoi atau nota pembelaan terhadap kliennya berkait kasus pembunuhan Imam Masykur dalam sidang pembacaan pledoi di Pengadilan Militer II-08 Jakarta, Cakung, Jakarta Timur.
Praka Riswandi Manik mulanya hanya duduk termenung di salah satu kuri yang disiapkan untuk para terdakwa.
Ia duduk di samping dua rekannya, Praka Heri Sandi dari Direktorat Topografi Angkatan Darat (Dittopad) dan Praka Jasmowir dari Kodam Iskandar Muda Aceh.
Baca juga: Sidang Putusan Oknum Paspampres Pembunuh Imam Masykur Digelar 11 Desember 2023
Sejak memasuki ruang sidang, Praka Riswandi Manik terus menunduk. Ia hanya menatap ke depan saat berada di hadapan majelis hakim.
Saat duduk di tempatnya, ia tidak hanya menunduk, tetapi juga membungkukkan diri. Kedua tangannya saling menggenggam satu sama lain.
Sesekali, Praka Riswandi Manik menghela napas seperti Praka Heri Sandi. Namun, ia juga sambil memainkan tangannya.
Setiap selesai menghela napas, Praka Riswandi Manik selalu melirik-lirik ke arah oditur militer, majelis hakim, dan audiens yang menonton sidang itu.
Namun, ia selalu mengalihkan pandangannya dan menunduk saat salah satu hakim anggota atau hakim ketua berbalik memandangnya.
Baca juga: Tanggapi Pleidoi 3 Oknum TNI Pembunuh Imam Masykur, Oditur Militer Teguh Tuntut Hukuman Mati
Tubuh Praka Riswandi Manik tidak pernah berhenti bergerak. Ketika tidak menghela napas, ia kembali memainkan jemarinya.
Sesekali ia mengusap wajah. Ia juga kerap mengubah gaya duduknya, antara bungkuk atau tegap, meski lebih sering duduk membungkuk.
Seiring penasihat hukumnya membacakan nota pembelaan, alis Praka Riswandi Manik mulai mengerut. Bibirnya turut cemberut.
Mulai saat itu, sampai akhir pembacaan nota pembelaan, Praka Riswandi Manik terus mengusap matanya.
Ketika Budiyanto membacakan bahwa kliennya adalah seorang kepala keluarga, memiliki anak, dan tulang punggung keluarga, wajah Praka Riswandi Manik memerah.
Hidungnya juga memerah dan ia semakin sering mengusap mata dan wajahnya. Ia menangis terisak-isak. Bahunya kerap naik turun.
Baca juga: Tuntutan Hukuman Mati untuk Tiga Oknum TNI atas Perbuatan Sadisnya pada Imam Masykur
Tangisnya memang tidak berlangsung lama. Akan tetapi, sampai pembacaan pledoi usai, Praka Riswandi Manik terus mengusap wajahnya. Hidung dan wajahnya masih merah.
Hal serupa juga dilakukan oleh Praka Heri Sandi. Sepanjang nota pembelaan tiga terdakwa dibacakan, ia selalu mengusap mata dan wajah sembari menghela napas.
Sementara untuk Praka Jasmowir, ia hanya duduk termenung dengan tatapan kosong. Ia hanya beberapa kali mengedipkan mata.
Sebagai informasi, Imam Masykur tewas dibunuh usai diculik dari toko obatnya. Dia dianiaya di dalam mobil oleh para pelaku.
Jasad Imam kemudian ditemukan di sebuah sungai di Karawang, Jawa Barat.
Dalam sidang pembacaan tuntutan, tiga anggota TNI itu dituntut hukuman mati dan dipecat dari dinas militer TNI AD oleh oditur militer atas kasus tersebut.
Praka Riswandi Manik, Praka Heri Sandi, dan Praka Jasmowir dinilai telah terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan berencana secara bersama-sama.
Tindak pidana itu telah diatur dalam Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Para terdakwa juga dinilai terbukti bersalah melakukan penculikan yang diatur dalam Pasal 328 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.