Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menelusuri Kampung Kumuh dan Kemiskinan Ekstrem Dekat Istana Negara...

Kompas.com - 26/04/2024, 07:25 WIB
Baharudin Al Farisi,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kelurahan Tanah Tinggi yang masuk wilayah administrasi Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat, tengah menjadi sorotan.

Wilayah yang dekat dari Istana Kepresidenan ini disebut-sebut sebagai kawasan kumuh.

Hal itu diucapkan Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi saat mengkritik Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Jakarta 2025 yang kini dalam proses penyusunan.

Menurut dia, rencana kerja tersebut belum menyentuh permasalahan di Jakarta, yang sebentar lagi bakal berubah status dan menjadi kota global.

"Kalau bicara global, Jakarta globalnya di mana? Ada daerah dekat Istana Negara hanya jarak satu kilometer, masih daerah kumuh, Johar dan Tanah Tinggi. Penataan kota sampai hari ini masih karut marut,” ujar Prasetyo, Rabu (24/4/2024).

Baca juga: Potret Warga Miskin Ekstrem di DKI, Pendapatan Kurang dari Rp 300.000 Per Bulan untuk Biayai 2 Anak dan Istri

 

Tanah Tinggi

RW 12 di Kelurahan Tanah Tinggi memang termasuk salah satu kawasan kumuh. Lokasinya berada di Jalan Tanah Tinggi XII yang mempunyai lebar berkisar tiga sampai empat meter.

Di sepanjang Jalan Tanah Tinggi XII, terdapat sebuah kali dengan ketinggian turap sekitar dua meter. Warna airnya hitam.

Meski mengalir, banyak sampah plastik yang mengambang dan tersangkut hingga akhirnya menumpuk di beberapa badan sungai.

Suasana Jalan Tanah Tinggi XII pada Kamis (25/4/2024) tampak ramai. Warga tengah menjalani aktivitas masing-masing.

Ada yang berjualan di pinggir jalan, berteduh di bawah pohon sambil menggelar tikar, bahkan tidur di dalam bajaj yang tengah terparkir. 

Baca juga: Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Dari gang sempit, aktivitas di dalam rumah pun terlihat. Ada yang sedang kumpul-kumpul sambil bersenda gurau, memasak, mencuci piring, memandikan anak, hingga menjemur pakaian di depan rumah.

Salah satu pria tampak sibuk mengurusi ayam peliharaannya untuk dimasukkan ke dalam kandang yang berada di depan rumah dia.

Ada juga pria sedang berkaraoke. Tanpa menggunakan baju dengan celana kolor pendeknya, dia bernyanyi dengan santai seiringin lantunan musik.

Beberapa emak-emak juga tampak berkumpul di depan Sekretariat RW 12. Mereka bercengkrama sambil menghisap sebatang rokok.

Ketua RW 12, Imron Buchari bilang, pekarangan Sekretariat RW 12 memang kerap dijadikan tempat bersosialisasi oleh warga, mengingat suasananya yang memang teduh.

"Ada juga warga yang sengaja tidur di atas bangku panjang atau manfaatkan yang lainnya. Karena di rumahnya tidak muat, jadinya anggota keluarga tidurnya bergantian," ungkap Imron kepada Kompas.com, Rabu. 

Baca juga: Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

"Kan rumah warga itu ada yang dua kali tiga meter atau tiga kali empat meter, tapi isinya untuk empat Kartu Keluarga (KK). Ini karena kebetulan ada tamu, mereka mengerti, minggir dulu, gitu," tambah dia.

Di belakang Sekretariat RW 12, terdapat fasilitas berupa 12 bilik toilet umum yang biasa digunakan oleh penduduk setempat secara gratis.

Pasalnya, masih banyak rumah warga yang tidak mempunyai kamar mandi atau wc komunal.

 

Kawasan permukiman kumuh

Secara kasat mata, rumah-rumah penduduk yang berdiri dekat Jalan Tanah Tinggi 12 ini merupakan bangunan permanen. Seolah tidak tampak seperti kawasan kumuh.

Namun, Imron mengajak Kompas.com menyusuri gang-gang dengan lebar bervariasi, mulai dari satu meter hingga hanya 40 sentimeter.

Kami berjalan tidak bisa sejajar. Bahkan, terkadang bergantian dengan pejalan kaki dari arah yang berlawanan ketika melewati gang sempit. 

Baca juga: Saat Jumlah Masyarakat Miskin Ekstrem di Jakarta Meningkat...

Dari penelusuran ini, visual permukiman kumuh terpampang nyata. Sebagian besar rumah warga RT 12 bukan lebar, melainkan tinggi. Entah dua lantai atau tiga lantai.

Lantai satu bangunan semi permanen ini mempunyai tembok berbahan batu bata. Tetapi, entah setiap rumah memakai pondasi cakar ayam atau tidak. Untuk menguatkan beban, rumah dua atau tiga lantai ini juga ditopang dengan kayu.

Pada lantai dua dan tiga, dinding bangunan sudah bukan lagi berbahan batu bata, melainkan seng atau tripleks. Meski begitu, ada pula rumah tingkat yang mempunyai dinding berbahan batu bata ringan dengan acian kasar.

Jarak rumah satu dengan yang lainnya sangat dekat. Bahkan ada yang nol sentimeter. Kondisi ini membuat cahaya matahari sulit masuk ke sela-sela.

Alhasil, kebanyakan warga menyalakan lampu di depan rumah meski saat siang hari. Saat kami mematikan lampu, suasana menjadi sangat gelap.

Saat berada di depan rumah warga dengan lebar berkisar 40 sentimeter, suasananya pengap dan gerah karena sirkulasi udara yang tidak baik. Ventilasi udara rumah warga juga tertutup dengan tembok kiri dan kanan.

"Beginilah realita permukiman kumuh milik warga miskin yang dekat dengan Istana Negara," celetuk Imron. 

Baca juga: Cerita Lupi Tukang Ojek Sampan Didera Perasaan Bersalah karena Tak Mampu Biayai Kuliah Anak

Di tengah penelusuran, tampak dua rumah warga yang penuh dengan sampah. Salah satu rumah sudah tidak berpenghuni karena pemilik telah meninggal dunia.

Sementara, satu rumah lainnya yang berada di pojok gang sudah rata dengan tanah. Kondisi ini dimanfaatkan warga sekitar untuk membuang sampah. Aromanya tidak sedap.

Sampah-sampah ini menumpuk, tidak pernah diangkut. Tembok yang sebelumnya dijadikan pondasi rumah bahkan telah retak karena saking banyaknya limbah.

"Warga yang tinggal di samping rumah ini, yang sekarang jadi tempat sampah, itu enggak kuat dengan baunya. Untuk sementara, akhirnya dia menumpang di rumah saudaranya yang tidak jauh dari sini," kata warga bernama Agus Yadi (51).

Terlepas dari hal tersebut, sampah-sampah plastik baik itu kemasan minuman atau yang lainnya juga berserakan di depan rumah warga. 

Baca juga: BPS DKI Ungkap Warga Miskin Ekstrem Terbanyak Berada di Jakarta Utara, Paling Sedikit di Barat

 

Miskin ekstrem

Berdasarkan data yang dihimpun dari Ketua RT masing-masing, sebanyak 243 KK di RW 12 yang tercatat sebagai penerima bantuan.

Kendati demikian, di luar data tersebut, masih banyak warga RW 12 yang seharusnya berhak menerima bantuan, tetapi tidak mendapatkannya.

Agus Yadi (51) termasuk salah satu warga RT 06/RW 12, Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat, yang kurang mampu dalam segi ekonomi.

Dia merupakan petugas keamanan di RW 12. Pekerjaan ini Agus jadikan sebagai mata pencarian utama dalam beberapa tahun terakhir.

Agus mempunyai dua anak yang salah satunya sudah menikah. Si bungsu melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Lampung. Dia tinggal bersama kakaknya. Sementara, istri Agus beberapa tahun lalu menghadap Sang Pencipta.

Dari pekerjaannya sebagai petugas keamanan ini, Agus menerima pendapatan Rp 500.000 per bulan.

"(Pekerjaan sampingan) paling kalau ada yang suruh jadi kuli bangunan. Itu selama satu hari atau dua hari, dapat Rp 200.000," ungkap Agus.

Baca juga: Mahfud Setuju Koruptor Dihukum Mati

Warga bernama Agus Yadi (51) saat ditemui Kompas.com di depan rumahnya, RT 06/RW 12, Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat, Kamis (25/4/2024).KOMPAS.com/BAHARUDIN AL FARISI Warga bernama Agus Yadi (51) saat ditemui Kompas.com di depan rumahnya, RT 06/RW 12, Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat, Kamis (25/4/2024).

Kalau sedang beruntung, Agus bisa mendapatkan satu juta per bulan. Tetapi, momen itu sangat jarang.

"(Rp 500.000 saya gunakan) untuk transfer anak di Lampung. Kalau lagi dapat Rp 1 juta, saya kirim Rp 500.000. Kalau dapat uang dari (menjadi petugas) keamanan doang, saya kirim ke keluarga Rp 300.000 atau Rp 400.000. Saya pegang Rp 100.000," ungkap Agus.

Merujuk Badan Pusat Statistik (BPS), seseorang yang memiliki standar pendapatan sebesar 351.957,4 per bulan masuk ke dalam kategori miskin ekstrem. Per Maret 2023 sendiri, tercatat 1,12 persen penduduk Indonesia masuk ke dalam kategori miskin ekstrem.

Agus melanjutkan, uang seadanya itu digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Tetapi, terkadang belum satu bulan juga sudah habis.

Untuk bertahan hidup, Agus mengandalkan uang dari pemberian orang lain atau memanfaatkan peluang yang ada di depan mata.

"Ya dari orang-orang saja, ada yang suruh ini, kadang dari Pak RW. Barang Rp 10.000, Rp 20.000, atau Rp 30.000 kan lumayan. Alhamdulillah," tutur Agus.

Sebelum petugas keamanan selama tiga tahun terakhir ini, Agus bekerja sebagai penjual barang rongsokan.

"Berhubung istri saya sudah meninggal, saya sudah enggak dagang lagi. Istri saya kan sudah meninggal, jadi tinggal anak, di sana, di Lampung," kata Agus.

Meski pendapatan seadanya, Agus mengaku tidak pernah sama sekali mendapatkan bantuan dari pemerintah. 

Baca juga: Jokowi Izinkan Warga Miskin Ekstrem Terima Bansos Lebih dari Satu Kali

Sebanyak empat kali dia mengajukan sebagai warga kurang mampu ke pemangku wilayah. Namun, nama tidak pernah keluar sebagai penerima.

"Enggak, enggak keluar nama. Makanya saya bingung, saya urus administrasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sudah empat kali. Tiga ke Kelurahan, satu ke Wali Kota," ujar Agus.

"Bikin tuh saya, saya tunggu, sudah berbulan-bulan, bertahun-tahun, enggak pernah keluar. Kok yang lain bisa dapat?" kata Agus melanjutkan.

Saat ditanya apakah dia mau mengurus administrasi lagi, Agus enggan. Dia sudah lelah dengan pemberian bantuan sosial yang tidak tepat sasaran.

"Urus kayak gitu kan butuh perangko yang enggak cukup satu. Uangnya lumayan, saya saja satu bulan pegang Rp 100.000. Lama-lama habis uang saya," pungkas Agus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rute KA Kertajaya, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Kertajaya, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Detik-detik Penjambret Ponsel di Jaksel Ditangkap Warga: Baru Kabur 100 Meter, Tapi Kena Macet

Detik-detik Penjambret Ponsel di Jaksel Ditangkap Warga: Baru Kabur 100 Meter, Tapi Kena Macet

Megapolitan
Pencuri Motor yang Sempat Diamuk Massa di Tebet Meninggal Dunia Usai Dirawat di RS

Pencuri Motor yang Sempat Diamuk Massa di Tebet Meninggal Dunia Usai Dirawat di RS

Megapolitan
Ratusan Personel Satpol PP dan Petugas Kebersihan Dikerahkan Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta

Ratusan Personel Satpol PP dan Petugas Kebersihan Dikerahkan Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta

Megapolitan
Alasan Warga Tak Amuk Jambret Ponsel di Jaksel, Ternyata “Akamsi”

Alasan Warga Tak Amuk Jambret Ponsel di Jaksel, Ternyata “Akamsi”

Megapolitan
Korban Jambret di Jaksel Cabut Laporan, Pelaku Dikembalikan ke Keluarga untuk Dibina

Korban Jambret di Jaksel Cabut Laporan, Pelaku Dikembalikan ke Keluarga untuk Dibina

Megapolitan
Penjambret di Jaksel Ditangkap Warga Saat Terjebak Macet

Penjambret di Jaksel Ditangkap Warga Saat Terjebak Macet

Megapolitan
Pencuri Motor di Bekasi Lepas Tembakan 3 Kali ke Udara, Polisi Pastikan Tidak Ada Korban

Pencuri Motor di Bekasi Lepas Tembakan 3 Kali ke Udara, Polisi Pastikan Tidak Ada Korban

Megapolitan
Ada Konser NCT Dream dan Kyuhyun, Polisi Imbau Penonton Waspadai Copet dan Tiket Palsu

Ada Konser NCT Dream dan Kyuhyun, Polisi Imbau Penonton Waspadai Copet dan Tiket Palsu

Megapolitan
Pencuri Motor di Bekasi Bawa Pistol, Lepaskan Tembakan 3 Kali

Pencuri Motor di Bekasi Bawa Pistol, Lepaskan Tembakan 3 Kali

Megapolitan
Teror Begal Bermodus 'Debt Collector', Nyawa Pria di Kali Sodong Melayang dan Motornya Hilang

Teror Begal Bermodus "Debt Collector", Nyawa Pria di Kali Sodong Melayang dan Motornya Hilang

Megapolitan
Jakpro Buka Kelas Seni dan Budaya Lewat Acara “Tim Art Fest” Mulai 30 Mei

Jakpro Buka Kelas Seni dan Budaya Lewat Acara “Tim Art Fest” Mulai 30 Mei

Megapolitan
Amankan 2 Konser K-Pop di GBK, Polisi Terjunkan 865 Personel

Amankan 2 Konser K-Pop di GBK, Polisi Terjunkan 865 Personel

Megapolitan
Ada Konser NCT Dream dan Kyuhyun, MRT Jakarta Beroperasi hingga Pukul 01.00 WIB

Ada Konser NCT Dream dan Kyuhyun, MRT Jakarta Beroperasi hingga Pukul 01.00 WIB

Megapolitan
Pastikan Masih Usut Kasus Pemerkosaan Remaja di Tangsel, Polisi: Ada Unsur Pidana

Pastikan Masih Usut Kasus Pemerkosaan Remaja di Tangsel, Polisi: Ada Unsur Pidana

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com