“Kebetulan, di kampung saya itu zaman dulu tertinggal, terus bikin masjid saja istilahnya dari sini (paguyuban), mula-mulanya juga saya yang mencari dana di sini untuk bikin masjid di kampung,” ujar Sugito.
“Setelah masjid itu jadi, setiap tahunnya, pas lebaran haji itu, kok enggak ada yang kurban, kayak enggak semarak, masjid selalu kosong, enggak ramai,” kata dia melanjutkan.
Berangkat dari gagasan itu, Sugito mengajak anggota paguyuban Warga Pelem Manunggal untuk berkurban dengan cara urunan.
Saat memberikan ide ini, Sugito mengucap syukur karena banyak anggota yang setuju, mengingat gagasan ayah tiga anak itu berhasil membangun Masjid As Sidiq dari hasil urunan.
“Alhamdulillah, itu banyak yang setuju. 'Di lingkungan sini (Jakarta), orang sudah banyak yang makan daging. Bagaimana kalau kita berkurban untuk di kampung? Kita gabungkan jadi satu. Di Kampung kan orang jarang makan daging'. Ya setuju, banyak yang setuju,” ungkap Sugito.
Ketika itu, hasil urunan hanya terkumpul Rp 6 juta. Tetapi, uang tersebut bisa membeli empat ekor kambing yang dulu hanya senilai Rp 1,5 juta.
“Nah, sampai sekarang, Alhamdulillah, sekarang pun di masjid yang kita bangun dan kita beri daging kurban itu, sekarang melimpah, istilahnya bisa melimpah, bisa ke tetangga lain,” pungkas Sugito.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.