Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andrean Rifaldo
Praktisi Perpajakan

Praktisi perpajakan. Tulisan yang disampaikan merupakan pendapat pribadi dan bukan merupakan cerminan instansi.

Mengurai Aturan Baru PBB Rumah di Jakarta

Kompas.com - 01/07/2024, 05:57 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEJUMLAH warga Jakarta tampaknya akan kembali mulai dikenakan kewajiban membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2). Pasalnya, terdapat perubahan dalam kebijakan yang mengatur pemberian fasilitas pembebasan PBB bagi rumah hunian.

Sebelumnya, kebijakan PBB di Provinsi DKI Jakarta diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) No. 23/2022. Dalam beleid tersebut, semua rumah tapak milik orang pribadi dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di bawah Rp 2 miliar diberikan fasilitas pembebasan PBB secara penuh.

Sementara untuk rumah yang nilainya Rp 2 miliar atau lebih, fasilitas pembebasan PBB tetap diberikan, namun hanya sebagian untuk tanah seluas 60 meter persegi dan bangunan seluas 36 meter persegi, ditambah pembebasan 10 persen dari sisa PBB yang terutang.

Keringanan tersebut, yang mulai berlaku sejak 2022, digodok kala Jakarta masih berada di bawah kepemimpinan Anies Baswedan. Tujuannya sebagai insentif dalam pemulihan ekonomi masyarakat pascapandemi.

Kebijakan itu sebenarnya merupakan perluasan dari fasilitas pembebasan PBB yang sudah ada sejak 2015.

Pertama kali dikenalkan oleh pemerintahan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok lewat Pergub No. 259/2015, batas nilai rumah yang memperoleh fasilitas masih lebih rendah, hanya sampai Rp 1 miliar. Namun, cakupannya lebih luas karena juga berlaku untuk rumah susun sederhana.

Kini, aturan fasilitas bebas PBB kembali diubah dengan terbitnya Pergub No. 16/2024 pada 30 Mei lalu. Ada perubahan pada batasan rumah yang berhak memperoleh fasilitas bebas PBB secara penuh.

Dalam peraturan anyar itu, fasilitas nol PBB tetap diberikan pada rumah dengan NJOP tidak melebihi Rp 2 miliar, namun dibatasi hanya untuk satu rumah saja per orang.

Jika memiliki lebih dari satu rumah yang nilainya di bawah Rp 2 miliar, pembebasan penuh PBB hanya diberikan pada rumah yang NJOP-nya paling besar.

Selain itu, pemilik rumah juga diharuskan sudah memutakhirkan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada Sistem Informasi Manajemen (SIM) PBB, dengan menggunakan NIK yang namanya sesuai pemilik pada sertifikat dan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB-P2.

Untuk rumah kedua, ketiga, dan seterusnya yang NJOP-nya tidak melebihi Rp 2 miliar, fasilitas pembebasan pokok PBB tetap diberikan, namun hanya separuhnya saja atau sebesar 50 persen (Harian Kompas, 19/6/2024).

Sebagai ilustrasi, jika seseorang memiliki dua unit rumah dengan NJOP masing-masing sebesar Rp 1,5 miliar dan Rp 1 miliar, Maka pembebasan penuh PBB hanya diberikan pada rumah senilai Rp 1,5 miliar karena nilainya yang paling tinggi.

Sementara untuk rumah yang nilainya Rp1 miliar, PBB akan terutang dengan tarif efektif sebesar 0,2 persen dari NJOP, atau senilai Rp 2 juta jika tidak memperhitungkan NJOP Tidak Kena Pajak (NJOPTKP).

Namun, karena ada fasilitas pembebasan 50 persen, pemilik rumah hanya diwajibkan membayar separuhnya saja atau sebesar Rp 1 juta.

Mayoritas warga Jakarta sebenarnya tidak akan terdampak dari adanya aturan baru ini. Yakni, bagi masyarakat yang hanya punya satu rumah yang nilainya tidak melebihi Rp 2 miliar, atau memiliki satu atau lebih rumah mewah yang nilainya tidak di bawah Rp 2 miliar.

Kebijakan baru ini sebenarnya merupakan reformulasi batas penerima fasilitas pembebasan PBB agar lebih tepat sasaran, khususnya untuk kepemilikan rumah pada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Pembatasan fasilitas nol PBB pada satu rumah ditujukan untuk menyaring masyarakat ekonomi atas yang punya lebih dari satu rumah, yang umumnya ditujukan bukan untuk dihuni, melainkan sebagai sarana investasi properti dan sumber penghasilan pasif.

Praktik investasi properti seperti ini menjadi salah satu pemicu krisis hunian yang seakan menjadi persoalan tak kunjung terpecahkan di Jakarta.

Meski nantinya tidak lagi menyandang status ibu kota negara, predikat Jakarta sebagai kota dengan kepadatan tertinggi mestinya masih akan terus melekat.

Sebagai analogi, jika dibandingkan dengan Banten, luas Jakarta sebenarnya tidak sampai 10 persen. Namun, jumlah penduduk yang tinggal di kedua provinsi bertetangga ini hampir tidak jauh berbeda.

Di Banten, terdapat 3 juta rumah tangga yang mendiami lahan seluas 966.200 hektare. Sebaliknya di Jakarta, setidaknya ada 2,8 juta rumah tangga mendiami wilayah yang hanya seluas 66.100 hektare.

Arus migrasi masuk Jakarta yang terus positif juga ikut memperpanjang krisis hunian. Meski kepadatan penduduk sudah tinggi, pasca-Lebaran 2024 lalu, Jakarta diperkirakan kedatangan lagi setidaknya 15.000 orang pendatang baru (Harian Kompas, 17/4/2024).

Akibatnya, meski jumlah rumah di Jakarta diperkirakan telah tembus 2 juta unit, angka kekurangan hunian (backlog) diyakini masih tetap tinggi sebanyak 1,3 juta unit (Harian Kompas, 7/8/2023).

Dengan persoalan minimnya lahan yang tidak mencukupi kepadatan penduduk, praktik investasi properti dituding ikut mengurangi jumlah hunian yang tersedia sehingga harga hunian terus melambung tinggi.

Dalam Statistik Perumahan dan Pemukiman 2022, tercatat sebanyak 7,82 persen keluarga nasional memiliki rumah lebih dari satu.

Setidaknya 20 persen di antaranya memiliki rumah yang dibiarkan kosong dan tidak berpenghuni. Padahal, hampir 50 persen rumah tangga di Jakarta belum mempunyai hunian sendiri.

Investasi lahan yasan (real estate) memang menjadi pilihan prospektif karena harga properti yang terus meningkat setiap tahunnya. Namun, investasi seperti ini justru merugikan masyarakat yang benar-benar membutuhkan rumah untuk tempat tinggal.

Bukan hanya di Jakarta, polemik seperti ini juga terjadi di Singapura. Banyaknya warga asing yang berinvestasi di sektor properti, justru membuat penduduk lokal kesulitan memiliki hunian karena harga beli dan sewa rumah semakin tidak terjangkau.

Alhasil, sebagaimana pernah saya bahas dalam artikel “Solusi Fiskal Tangani Krisis Tempat Tinggal” (Kompas.com, 14/6/2023), mengetatkan aturan pajak properti menjadi pendekatan yang diambil pemerintah Singapura untuk menurunkan investasi berlebihan.

Sejak April 2023, pajak atas properti yang dimiliki warga asing naik dua kali lipat, dari semula 30 persen menjadi 60 persen. Selain itu, mulai tahun depan, pemerintah Singapura juga berencana meringankan pajak bagi properti kelas menengah ke bawah.

Berkaca dari hal tersebut, keputusan pemerintah Jakarta merevisi batasan pembebasan PBB sebenarnya sangat tepat bila ditujukan mendorong keadilan seperti yang disampaikan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta, Lusiana Herawati (Kompas.com, 18/6/2024).

Dengan adanya pembatasan satu rumah, masyarakat yang memiliki banyak properti kini harus membayar tambahan biaya pajak setiap tahunnya.

Jika tidak dibatasi, maka praktik investasi properti berisiko terus meningkat karena masyarakat ekonomi atas dapat terus membeli rumah terjangkau di bawah Rp 2 miliar tanpa harus membayar pajak tahunan apapun.

Di sisi lain, bertambahnya penerimaan PBB juga berpotensi menyediakan tambahan anggaran yang bisa dimanfaatkan untuk program penyediaan hunian terjangkau, maupun mendanai subsidi sewa dan pemeliharaan rumah susun yang telah ada.

Ini sangat mungkin melihat PBB senantiasa menjadi sumber penerimaan pajak daerah terbesar kedua di DKI Jakarta setelah Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).

Sepanjang 2023, realisasi PBB P2 mencapai Rp 9,04 triliun, menyumbang 20 persen dari total penerimaan pajak daerah di DKI Jakarta yang mencapai Rp 43,5 triliun.

Oleh karena itu, jika benar-benar berjalan efektif, maka aturan baru PBB rumah bisa menjadi salah satu upaya menciptakan keadilan memiliki hunian di Jakarta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Heru Budi Bisa Saja Ikut Pilkada, tapi Dianggap Sulit Diusung Partai Politik

Heru Budi Bisa Saja Ikut Pilkada, tapi Dianggap Sulit Diusung Partai Politik

Megapolitan
Polda Metro Periksa Pendeta Gilbert dalam Kasus Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Periksa Pendeta Gilbert dalam Kasus Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
SMPN 3 Depok Disebut Pertimbangkan Kembali Terima Atlet Senam Berprestasi yang Tak Lolos PPDB

SMPN 3 Depok Disebut Pertimbangkan Kembali Terima Atlet Senam Berprestasi yang Tak Lolos PPDB

Megapolitan
Laptop Setengah Hangus dan 3 Cincin Hitam Jadi Kenang-kenangan Kebakaran Rumah di Kampung Bali

Laptop Setengah Hangus dan 3 Cincin Hitam Jadi Kenang-kenangan Kebakaran Rumah di Kampung Bali

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, 5 Juli 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, 5 Juli 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Horor' di Jakarta pada Rabu Sore: Banjir, Pohon Tumbang, dan Macet Jadi Satu | Rajinnya Gibran Blusukan di Jakarta

[POPULER JABODETABEK] Horor" di Jakarta pada Rabu Sore: Banjir, Pohon Tumbang, dan Macet Jadi Satu | Rajinnya Gibran Blusukan di Jakarta

Megapolitan
Pengemudi Mobil Pelat Dinas Cekcok dengan Sopir Taksi di Kolong Simpang Susun Semanggi

Pengemudi Mobil Pelat Dinas Cekcok dengan Sopir Taksi di Kolong Simpang Susun Semanggi

Megapolitan
Dinas PPAPP Jakarta Periksa Psikologis Perempuan di Cengkareng yang Dijual Pacarnya untuk Open BO

Dinas PPAPP Jakarta Periksa Psikologis Perempuan di Cengkareng yang Dijual Pacarnya untuk Open BO

Megapolitan
SMPN 3 Depok Gelar Audiensi dengan Orangtua Atlet Senam Berprestasi yang Gagal Lolos PPDB

SMPN 3 Depok Gelar Audiensi dengan Orangtua Atlet Senam Berprestasi yang Gagal Lolos PPDB

Megapolitan
Cerita Yanwar, Kantongi Uang Rp 1 Juta Per Minggu dari Jualan Kopi Keliling

Cerita Yanwar, Kantongi Uang Rp 1 Juta Per Minggu dari Jualan Kopi Keliling

Megapolitan
Pohon Setinggi 15 Meter Tumbang Timpa Bedeng Milik Warga di Cakung

Pohon Setinggi 15 Meter Tumbang Timpa Bedeng Milik Warga di Cakung

Megapolitan
Polisi Buru Pria Paruh Baya yang Diduga Lecehkan Wartawan di Alun-alun Bogor

Polisi Buru Pria Paruh Baya yang Diduga Lecehkan Wartawan di Alun-alun Bogor

Megapolitan
Pengguna Transportasi Publik di Jakarta Hanya 18,86 Persen

Pengguna Transportasi Publik di Jakarta Hanya 18,86 Persen

Megapolitan
45 Bungkus Teh China Isi Sabu Hasil Penggerebekan di RS Fatmawati Diduga dari Jaringan Internasional

45 Bungkus Teh China Isi Sabu Hasil Penggerebekan di RS Fatmawati Diduga dari Jaringan Internasional

Megapolitan
Sempat Halangi Akses Warga, Pohon Tumbang di Cakung Barat Kini Sudah Dievakuasi

Sempat Halangi Akses Warga, Pohon Tumbang di Cakung Barat Kini Sudah Dievakuasi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com