Meski jasa ojek muncul karena adanya kebutuhan dan pasar, Shafruhan membayangkan ojek akan mengucilkan pasar angkutan umum yang lebih aman daripada ojek. [Baca: Ojek Bukan Transportasi yang Pas di Jakarta]
"Otomatis karena diberi peluang oleh penguasa, (warga) yang tadinya tidak (bekerja) sebagai pengojek bisa berbondong-bondong jadi pengojek dan ikut bergabung ke ojek aplikasi. Akhirnya, nanti pertumbuhan ojek sulit terkendali. Dampaknya nanti juga akan ke penguasa dalam menertibkannya. Kemudian, bagaimana dengan pengusaha angkutan umum yang resmi," kata Shafruhan kepada Kompas.com, Kamis (30/7/2015).
Menurut dia, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Tito Karnavian selayaknya dapat melihat dan mengkaji lebih dalam mengenai kebijakan operasional sepeda motor yang dijadikan alat transportasi.
Sebab, kendaraan roda dua lebih berpotensi menimbulkan kecelakaan di jalanan, apalagi di Jakarta. Harus ada kebijakan yang jelas untuk menjamin keamanan dan kenyamanannya. [Baca: Ahok Prediksi Lambat Laun Ojek Akan Hilang]
"Jangan sampai kebijakan sementara yang diberikan untuk roda dua jadi angkutan umum menimbulkan masalah pada kemudian hari. Tingkat risikonya sangat tinggi, terlebih lagi yang menyangkut aman dan nyaman," kata Shafruhan.
Sebelumnya, pada Rabu (29/7/2015) lalu, Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama bersama Irjen Tito Karnavian sepakat akan memberi izin ojek konvensional maupun ojek berbasis aplikasi teknologi untuk beroperasi di Ibu Kota. [Baca: Ahok dan Kapolda Metro Sepakat Ojek Diperbolehkan]
Basuki berpendapat, layanan ojek menjadi kebutuhan tersendiri bagi warga Jakarta untuk mendukung rutinitas mereka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.