JAKARTA, KOMPAS.com – Dari sederet catatan soal kurangnya ruang terbuka hijau di Jakarta, warga Tanjung Duren Utara boleh berbangga hati. Mereka memiliki satu taman yang dikelilingi pohon-pohon besar berusia puluhan tahun.
Taman Rambutan RW 04 Tanjung Duren Utara, begitu orang menyebutnya. Taman yang berdiri di atas lahan seluas 2.400 meter persegi itu bagai oase di tengah padatnya rumah penduduk.
Bagian depan taman diisi fasilitas bermain anak, seperti ayunan, seluncuran, dan jungkit-jungkit. Di bagian belakang, ada lapangan futsal dan blok air mancur.
Kalau sore, warga kerap datang untuk duduk-duduk, sekadar menikmati semilir angin di taman itu. Saat akhir pekan, taman itu biasanya ramai sejak pagi.
Taman itu seolah menjadi kebanggaan warga Tanjung Duren Utara. Namun, kebanggaan itu pun sirna.
“Lokasi ini kebanggan kami (warga), tetapi dulu,” ujar Ketua RW 04 Tanjung Duren Utara Suzanto Sumaryono (64) ditemui Rabu, (18/1/2017).
Jerih payah warga
Kini, Taman Rambutan berubah nama menjadi Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Tanjung Duren. Suzanto mengawali ceritanya dengan menghela napas.
“Taman Rambutan adalah bagian dari sejarah dan jerih payah kami sebagai warga sini,” ujarnya.
(Baca juga: Faktor Keamanan Jadi Alasan Orangtua Membawa Anaknya Bermain di RPTRA)
Waktu itu, 1970-an, saat lokasi taman masih berupa rawa, tak ada orang yang meliriknya. Bahkan, tempat itu sering dijadikan lokasi pembuangan sampah.
Seiring waktu, pada 1976, warga bersepakat untuk menguruk rawa. Harapannya, lahan bisa digunakan sewaktu-waktu.
Sepuluh tahun kemudian, tanah mulai keras. Didirikanlah sekretariat RW di lahan itu.
“Lalu, warga kembali berpikir untuk memanfaatkannya. Ada yang berjualan kaki lima, dan taruh kandang ayam di sana,” ujar Suzanto.
Keadaan terus bergulir sampai Suzanto menjabat sebagai Ketua RW 04 Tanjung Duren. Terlintas dalam pikirannya untuk menata taman di lokasi itu.
“Lokasinya berseberangan dengan masjid, harus ditata agar rapi dan pantas dilihat. Kalau diisi pedagang kaki lima kan rawan ada preman, saya tidak mau,” ujarnya.
Setelah memberi pengertian pada beberapa pihak, lahan itu dikosongkan kembali. Pada 2008, Suzanto mengumpulkan warga, memberi tahu keinginannya untuk membuat taman.
Ia pun memperlihatkan rencana rancang bangunnya kepada warga. “Tempat itu bisa jadi ruang publik. Selain taman bermain anak, rencananya akan ada aula. Saya perlihatkan rancang bangunnya,” kata dia.
Adapun aula berguna untuk pertemuan warga. Tak hanya itu, di sana juga akan dibuat bangunan permanen untuk kegiataan posyandu dan sekolah pendidikan anak usia dini (PAUD).