Padahal, menurut dia, setiap tahunnya, BPK biasanya memberi salinan buku LHP kepada Gubernur serta memberi kesempatan Gubernur untuk berpidato. Hal itu sama seperti yang dilakukan Basuki saat tahun 2014 lalu ketika menerima LHP tahun anggaran 2013.
"Maksud saya, itu enggak lazim saja. Bagaimana bertahun-tahun laporan itu harus diserahkan kepada kepala daerah melalui sidang paripurna tiba-tiba tidak tertulis (laporan diserahkan ke Gubernur). Ini begitu serius, satu buku buat DPRD dan satu buku buat Gubernur," kata Basuki di Balai Kota, Selasa (14/7/2015).
Kesepakatan antara BPK dan DPRD tercantum dalam surat kesepakatan bersama antara BPK dan DPRD Nomor 497/KB/I-XIII.2/12/2010 tentang penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPRD DKI Jakarta.
Basuki tak habis pikir mengapa BPK menerjemahkan LHP itu hanya diserahkan kepada DPRD. Basuki menganggap surat keputusan bersama antara BPK dan DPRD merupakan permainan politik.
"Oknumnya di BPK yang saya kritisi. Ini gila, BPK sama DPRD 'main', sengaja main politik. Makanya, saya bilang ini ada apa, sampai BPK membuat sebuah kesepakatan demi supaya tidak menyerahkan hasil pemeriksaan kepada Gubernur," kata Basuki.
Basuki telah mengonfirmasi hal ini kepada anggota V BPK RI, Moermahadi Soerja Djanegara, yang memberi laporan saat paripurna. Basuki mengaku kasihan kepada Moermahadi karena dia sendiri tidak tahu mengapa bisa sampai Gubernur tidak menerima LHP dan menyampaikan pidato di paripurna.
"Kasihan Pak Moer, beliau baik banget orangnya. Tapi, oknum (BPK) yang lain itu, kalau enggak demen sama saya, saya sih seneng-seneng saja. Saya harap kamu juga enggak demen sama saya kok. Kalau kamu enggak demen saya, kan ketahuan 2014 banyak maling, banyak yang belum diperiksa," kata Basuki.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.