JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengungkit pasal kontribusi tambahan yang dulu diperjuangkannya saat menyusun dasar hukum reklamasi pantai utara Jakarta. Ahok mengatakan, Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) saat itu tak kunjung disahkan karena disandera DPRD terkait adanya pasal tentang kontribusi tambahan tersebut.
"Iya itu yang disandera oknum DPRD. Hanya pasal soal 15 persen aja DPRD tidak mau ketok palu, khususnya Taufik cs dan Sanusi," kata Ahok kepada Kompas.com, Rabu (19/6/2019).
Ahok mempertanyakan alasan DPRD menolak kewajiban kontribusi tambahan sebesar 15 persen yang diajukannya. Padahal, kata Ahok, kontribusi tambahan itu penting untuk membangun infrastruktur DKI Jakarta. Ia mengeklaim, dunia usaha tak ada yang menolak usulan itu.
Baca juga: M Taufik Bantah Ahok soal Kontribusi Tambahan 15 Persen untuk Pengembang Reklamasi
"Ada apa dengan oknum DPRD menolak 15 persen kontribusi tambahan buat Pemda DKI untuk membangun infrastruktur? Dan para pengembangnya mayoritas BUMD DKI dan swasta tidak ada yang keberatan dikenakan tambahan kontribusi 15 persen tersebut," ujar Ahok.
Dia pun menuding ada motif tertentu di balik penolakan usulan itu oleh DPRD.
"Apa oknum DPRD berpikir mau nekan pengusaha reklamasi agar tidak dapat IMB? Sekaligus nawarin nego 15 persen? Tanya ke Taufik aja yang mimpin bahas perda tersebut!" kata Ahok.
Taufik yang dimaksud Ahok adalah Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik.
Dengan "tersanderanya" Perda RZWP3K itu membuat Ahok akhirnya menerbitkan Pergub 206/2016 tentang Panduan Rancang Kota untuk melegalkan pembanguanan di pulau reklamasi.
Ia merasa kini dikambinghitamkan oleh Gubernur DKI Anies Baswedan yang telah menerbitkan izin mendirikan bangunan (IMB) untuk 932 bangunan yang telah didirikan di Pulau D.
Di Pulau D terdapat 932 bangunan yang terdiri dari 409 rumah tinggal dan 212 rumah kantor (rukan). Ada pula 311 rukan dan rumah tinggal yang belum selesai dibangun.
Bangunan-bangunan itu sempat disegel oleh aparata Pemprov DKI pada awal Juni 2018 karena disebut tak memiliki IMB.
Langkah penerbitan IMB itu menuai protes dari DPRD DKI Jakarta. Penerbitan IMB di pulau reklamasi dinilai tak sesuai prosedur karena belum ada dasar hukum berupa perda untuk mengaturnya.
Anies beralasan IMB terbit tanpa perda karena Ahok telah memberikan celah hukum yakni Pergub 206/2016 tentang Panduan Rancang Kota.
Anies menjelaskan bahwa ia menerima laporan dari bawahannya soal alasan penerbitan pergub alih-alih mengupayakan perda yang kedudukannya lebih tinggi.
Menurut jajaran di bawahnya, pembahasan perda terpaksa berhenti. Sebab, Ketua Komisi D DPRD DKI saat itu, Sanusi, tertangkap tangan oleh KPK ketika menerima suap dari pengembang reklamasi, yakni Presiden Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja.