Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Laporan ProDem soal Luhut dan Erick Thohir Diduga Terlibat Bisnis Tes PCR Ditolak Polisi

Kompas.com - 15/11/2021, 17:44 WIB
Tria Sutrisna,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaringan Aktivis ProDemokrasi (ProDem) mengatakan bahwa laporan kepolisian yang dilayangkannya terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan serta Menteri BUMN Erick Thohir ditolak.

ProDem diketahui mendatangi Mapolda Metro Jaya pada Senin (15/11/2021) untuk melaporkan Luhut dan Erick terkait bisnis polymerase chain reaction (PCR) dalam rangka penanganan Covid-19.

Ketua Majelis Jaringan Aktivis ProDem Iwan Sumule mengatakan, pihaknya diminta mengajukan surat pemberitahuan terlebih dahulu jika ingin membuat laporan kepolisian.

"Baru kali ini orang mau laporan disuruh bikin surat dulu. Surat itu ditujukan ke pimpinan menurut mereka. Pimpinan ya Kapolda. Kami disuruh membuat surat terlebih dahulu," ujar Iwan kepada wartawan, Senin.

Baca juga: Hendak Diadukan ke Polisi Terkait Dugaan Bisnis Tes PCR, Luhut B Pandjaitan: Silakan Diaudit Saja

Iwan mengaku tidak mengetahui secara pasti alasan kepolisian meminta ProDem untuk terlebih dahulu membuat surat pemberitahuan tersebut.

Pasalnya, belum pernah ada prosedur yang mewajibkan setiap warga melayangkan surat pemberitahuan jika ingin membuat laporan kepolisian.

"Baru kali ini ada kelompok masyarakat ingin melakukan pengaduan atas tindak pidana yang dilakukan penyelenggara negara harus bikin surat dulu kepada pimpinan Polda," kata Iwan.

Meski begitu, kata Iwan, ProDem tetap akan berupaya melaporkan Luhut dan Erick atas dugaan keterlibatan keduanya dalam bisnis tes PCR.

"Kami harus terus cari keadilan. Kalau di sini tidak bisa, ya kami akan laporkan ke Mabes Polri," kata Iwan.

Baca juga: Bakal Dilaporkan soal Bisnis PCR, Luhut: Bicara Pakai Data, Jangan Pakai Perasaan

Iwan meyakini bahwa Luhut maupun Erick telah melakukan tindakan kolusi dan nepotisme dalam hal pengadaan tes PCR untuk penanggulangan pandemi Covid-19.

"Kan sudah jelas bahwa Luhut itu sudah mengakui bahwa dia memiliki saham di PT GSI. Dia selaku penyelenggara negara, di situ ada unsur nepotisme, kolusi, bahwa PT GSI dapat proyek tes PCR," ungkap Iwan.

"Sama juga Erick Tohir, kalau Yayasan Adaro Bangun Negeri, di mana kakak kandungnya itu juga dapat proyek pengadaan tes PCR," sambungnya.

Iwan Sumule sebelumnya mengatakan, pihaknya akan melaporkan Luhut dan Erick atas dugaan pelanggaran Pasal 5 angka 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Baca juga: Mediasi dengan Haris Azhar dan Fatia Gagal, Luhut: Ketemu di Pengadilan Saja

Menurut Iwan, pasal tersebut dapat menjerat Luhut dan Erick yang diduga terlibat dalam bisnis tes PCR dalam penanggulangan pandemi Covid-19.

"Bisa menjerat Luhut dan Erick terkait kolusi dan nepotisme. Ancaman hukuman terhadap pelaku kolusi dan nepotisme yang diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 Pasal 21 dan 22 cukup tinggi. Penjara minimal dua tahun dan maksimal 12 tahun," ujar dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut di Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut di Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi di Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com