JAKARTA, KOMPAS.com - Festival musik "Berdendang Bergoyang" di Istora Senayan, Jakarta Pusat, terpaksa dibubarkan pihak kepolisian sekitar pukul 22.00 WIB, Sabtu (29/10/2022).
Acara tersebut sejatinya berlangsung selama tiga hari, mulai 28 hingga 30 Oktober 2022.
Namun, baru dua hari festival musik akbar yang mengundang puluhan penyanyi itu terselenggara, petugas polisi sudah membubarkannya.
Baca juga: 2 Alasan Disparekraf DKI Izinkan Konser Berdendang Bergoyang yang Berujung Disetop
Festival musik tersebut dihentikan paksa karena jumlah penonton sudah melebihi kapasitas Istora Senayan Jakarta.
Bahkan, kondisi saat itu mulai memanas karena penonton terus berdesak-desakan.
Berikut beberapa tanggapan pakar terkait insiden kekacauan di festival musik "Berdendang Bergoyang" itu.
Psikolog sosial asal Solo, Hening Widyastuti, mengatakan, kekacauan Berdendang Bergoyang Festival merupakan luapan euforia masyarakat pasca-pandemi Covid-19.
Penonton yang hadir dalam acara tersebut mencapai 21.000 orang, padahal izin kerumunan atas acara tersebut hanya diperuntukkan 3.000 orang.
"Ini sebagai bentuk euforia dari masyarakat itu sendiri karena merasa selama ini kan dikekang (penyesuaian peraturan pandemi Covid-19)," kata Hening kepada Kompas.com, Senin (31/10/2022)
Euforia masyarakat itu jelas terjadi karena ada rasa ingin bahagia, melampiaskan kebahagiaan, setelah memendam atau menahan diri beradaptasi dengan berbagai aturan ketat selama pandemi Covid-19.
Saat ini, pandemi Covid-19 belum dinyatakan berakhir, tetapi berbagai kegiatan atau aktivitas berkumpul masyakarat telah diperbolehkan.
Termasuk salah satunya menyelenggarakan konser-konser musik ataupun pesta juga telah diperbolehkan.
"Iya jadi itu bentuk rasa kebahagiaan, rasa senang yang terlalu luar biasa, itu kan sangat membahayakan sebetulnya seperti itu," kata Hening.
Baca juga: Konser Berdendang Bergoyang Lebihi Kapasitas, Komisi B DPRD DKI Akan Panggil Disparekraf
Terlebih pada saat konser seperti insiden Berdendang Bergoyang Festival tersebut, euforia itu semakin besar karena individu-individu yang mungkin merasakan hal yang sama berkumpul di sana.
Dengan begitu, energi dan hampir semua rasa dari pelampiasan emosi mereka akan menjadi satu sehingga bisa memicu situasi seperti itu.