Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Darurat Pengetatan Batas Emisi Pembangkit Listrik dan Industri demi Kualitas Udara Jakarta dan Sekitarnya

Kompas.com - 15/08/2023, 17:37 WIB
Larissa Huda

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kualitas udara di Jakarta secara konsisten menempati posisi kota dengan polusi udara terparah di dunia beberapa waktu terakhir.

Berdasarkan situs pemantau kualitas udara IQAir, DKI Jakarta menjadi kota dengan kualitas udara terburuk nomor dua di dunia hari ini, Selasa (15/8/2023), pada pukul 05.43 WIB.

Kepala Divisi Pengendali Lingkungan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Fajri Fadhillah mengatakan, pemerintah harus segera memperketat batas emisi untuk pembangkit dan industri di sekitar Jakarta.

Baca juga: Kualitas Udara Jakarta Tak Layak Hirup Juga Disebabkan 16 PLTU di Sekitarnya, Ini Penjelasannya

"Ini akan memberikan dampak perbaikan kualitas udara dan kesehatan publik tidak hanya untuk masyarakat di Jakarta," ucap Fajri kepada Kompas.com, Selasa (15/8/2023).

"Tetapi juga masyarakat yang berkegiatan di area dekat pembangkit dan industri tersebut," ucap Fajri melanjutkan.

Setidaknya ada 16 PLTU berbasis batu bara yang berada tak jauh dari Jakarta. Menurut sebarannya, sebanyak 10 PLTU berlokasi di Banten, sedangkan enam PLTU di Jawa Barat.

Di sisi lain, berdasarkan studi oleh lembaga riset Center for Research of Energy and Clean Air (CREA), ada sekitar seratus fasilitas industri yang beroperasi di Jawa Barat dan Banten.

Baca juga: Kualitas Udara Ibu Kota Buruk, Pemprov DKI Diminta Tegas ke Industri Bandel

Meskipun wilayah Jakarta belum dipastikan sebagai penerima emisi terbesar dari industri dan pembangkit listrik itu, polusi udara sudah parah akibat sumbangan emisi dari kendaraan bermotor.

Menurut Fajri, kontribusi nitrogen dioksida dan karbon monoksida dari kendaraan bermotor memang cukup tinggi, yaitu 90 persen.

Namun, kata Fajri, hal penting yang perlu disoroti bahwa industri dan pembangkit listrik itu merupakan kontributor utama untuk sulfur dioksida.

Interaksi sulfur dioksida dan nitrogen di atmosfer akhirnya akan membentuk secondary PM 2.5 atau debu halus.

Baca juga: Menanti Langkah Konkret Pemerintah Perbaiki Kualitas Udara di Jabodetabek, Jangan Sekadar Janji

"Lebih baik pemerintah perketat pengendalian emisi dari sumber tidak bergerak untuk dapatkan perbaikan kualitas udara yang lebih maksimal," ujar Fajri.

Di sisi lain, pengetatan baku emisi di pembangkit listrik dan industri relatif lebih mudah dibandingkan dengan mengendalikan emisi dari kendaraan bermotor yang jumlahnya banyak.

Dikutip dari situs pemantau kualitas udara IQAir, pukul 05.43 WIB tadi pagi, indeks kualitas udara di Ibu Kota berada di angka 165 AQI US, masuk kategori tidak sehat.

Adapun konsentrasi polutan tertinggi dalam udara Jakarta hari ini yakni PM 2.5. Angka Konsentrasi itu 16,4 kali nilai panduan kualitas udara tahunan World Health Organization (WHO).

(Penulis : Muhammad Naufal | Editor : Nursita Sari)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Megapolitan
BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

Megapolitan
Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Megapolitan
Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Mahasiswanya Tewas Dianiaya Senior, Ketua STIP: Tak Ada Perpeloncoan, Murni Antar Pribadi

Mahasiswanya Tewas Dianiaya Senior, Ketua STIP: Tak Ada Perpeloncoan, Murni Antar Pribadi

Megapolitan
Fakta-fakta Kasus Pembunuhan Mayat dalam Koper di Cikarang

Fakta-fakta Kasus Pembunuhan Mayat dalam Koper di Cikarang

Megapolitan
Bagaimana jika Rumah Potong Belum Bersertifikat Halal pada Oktober 2024? Ini Kata Mendag Zulhas

Bagaimana jika Rumah Potong Belum Bersertifikat Halal pada Oktober 2024? Ini Kata Mendag Zulhas

Megapolitan
Tewasnya Mahasiswa STIP di Tangan Senior, Korban Dipukul 5 Kali di Bagian Ulu Hati hingga Terkapar

Tewasnya Mahasiswa STIP di Tangan Senior, Korban Dipukul 5 Kali di Bagian Ulu Hati hingga Terkapar

Megapolitan
Fenomena Suhu Panas, Pemerintah Impor 3,6 Juta Ton Beras

Fenomena Suhu Panas, Pemerintah Impor 3,6 Juta Ton Beras

Megapolitan
Pengemudi HR-V yang Tabrak Bikun UI Patah Kaki dan Luka di Pipi

Pengemudi HR-V yang Tabrak Bikun UI Patah Kaki dan Luka di Pipi

Megapolitan
Bakal Cek Tabung Gas, Zulhas: Benar Enggak Isinya 3 Kilogram?

Bakal Cek Tabung Gas, Zulhas: Benar Enggak Isinya 3 Kilogram?

Megapolitan
Mendag Tegaskan Rumah Potong Ayam Harus Bersertifikat Halal Oktober 2024, Tidak Ada Tawar-tawar Lagi

Mendag Tegaskan Rumah Potong Ayam Harus Bersertifikat Halal Oktober 2024, Tidak Ada Tawar-tawar Lagi

Megapolitan
Mobil Mahasiswa Tabrak Bus Kuning UI, Saksi: Penumpangnya 3, Cowok Semua

Mobil Mahasiswa Tabrak Bus Kuning UI, Saksi: Penumpangnya 3, Cowok Semua

Megapolitan
Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper: Setubuhi dan Habisi Korban, lalu Curi Uang Kantor

Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper: Setubuhi dan Habisi Korban, lalu Curi Uang Kantor

Megapolitan
Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com