JAKARTA, KOMPAS.com - Meriam Si Jagur merupakan salah satu koleksi Museum Sejarah Jakarta yang dibuat oleh seorang Portugis bernama Manuel Tavares Boccaro pada 1625.
Mulanya, meriam itu dibuat di Macau, China. Setelah itu, dibawa ke Benteng Malaka, Malaysia.
"Kala itu, Portugis menguasai Malaka. Kemudian, ketika Belanda berhasil mengalahkan Portugis di Malaka, dibawa oleh Bangsa Belanda ke Batavia," kata Kepala Unit Pengelola Museum Kesejarahan Jakarta Esti Utami kepada Kompas.com melalui telepon, Kamis (8/2/2024).
Belanda menempatkan Meriam Si Jagur itu di salah satu bastion atau Kastil Batavia untuk menjaga keamanan dari serangan musuh tertentu.
Baca juga: Sejarah Museum Tekstil Jakarta dan Koleksinya
Saat pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels abad 19, pemerintahan VOC bergeser ke arah selatan, Weltevreden.
Hal itu menyebabkan Kastil Batavia dihancurkan dan meriam ini terbengkalai.
"Sampai akhirnya tahun 1936 ada lembaga Jawatan Purbakala Hindia-Belanda itu berupaya menyelamatkan meriam ini," papar Esti.
Setelah masa kemerdekaan, Meriam Si Jagur dipindah ke Museum Jakarta Lama (kini Museum Wayang).
Lalu, saat Museum Jakarta Lama diserahkan ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, nama museum diganti menjadi Museum Sejarah Jakarta.
"Akhirnya, meriam itu dipindah juga oleh Gubernur Ali Sadikin ke Taman Fatahillah di posisi yang sekarang ini," tutur dia.
Selain itu, meriam ini juga telah ditetapkan sebagai benda jagat budaya melalui SK Gubernur Provinsi DKi Jakarta No 171 Tahun 2021.
Ada beberapa makna dari nama Meriam Si Jagur. Salah satunya, ada yang menyebut nama itu berasal dari pabrik pembuatnya.
“Pabrik pembuatnya yaitu St Jago de Barra. Jago de Barra menjadi Jagur,” ucap Esti.
Kemudian, ada versi lain yang menceritakan bahwa nama itu diambil dari bunyi yang ditimbulkan meriam ini saat ditembakkan.
“Lantaran bunyinya jegar-jegur saat ditembakkan,” celetuk dia.