Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pimpinan DPRD Minta Pemprov DKI Tak Ragu Turunkan Tarif PBB

Kompas.com - 01/09/2015, 17:19 WIB
Jessi Carina

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPRD DKI Triwisaksana meminta Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) berpendapat sumber pendapatan dari 13 jenis pajak bersifat segmentif. Akan tetapi, ada satu jenis pajak yang tidak hanya dikenakan kepada pihak tertentu saja melainkan untuk seluruh masyarakat.

"Kalau melihat 13 pajak ada beberapa yang sangat segmented. Seperti pajak kendaraan bermotor, pajak reklame, dan pajak hotel. Tetapi ada satu pajak yang menyangkut semua segmen masyarakat yaitu pajak bumi bangunan (PBB). Jadi kalau urusan pajak yang satu ini, tentu Banggar punya concern mendalam. Karena semua orang kena," ujar Triwisaksana dalam rapat pembahasan Kebijakan Umum Anggaran Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2016 di gedung DPRD DKI, Selasa (1/9/2015). (Baca: Tetapkan PBB yang Terlampau Tinggi, Pemrov DKI Dinilai Zalim)

Sani (sapaan Triwisaksana) pun menjelaskan maksud ucapannya dengan menggunakan analogi. Sani menjelaskan, ketika sebuah wilayah mengalami kenaikan harga bahan pokok yang membuat masyarakat sulit, pemerintah daerah harus membuat operasi pasar.

Operasi pasar tersebut menandakan bahwa pemerintah daerah tidak boleh kalah dengan harga pasar. "Saat harga naik, pemerintah harus menurunkan," ujar Sani.

Hal itu lah yang Sani minta juga dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI terhadap tarif PBB bagi masyarakat. Sani mengatakan selama ini Pemprov DKI selaku menggunakan alasan nilai jual objek pajak (NJOP) wilayah yang naik untuk ikut menaikkan tarif PBB masyarakat.

Padahal, kata Sani, kenaikan NJOP bisa saja dimainkan oleh pihak pengembang. Sani meminta Pemprov DKI tidak menyerah begitu saja dengan NJOP yang naik sehingga malah ikut menaikan tarif PBB. (Baca: Bayu Pusing, Tanah di Gang Sempit Ditagih Bayar PBB Rp 18 Juta)

Jika seperti itu, masyarakat yang dirugikan. "Harga tanah Pemda cenderung menyerah ke harga pasar. Ini aneh. Padahal ini kan bisa saja dimainkan developer. Lihat saja reklamasi, belum diuruk tanahnya sudah Rp 40 juta per meter. Kalau NJOP naik sudah diikutin, gimana kendali pemerintah?" ujar Sani. (Baca: Kadis Pajak: Belum Ada Warga yang Pindah karena PBB Mahal)

Sani pun meminta kepada Pemprov DKI untuk tidak ragu untuk menurunkan tarif PBB. Hal itu, kata Sani, demi kepentingan masyarakat yang semakin tidak mampu membayar PBB. Jika perlu, dibuat moratorium agar NjOP tidak naik.

"Jangan ragu turunkan tarif PBB. Terkait nilai NJOP, jangan ragu. Kalau turunkan ya turun atau enggak moratorium saja. Berikan kepastian ke masyarakat kita agar tidak dihimpit dengan harga tanah," ujar Sani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Upaya Pencegahan Judi Online di Tubuh Polri, Razia Ponsel Anggota dan Beri Sanksi Pemecatan bagi yang Terlibat

Upaya Pencegahan Judi Online di Tubuh Polri, Razia Ponsel Anggota dan Beri Sanksi Pemecatan bagi yang Terlibat

Megapolitan
Bikin Karcis Parkir RTH Kalijodo hingga Disangka Pungli, Ormas Bilang 'Gate' Otomatis Rusak

Bikin Karcis Parkir RTH Kalijodo hingga Disangka Pungli, Ormas Bilang "Gate" Otomatis Rusak

Megapolitan
Warga Sebut Lampu Tugu Selamat Datang Depok Sering Mati karena Kemasukan Hujan

Warga Sebut Lampu Tugu Selamat Datang Depok Sering Mati karena Kemasukan Hujan

Megapolitan
Harga Tiket Promo Paket Keluarga Jakarta Fair 2024 dan Cara Belinya

Harga Tiket Promo Paket Keluarga Jakarta Fair 2024 dan Cara Belinya

Megapolitan
Dharma-Kun Boleh Perbaiki 505.295 Data KTP yang Belum Penuhi Syarat karena Silon Sempat 'Down'

Dharma-Kun Boleh Perbaiki 505.295 Data KTP yang Belum Penuhi Syarat karena Silon Sempat "Down"

Megapolitan
Bareng Gibran, Heru Budi Pantau Pengerukan Lumpur di Kali Semongol Jakbar

Bareng Gibran, Heru Budi Pantau Pengerukan Lumpur di Kali Semongol Jakbar

Megapolitan
Bantah Lakukan Pungli di Samping RPTRA Kalijodo, Perwakilan Ormas Sebut Itu Parkir Resmi

Bantah Lakukan Pungli di Samping RPTRA Kalijodo, Perwakilan Ormas Sebut Itu Parkir Resmi

Megapolitan
Kondisi Tugu Selamat Datang Depok yang Kini Gelap Gulita dan Dicoret-coret

Kondisi Tugu Selamat Datang Depok yang Kini Gelap Gulita dan Dicoret-coret

Megapolitan
Daftar Lokasi SIM Keliling di Jakarta Hari Ini 28 Juni 2024

Daftar Lokasi SIM Keliling di Jakarta Hari Ini 28 Juni 2024

Megapolitan
Iklan Skincare 'Cerah' Terkait Pilkada Jabar, Bima Arya: Kampanye Harus Beda dan Unik

Iklan Skincare "Cerah" Terkait Pilkada Jabar, Bima Arya: Kampanye Harus Beda dan Unik

Megapolitan
Pasang Billboard Skincare 'Cerah' di Bogor, Bima Arya Akui Terkait Pilkada Jabar

Pasang Billboard Skincare "Cerah" di Bogor, Bima Arya Akui Terkait Pilkada Jabar

Megapolitan
Dijanjikan Komisi dari 'Like' dan 'Subscribe' Youtube, Korban Ditipu Rp 800 Juta

Dijanjikan Komisi dari "Like" dan "Subscribe" Youtube, Korban Ditipu Rp 800 Juta

Megapolitan
Dua Penipu Modus 'Like' dan 'Subscribe Youtube Ditangkap, Dikendalikan WNI di Kamboja

Dua Penipu Modus "Like" dan "Subscribe Youtube Ditangkap, Dikendalikan WNI di Kamboja

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kehadiran Marshel di Pilkada Tangsel Dianggap Muluskan Kemenangan Benyamin Pilar | Akhir Pelarian Ketua Panitia Konser Lentera Festival

[POPULER JABODETABEK] Kehadiran Marshel di Pilkada Tangsel Dianggap Muluskan Kemenangan Benyamin Pilar | Akhir Pelarian Ketua Panitia Konser Lentera Festival

Megapolitan
WNI di Kamboja Jadi Dalang Penipuan 'Like' dan 'Subscribe' Youtube di Indonesia

WNI di Kamboja Jadi Dalang Penipuan "Like" dan "Subscribe" Youtube di Indonesia

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com