"Saya merasa bagaimana susah payah bergulat di lapangan. Kami tidak bisa tiga hari (ambil data), selalu lebih dari enam hari. Tiba-tiba ada yang merilis dengan hasil bombastis, tanpa kemudian ada sidang etik," kata Mutakim.
KPU DKI menyatakan, pihaknya hanya menjalankan peraturan yang ada, yaitu UU Pilkada dan peraturan KPU (PKPU).
Lembaga survei sendiri dianggap tidak bertanggung jawab kepada KPU, melainkan kepada publik.
KPU DKI mengaku tidak memiliki kewajiban untuk mengawasi dengan ketat.
Dengan demikian, jika ada penyimpangan, kerugian yang dialami hanyalah nama baik lembaga yang kredibilitasnya dipertanyakan.
(Baca juga: Melihat Hasil Survei Pilkada DKI 2017 dari Tiga Lembaga)
Ali Rif'an dari Poltracking menyambut baik upaya KPU DKI dalam menggandeng lembaga survei.
Menurut dia, ini bisa jadi pertimbangan bagi lembaga survei untuk lebih mempertanggungjawabkan kerjanya ke depan.
Hanya saja, KPU DKI dinilai perlu memperdalam pengawasannya terhadap lembaga survei.
"Masih perlu diperdalam apa yang dimaksud dengan kredibel, apa saja ukurannya," ujarnya.
Soal hitung cepat
Ali lantas menekankan ujung tombak adu data, yakni pada hitung cepat atau "quick count".
Belajar dari pilpres 2014, ada lembaga survei yang dinilai memanipulasi data hitung cepat.
Ketika Kompas, SMRC, CSIS-Cyrus, LSI, IPI, Poltracking, Populi, dan RRI mengunggulkan pasangan Jokowi-JK, empat lembaga survei justru menyatakan sebaliknya.
Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis), Lembaga Survei Nasional (LSN), Indonesia Research Center (IRC), dan Jaringan Suara Indonesia (JSI), justru memenangkan pasangan Prabowo-Hatta.
Keempat lembaga ini sempat dilaporkan polisi. Puskpatis dan JSI yang tergabung dalam Perhimpunan Survei dan Opini Publik (Persepi), akhirnya dikeluarkan karena menolak diaudit.
"Apalagi Jakarta di pilkada ini kan panas sekali, pilkada bisa jadi contoh, jadi etalase untuk pemilu-pemilu lain ke depan," kata Ali.
(Baca juga: KPU DKI: Lembaga Survei Tidak Boleh Jadi Corong Kepentingan Politik)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.