"Makanya jalan keluarnya adalah bagaimana kita terselamatkan kalau nanti ada tuduhan banyak pemilih fiktif, siluman, yang datang itu, maka kami mempersiapkan yang namanya instrumen surat pernyataan DPTb," kata dia.
Sidik mengatakan, kebijakan itu diambil setelah KPU DKI Jakarta berkaca pada pengalaman Pilpres 2014.
Semua KPU kabupaten/kota di DKI Jakarta, kecuali Jakarta Barat, mendapatkan sanksi administrasi dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena dianggap memberikan hak suara terhadap pemilih siluman.
Sebabnya, KPU tidak memiliki catatan identitas para pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT, tetapi mencoblos.
Sementara itu, KPU Jakarta Barat tidak mendapat sanksi karena dapat membuktikan pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT itu bukan pemilih siluman.
"Dia (KPU Jakarta Barat) sudah buktikan bahwa pemilih-pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT orangnya ada dengan menunjukkan fotokopi KTP. Terselamatkan, jadi itu bukan pemilih siluman," ucap Sidik.
(Baca juga: KPU DKI Koordinasi dengan Disdukcapil soal Data Pemilih Berusia 17 Tahun)
Oleh karena itulah, KPU DKI Jakarta menerapkan penggunaan surat pernyataan DPTb pada Pilkada DKI Jakarta 2017.
Surat pernyataan itu berisi elemen-elemen yang tercantum dalam E-KTP atau surat keterangan sehingga membuktikan pemilih DPTb bukan pemilih fiktif.
KPU DKI Jakarta tetap akan memberlakukan surat pernyataan jika putaran kedua dilangsungkan.
KPU DKI akan memikirkan cara agar pengisian surat pernyataan lebih cepat. Meski begitu, KPU DKI Jakarta berharap DPTb pada putaran kedua tidak banyak.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.