Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengendara Motor Cenderung Enggan Beralih ke Angkutan Umum, Mengapa?

Kompas.com - 05/09/2017, 09:01 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

"Jujur lebih pilih macet. Pertama, meski macet gue bisa atur ritme sendiri dengan motor yang gue gunakan. Kedua, macet itu enggak setiap hari di jalan yang sama. Di saat-saat tertentu meski jam sibuk jalanan itu ada kalanya lengang," kata Akbar.

Warga Lenteng Agung lainnya, Dwi (27), memilih naik motor karena ongkos yang harus dikeluarkannya saat naik KRL lebih mahal. 

Saat menggunakan motor, Dwi mengaku mengeluarkan Rp 50.000 untuk bahan bakar dari rumah ke tempat kerja pulang pergi selama lima hari.

Sementara itu, jika naik KRL, Dwi mengaku harus mengeluarkan ongkos Rp 12.000 dalam satu hari.

Ongkos itu masing-masing digunakan untuk ongkos ojek dari rumah ke Stasiun Lenteng Rp 3.000, naik KRL dari Stasiun Lenteng ke Gondangdia Rp 3.000, ongkos balik dari Gondangdia ke Lenteng Rp 3.000, dan ongkos ojek dari Stasiun Lenteng kembali ke rumah Rp 3.000.

Menurut Dwi, ongkos bisa sedikit naik jika dari rumah ke stasiun menggunakan motor. "Karena kalau bawa kendaraan markir di stasiun Rp 8.000," ujar Dwi.

Ia menyatakan akan pindah naik KRL jika parkir di stasiun digratiskan. "Parkir di stasiun gratis. Karena itu kan bukan bisa mengurangi pengeluaran juga," ujar dia.

(Baca juga: Perluasan Larangan Sepeda Motor di Jakarta yang Menuai Kontra...)

Pengguna motor lainnya, Tama (25), menyampaikan hal senada. Warga yang tinggal di Jalan Margonda Depok ini menilaim ongkos yang harus dikeluarkannya untuk naik transportasi umum lebih mahal ketimbang naik motor.

Tama sehari-hari bekerja di kawasan Semanggi, Jakarta Selatan. Jika naik transportasi umum, ongkos yang harus dikeluarkannya dalam sehari bisa mencapai Rp 13.000.

Ongkos tersebut digunakan untuk biaya naik KRL dari Stasiun Pondok Cina-Stasiun Sudirman pulang pergi Rp 6.000 dan biaya naik transjakarta dari Stasiun Sudirman ke tempat kerja di Semanggi pulang pergi Rp 7.000. "Kalau naik motor lumayan Rp 20.00 bisa buat tiga hari," ujar Tama.

Skema "push and pull"

Direktur Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia Yoga Adiwinarto berpendapat bahwa untuk bisa membuat warga beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum dibutuhkan skema "pull and push".

Menurut Yoga, pull adalah gerakan untuk menarik orang keluar dari kendaraan pribadi dan berpindah ke angkutan.

Caranya dengan memperbaiki angkutan umum, mengurangi biaya tiket, dan promosi angkutan umum.

Yoga menilai, dalam perkembangannya, berbagai upaya terkait skema pull yang dilakukan pemerintah untuk memindahkan warga Jabodetabek beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum ini tak cukup berhasil.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Sudirman Said Sebut Perencanaan Batavia 'Contekan' untuk Bangun Jakarta

Sudirman Said Sebut Perencanaan Batavia 'Contekan' untuk Bangun Jakarta

Megapolitan
Sejumlah Titik dan Gedung di Jakarta Padamkan Lampu Malam Ini, Cek Lokasinya

Sejumlah Titik dan Gedung di Jakarta Padamkan Lampu Malam Ini, Cek Lokasinya

Megapolitan
Mobil Tertimpa Pohon Saat Melintas, Sopir dan Penumpang Syok

Mobil Tertimpa Pohon Saat Melintas, Sopir dan Penumpang Syok

Megapolitan
Pohon 15 Meter di Kuningan Mendadak Tumbang, Timpa Mobil yang Melintas

Pohon 15 Meter di Kuningan Mendadak Tumbang, Timpa Mobil yang Melintas

Megapolitan
Ulah Rombongan Tiga Mobil di Depok, Tak Bayar Makan yang Dipesan gara-gara Miskomunikasi

Ulah Rombongan Tiga Mobil di Depok, Tak Bayar Makan yang Dipesan gara-gara Miskomunikasi

Megapolitan
Cerita Karyawan Warteg yang Kebakaran di Duren Tiga: Sempat Mati Listrik 2 Kali sebelum Api Membesar

Cerita Karyawan Warteg yang Kebakaran di Duren Tiga: Sempat Mati Listrik 2 Kali sebelum Api Membesar

Megapolitan
Komentar Sejarawan usai Lihat Cagar Budaya Gudang Timur Kasteel Batavia...

Komentar Sejarawan usai Lihat Cagar Budaya Gudang Timur Kasteel Batavia...

Megapolitan
Cagar Budaya Gudang Timur Kasteel Batavia Memprihatinkan, Sejarawan Nilai Pemerintah Pilih Kasih

Cagar Budaya Gudang Timur Kasteel Batavia Memprihatinkan, Sejarawan Nilai Pemerintah Pilih Kasih

Megapolitan
Gudang Timur Kasteel Batavia di Kota Tua, Cagar Budaya tapi Kondisinya Tak Terawat

Gudang Timur Kasteel Batavia di Kota Tua, Cagar Budaya tapi Kondisinya Tak Terawat

Megapolitan
Pengendara Motor Tewas Akibat Tabrak Separator Busway di Kebon Jeruk

Pengendara Motor Tewas Akibat Tabrak Separator Busway di Kebon Jeruk

Megapolitan
Ahmed Zaki Sebut Ridwan Kamil Masih Dipertimbangkan Maju di Jawa Barat

Ahmed Zaki Sebut Ridwan Kamil Masih Dipertimbangkan Maju di Jawa Barat

Megapolitan
Polisi Sebut Penipu Modus “Like-Subscribe” di Youtube Tak Gunakan Data Korban untuk Buka Rekening

Polisi Sebut Penipu Modus “Like-Subscribe” di Youtube Tak Gunakan Data Korban untuk Buka Rekening

Megapolitan
Kasus Penculikan Balita 4 Tahun di Johar Baru Selesai Secara Kekeluargaan

Kasus Penculikan Balita 4 Tahun di Johar Baru Selesai Secara Kekeluargaan

Megapolitan
Berpotensi Lawan Anies di Pilkada Jakarta, Sudirman Said: Bukan Hal Luar Biasa

Berpotensi Lawan Anies di Pilkada Jakarta, Sudirman Said: Bukan Hal Luar Biasa

Megapolitan
Singgung Kejatuhan VOC karena Korupsi, Sudirman Said: Sejarah Ternyata Berulang

Singgung Kejatuhan VOC karena Korupsi, Sudirman Said: Sejarah Ternyata Berulang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com