Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sinarmas Oleochemical Terkejut Karungnya Digunakan untuk Amankan Material yang Diduga Limbah B3 di Marunda

Kompas.com - 18/01/2019, 12:11 WIB
Egidius Patnistik

Editor

JAKARTA, KOMPAScom - PT Sinarmas Oleochemical terkejut saat melihat foto di Kompas.com tanggal 10 Januari 2019 dalam berita tentang limbah berbahaya dan beracun (B3) di Marunda, Jakarta Utara.

Dalam foto itu terlihat kemasan (karung) berlogo Sinarmas Oleochemical digunakan orang untuk mengamankan material yang diduga mengandung limbah B3 itu. 

Perusahaan itu menegaskan tidak terkait dengan kasus limbah yang disebut berjenis spent bleaching earth (SBE) dari industri minyak sawit itu. SBE berfungsi untuk menjernihkan cairan minyak goreng.

Baca juga: Temuan Limbah Diduga Berbahaya di Marunda dan Mencari Pihak yang Bertanggung Jawab

Head of HRGA Sinarmas Oleochemical, Ferry Achmad Putra, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (18/1/2019) menyatakan, dari pemeriksaan yang dilakukan perusahaannya di lapangan, kemasan tersebut merupakan kemasan bekas dari tahun produksi 2015.

"Telah didapatkan informasi bahwa kemasan yang terlihat adalah kemasan bekas (karung) dengan tahun produksi 2015 yang sering digunakan masyarakat untuk berbagai kebutuhan. Dalam hl ini, kemasan itu telah digunakan kembali oleh warga setempat untuk mengamankan material dugaan SBE tersebut dan hal tersebut diluar kontrok perusahaan," kata Ferry.

Ferry menambahkan, Sinar Mas Oleochemical merupakan perusahaan yang memproduksi bahan kimia yang diperoleh dari minyak nabati. Perusahaan itu beroperasi di Medan, Sumatra Utara.

Terkait dugaan limbah B3 di Marunda itu sendiri, pihak berwajib masih mencari siapa yang bertanggug jawab serta meneliti untuk memastikan apakah itu memang limbah B3.

Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta telah menyegel empat lokasi gundukan tanah di Marunda yang diduga berisi limbah B3 itu.

Kepala Bidang Pengawasan dan Penataan Hukum Dinas LH DKI Jakarta Mudarisin pada Rabu pekan lalu menyatakan, lokasi itu disegel supaya bahan yang diduga limbah itu tidak diambil orang.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan selanjutkan akan menangani masalah itu. Pihak KLHK, kata Mudarisin, tengah memeriksa sampel gundukan tanah itu untuk memastikan bahwa bahan tersebut limbah B3 atau bukan.

Mudarisin menambahkan, sejauh ini 12 perusahaan tengah diperiksa oleh Dinas LH. Perusahaan-perusahaan itu terdapat di wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Timur.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah memastikan, pelaku pembuangan limbah akan dijerat secara hukum. Hukuman maksimal yang bisa dijatuhkan adalah tiga tahun penjara dan denda Rp 3 miliar.

Mudarisin menyatakan, hal tersebut diatur dalam Pasal 103 dan Pasal 104 UU No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut di Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut di Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi di Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com