Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DKI Bakal Ambil Alih Pengelolaan Air, Anies Jelaskan Swastanisasi Rugikan Jakarta

Kompas.com - 11/02/2019, 16:26 WIB
Nibras Nada Nailufar,
Dian Maharani

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bakal mengambil alih pengelolaan air minum lewat renegosiasi kontrak. Pasalnya, berdasarkan kontrak yang dijalin PAM Jaya dengan Aetra dan Palyja, DKI dan warganya mengalami kerugian.

"Tujuannya (pengambilalihan) adalah mengoreksi kebijakan perjanjian yang dibuat di masa Orde Baru tahun 1997. Dan kita tahu selama 20 tahun perjalanan perjanjian ini, pelayanan air bersih di Ibu Kota tidak berkembang sesuai dengan harapan," kata Anies dalam konferensi pers di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (11/2/2019).

Anies menjelaskan, saat kerja sama dimulai, cakupan air di DKI Jakarta sebesar 44,5 persen pada 1998. Pada 2018, cakupan air bersih baru sebesar 59,4 persen. Padahal, targetnya cakupan layanan air sebesar 82 persen di tahun 2023.

"Artinya, waktu 20 tahun hanya meningkat 14,9 persen," ujar Anies.

Baca juga: Sejumlah Tokoh Kirim Surat Terbuka untuk Anies Tolak Swastanisasi Air

Kontrak dengan Aetra dan Palyja akan berakhir kurang lebih empat tahun lagi di 2023. Anies menyayangkan dua perusahaan swasta itu tak mencapai target penyediaan air bersih bagi warga kendati sudah 20 tahun menguasai pengelolaan air Jakarta.

Padahal, Pemprov DKI Jakarta melalui PAM Jaya setiap tahunnya harus memberikan jaminan keuntungan 22 persen.

"Coba sederhananya begini. Targetnya tidak tercapai. Tapi keuntungannya wajib dibayarkan oleh Negara. Kalau hari ini angkanya tercapai, mungkin lain cerita. Tapi hari ini angka itu tidak tercapai. Target jangkauannya. Tapi negara berkewajiban (membayar)," kata Anies.

Baca juga: Anies Putuskan Renegosiasi Kontrak untuk Ambil Alih Pengelolaan Air Bersih

Sementara itu anggota Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum bentukan Anies, Nila Ardhianie menjelaskan jaminan keuntungan yang harus dibayar ke pihak swasta selama ini, memberatkan DKI. DKI masih membayar keuntungan kepada Palyja, namun sudah tak lagi kepada Aetra.

"Ada kekurangan deviden itu yang harus dibayarkan oleh PAM Jaya. Nanti kalau PAM Jaya tidak bisa, itu harus ditanggung oleh Pemprov yang nilainya tidak sedikit, sampai triliun-triliunan. Kira-kira kurang lebihnya Rp 8,5 triliun," ujar Nila.

Baca juga: Menanti Langkah DKI Setelah MA Batalkan Penghentian Swastanisasi Air

Direktur Amrta Institute itu merinci dari Rp 8,5 triliun, sebesar Rp 6,7 triliun untuk Palyja dan Rp 1,8 triliun untuk Aetra.

Di sisi lain, DKI tak bisa menambah layanan bagi warganya sebab Palyja dan Aetra punya hak eksklusivitas.

"Jadi memang keseluruhan layanan ada di tangan swasta. Lalu kemudian juga ada pasal yang mengatur mengenai self financing. Ini juga yang membuat Pemerintah Provinsi, (jika) mau menyalurkan dananya untuk membantu rakyatnya sendiri itu juga jadi sulit. Harus ada kesepakatannya dulu. Harus ada MoU begitu yang tidak mudah dilakukannya," ujar Nila.

Untuk itu, DKI akan mengambil alih pengelolaan air lewat langkah perdata. Langkah perdata yang dimaksud yakni dengan renegosasi kontrak.

Kebijakan pengambilalihan pengelolaan di bawah Gubernur Anies Baswedan dilakukan sejak Mahkamah Agung (MA) memerintahkan swastanisasi itu disetop lewat putusan kasasi pada 2017.

Anies kemudian membentuk Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum yang bertugas merumuskan kebijakan strategis sebagai dasar pengambilan keputusannya.

Namun salah satu tergugat dalam perkara itu, yaitu Kementerian Keuangan, tidak menerima putusan kasasi MA itu dan mengajukan peninjauan kembali (PK). MA kemudian mengabulkan permohonan PK yang diajukan Kementerian Keuangan.

Dengan demikian putusan sebelumnya dibatalkan. Putusan tersebut keluar pada 30 November 2018. Itu artinya, swastanisasi pengelolaan air di Jakarta tetap boleh dilanjutkan.

Namun Anies memastikan tetap akan mengikuti keputusan MA di tingkat kasasi untuk menghentikan swastanisasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com