Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kualitas Udara Jakarta yang Buruk Jadi Sorotan, Ini 8 Faktanya...

Kompas.com - 28/06/2019, 10:10 WIB
Mela Arnani,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kualitas udara Jakarta yang dinyatakan berada dalam kondisi buruk menyita perhatian publik.

Data AirVisual, situs penyedia peta polusi online harian kota-kota besar di seluruh dunia pada Selasa (25/6/2019) menunjukkan, Jakarta menempati urutan pertama kota dengan tingkat polusi tertinggi.

Permasalahan udara di Jakarta ini memang bukan yang pertama kali dibahas.

Berikut delapan fakta mengenai polusi udara ini:

1. Sangat tidak sehat

Udara Jakarta masuk dalam kategori sangat tidak sehat dengan Nilai Indeks Kualitas Udara (AQI) Jakarta sebesar 240.

Penghitungan AQI didasarkan dari lima polutan udara utama, yaitu ozon tingkat dasar, polusi partikel, karbon monoksida, sulfur dioksida, dan nitrogen dioksida.

Kategori sangat tidak sehat berada pada rentang nilai AQI 200-300, di mana dapat memengaruhi kesehatan masyarakat.

Pada Selasa (25/6/2019) siang, Jakarta berada di urutan keempat setelah Dubai, New Delhi, dan Santiago dengan nilai indeks 164.

Namun, angka tersebut juga masih berada di kategori tidak sehat, dengan rentang 151-200.

Baca juga: Polusi Jakarta Buruk saat Pagi, Greenpeace Minta Pemerintah Buka Data

2. SKPU Indonesia

Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) Jakarta diukur berdasarkan lima stasiun pemantau kualitas udara (SPKU) di Provinsi DKI Jakarta.

Lima stasiun tersebar di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Kelapa Gading, Jagakarsa, Lubang Buaya, dan Kebon Jeruk.

Juru Kampanye Energi Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu mengatakan, saat pagi hari tingkat polusi udara di Jakarta meningkat.

Bondan menyampaikan, pada H-1 Lebaran, tepatnya 4 Juni 2019, partikel polusi sangat berbahaya yaitu PM 2,5, tingkat hariannya mencapai 70,8 ug/m3.

Angka tersebut berada di atas baku mutu udara nasional yaitu 65 ug/m3.

Udara dengan PM 2,5 dapat mengakibatkan sejumlah penyakit seperti infeksi saluran pernafasan (ISPA), jantung, paru-paru, kanker paru, hingga risiko kematian dini.

Menurut Pelaksana Tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Andono Warih, saat yang sama, ISPU DKI Jakarta dalam kategori sedang di seluruh wilayah Jakarta.

Data hasil pengukuran parameter PM 2.5 pada 25 Juni 2019 pukul 08.00 WIB, konsentrasi di SPKU DKI 1 (Bundaran HI) sebesar 94,22 ug/m3, DKI 2 (Kelapa Gading) sebesar 103,81 ug/m3, dan DKI 3 (Jagakarsa) sebesar 112,86 ug/m3.

Baca juga: Pemprov DKI Bantah Kualitas Udara Jakarta Buruk

3. Masyarakat menggugat

Gugatan ke pemerintah terkait buruknya udara di Jakarta dilakukan oleh Gerakan Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta.

Gugatan ini disampaikan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan dilayangkan ke Presiden RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat, dan Gubernur Banten.

Advokat LBH Jakarta Ayu Eza Tiara menyampaikan, gugatan tersebut diajukan setelah Pemprov DKI Jakarta dan lembaga terkait tak memberi respons.

Baca juga: Buruknya Udara Jakarta dan Klaim Anies

4. Sumber polusi

Dikabarkan, polusi udara di Jakarta tidak hanya berasal dari kendaraan bermotor, melainkan dari sumber lain seperti PLTU yang berada dalam radius 100 kilometer dari Jakarta.

Saat Asian Games 2018 digelar, Greenpeace bahkan memasang billboard yang mengingatkan peserta akan buruknya udara di Jakarta.

Billboard dipasang di halaman Taman Ria Senayan, Jalan Jenderal Gatot Soebroto.

Baca juga: Greenpeace Pasang Billboard, Ingatkan Peserta Asian Games soal Kualitas Udara Jakarta

5. Bantahan Pemprov DKI

Menurut Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, data AirVisual tak sepenuhnya benar.

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Andono Warih mengatakan, standar yang digunakan Indonesia menunjukkan bahwa udara Jakarta tak seburuk itu.

Andono menuturkan, data AirVisal dilakukan di titik tertentu dan pada waktu tertentu, dengan parameter yang dominan digunakan adalah PM 2,5 atau partikel debu berukuran lebih kecil dari 2,5 mikron.

Sementara itu, standar di Indonesia dalam Kepmen LH Nomor KEP-45/MENLH/10/1997 Tentang Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) mengatur hanya standar partikel debu PM 10.

Peraturan ini menggunakan lima jenis parameter pengukuran indeks kualitas udara, yakni PM 10, SO2, CO, O3, dan NO2 yang dipantau selama 24 jam.

Andono mengklaim, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta memiliki data pembanding berdasarkan pemantauan dari SPKU pemerintah yang tersebar di wilayah Jakarta.

Baca juga: 58 Warga Bakal Gugat Presiden hingga Gubernur DKI soal Kualitas Udara

6. Kebijakan

Kepala Bidang Pengawasan dan Penataan Hukum Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Mudarisin menyampaikan, perbaikan kualitas udara Jakarta harus disertai kebijakan yang mengurangi sumber polusi, salah satunya kendaraan bermotor.

Tiap tahun, jumlah kendaraan bermotor di Jakarta bertambah banyak, di mana hal ini menjadi faktor penyumbang kualitas udara Jakarta.

Menurut Mudarisin, kebijakan mengurangi sumber polusi ini dapat kembali dibuat pemerintah pusat, meskipun telah ada beberapa kebiajakan yang belum semuanya direalisasikan.

Baca juga: Perlu Kebijakan Kurangi Polusi Kendaraan untuk Perbaiki Kualitas Udara Jakarta

7. Tanggapan Gubernur

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menuturkan, kendaraan bermotor menjadi sumber paling besar yang menyumbang polusi udara di Jakarta.

Pemprov DKI Jakarta akan melakukan langkah untuk memperbaiki kualitas udara dengan mendorong warganya menggunakan transportasi umum, sehingga dapat meminimalisasi penggunaan kendaraan pribadi.

Anies memaparkan, pengguna kendaraan pribadi di Jakarta mencapai 75 persen, sedanglan pengguna transportasi umum hanya 25 persen.

Target pemerintah DKI, pengguna transportasi umum meningkat menjadi 75 persen pada 2030.

Pada April lalu, Anies menyebut akan menyiapkan regulasi berkaitan dengan emisi gas buang kendaraan dan uji coba Transjakarta bertenaga listrik.

Baca juga: Gubernur Anies Sebut Penyebab Kotornya Udara Jakarta adalah...

8. Beralih ke transportasi umum

Menurut Country Director Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia Yoga Adiwinarto, jika masyarakat ingin merasakan udara kota yang bersih, maka harus mulai beralih ke kendaraan umum.

Hal tersebut akan mengurangi polusi udara dapat berkurang dan lingkungan menjadi lebih sehat.

Baca juga: Mau Udara Jakarta Bersih? Gunakan Transportasi Umum

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com