KOMPAS.com - Kualitas udara Jakarta yang dinyatakan berada dalam kondisi buruk menyita perhatian publik.
Data AirVisual, situs penyedia peta polusi online harian kota-kota besar di seluruh dunia pada Selasa (25/6/2019) menunjukkan, Jakarta menempati urutan pertama kota dengan tingkat polusi tertinggi.
Permasalahan udara di Jakarta ini memang bukan yang pertama kali dibahas.
Berikut delapan fakta mengenai polusi udara ini:
Udara Jakarta masuk dalam kategori sangat tidak sehat dengan Nilai Indeks Kualitas Udara (AQI) Jakarta sebesar 240.
Penghitungan AQI didasarkan dari lima polutan udara utama, yaitu ozon tingkat dasar, polusi partikel, karbon monoksida, sulfur dioksida, dan nitrogen dioksida.
Kategori sangat tidak sehat berada pada rentang nilai AQI 200-300, di mana dapat memengaruhi kesehatan masyarakat.
Pada Selasa (25/6/2019) siang, Jakarta berada di urutan keempat setelah Dubai, New Delhi, dan Santiago dengan nilai indeks 164.
Namun, angka tersebut juga masih berada di kategori tidak sehat, dengan rentang 151-200.
Baca juga: Polusi Jakarta Buruk saat Pagi, Greenpeace Minta Pemerintah Buka Data
Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) Jakarta diukur berdasarkan lima stasiun pemantau kualitas udara (SPKU) di Provinsi DKI Jakarta.
Lima stasiun tersebar di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Kelapa Gading, Jagakarsa, Lubang Buaya, dan Kebon Jeruk.
Juru Kampanye Energi Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu mengatakan, saat pagi hari tingkat polusi udara di Jakarta meningkat.
Bondan menyampaikan, pada H-1 Lebaran, tepatnya 4 Juni 2019, partikel polusi sangat berbahaya yaitu PM 2,5, tingkat hariannya mencapai 70,8 ug/m3.
Angka tersebut berada di atas baku mutu udara nasional yaitu 65 ug/m3.
Udara dengan PM 2,5 dapat mengakibatkan sejumlah penyakit seperti infeksi saluran pernafasan (ISPA), jantung, paru-paru, kanker paru, hingga risiko kematian dini.