Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Penganiayaan Ninoy Karundeng hingga Penetapan 11 Tersangka

Kompas.com - 08/10/2019, 06:36 WIB
Rindi Nuris Velarosdela,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidikan kasus penculikan dan penganiayaan terhadap Ninoy Karundeng terus bergulir.

Ninoy sendiri diketahui sebagai pegiat media sosial yang juga dikenal sebagai relawan Joko Widodo saat Pilpres 2019.

Penyidik Polda Metro Jaya mulai memeriksa sejumlah saksi hingga meminta keterangan dari Ninoy sebagai korban penganiayaan tersebut.

Pada Senin (7/10/2019) siang, Ninoy memberanikan diri untuk menjelaskan kronologi penculikan dan penganiayaan tersebut kepada para wartawan.

Baca juga: Relawan Jokowi Kecam Aksi Penganiayaan Ninoy Karundeng

Kronologi penculikan dan penganiayaan

Ninoy menyebut peristiwa penculikan dan penganiayaan dirinya terjadi di daerah Pejompongan, Jakarta Pusat pada 30 September lalu.

Peristiwa itu berawal ketika Ninoy merekam aksi unjuk rasa dan demonstran yang sedang mendapatkan pertolongan karena terkena gas air mata di kawasan tersebut.

Tiba-tiba, dia diseret oleh sekelompok orang tak dikenal dan dibawa masuk ke dalam Masjid Al-Falah di daerah Pejompongan.

Sebelum dibawa masuk ke dalam masjid, Ninoy sempat dianiaya selama dua menit. Ketika dia mengaku sebagai relawan Jokowi, dia kembali diintrogasi dan dianiaya di dalam masjid.

Baca juga: Kronologi Penganiayaan Relawan Jokowi, Ninoy Karundeng, Ponsel Dirampas dan Diculik

Tiba-tiba, Ninoy mendapat ancaman pembunuhan dari seseorang yang dipanggil 'habib'. Dia mengaku tak melihat atau mengenal 'habib' tersebut karena dia terus dianiaya. Dia hanya bisa meminta perlindungan dengan alasan punya keluarga yang masih membutuhkannya.

"Seseorang yang dipanggil habib itu memberi ultimatum kepada saya bahwa waktu saya pendek karena kepala saya akan dibelah," ujar Ninoy di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin.

Pegiat media sosial itu juga mendengar pernyataan dari orang-orang yang menganiayanya bahwa mayat dirinya akan dibuang di tengah-tengah kerumunan massa aksi unjuk rasa.

"Saya tidak bisa mengenali sama sekali karena peristiwa itu begitu cepat. Saya dipukul bertubi-tubi dan diseret. Saya tidak tahu itu siapa karena saya enggak melihat," ungkap Ninoy.

Selain menganiaya dirinya, sekelompok orang tak dikenal itu juga memeriksa barang pribadi Ninoy seperti telepon genggam dan laptop. Mereka bahkan menyalin sejumlah data dari laptop Ninoy.

Penganiayaan itu berakhir setelah mereka memesan jasa GoBox untuk memulangkan Ninoy beserta sepeda motor yang telah dirusak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bule AS Terkesan dengan KRL Jakarta: Lebih Bagus dan Bersih dari Subway New York dan Chicago

Bule AS Terkesan dengan KRL Jakarta: Lebih Bagus dan Bersih dari Subway New York dan Chicago

Megapolitan
Kompolnas Dorong Penyelidikan dan Penyidikan Kasus Bunuh Diri Brigadir RAT Secara Profesional

Kompolnas Dorong Penyelidikan dan Penyidikan Kasus Bunuh Diri Brigadir RAT Secara Profesional

Megapolitan
Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Megapolitan
Tak Terkait SARA, Perusakan Gerobak Bubur di Jatinegara Murni Aksi Premanisme

Tak Terkait SARA, Perusakan Gerobak Bubur di Jatinegara Murni Aksi Premanisme

Megapolitan
Polisi Bubarkan Pemuda yang Nongkrong Hingga Larut Malam di Jakut Demi Hindari Tawuran

Polisi Bubarkan Pemuda yang Nongkrong Hingga Larut Malam di Jakut Demi Hindari Tawuran

Megapolitan
Dua Pemuda Terjerat Pinjol Pilih Merampok, Berakhir Dipenjara dengan Ancaman Hukuman 12 Tahun

Dua Pemuda Terjerat Pinjol Pilih Merampok, Berakhir Dipenjara dengan Ancaman Hukuman 12 Tahun

Megapolitan
Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com