DEPOK, KOMPAS.com – Kota Depok di Jawa Barat sudah memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) selama sepekan, sejak Rabu (15/4/2020) lalu. PSBB itu dijadwal dua pekan dengan opsi bisa diperpanjang waktunya.
Aktivitas warga dibatasi dengan harapan bisa mengurangi tingkat interaksi fisik yang dapat mempermudah penularan wacah Covid-19.
Namun, pelaksanaan PSBB di Depok dalam pekan pertama ini masih jauh dari sempurna. Pemerintah dan pemangku kepentingan terkait bukannya tak bekerja. Namun evaluasi dan perbaikan mutlak dilakukan pada pekan kedua PSBB.
PSBB diberlakukan dengan tujuan menekan laju penularan Covid-19 yang terus meningkat di Depok sejak pertama diumumkan 2 Maret 2020.
Baca juga: Depok Catat Lonjakan Tertinggi Kasus Covid-19 dalam Sehari pada Rabu Kemarin
Akan tetapi, berkaca dari sepekan pertama ini, tanda-tanda menuju ke arah sana jauh dari kenyataan.
Jumlah pasien sembuh 13 dan yang meninggal karena Covid-19 sebanyak 17 orang.
Jumlah suspect Covid-19 yang tutup usia juga bertambah 4 korban dalam sepekan, menjadi 43 pasien yang meninggal dengan status suspect Covid-19.
Sementara itu, jumlah PDP aktif juga melonjak 75 orang dalam sepekan, menjadi 732 pasien yang masih diawasi hingga Selasa.
Selama PSBB, warga harus berdiam di rumah. Pemerintah punya tanggung jawab menambal nafkah harian mereka yang rentan secara ekonomi karena tak bisa beraktivitas normal di luar rumah.
Akan tetapi, bantuan sosial (bansos) yang dijanjikan pemerintah jauh panggang dari api. Distribusinya seret, beberapa bahkan salah sasaran.
Ada dua jenis data yang jadi acuan penerimaan bantuan sosial. Pertama, penerima bansos berdasarkan DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) yang dihimpun Kementerian Sosial sejak lama.
Kedua, penerima bansos non-DTKS yang baru dihimpun pada awal April 2020 oleh Pemerintah Kota Depok.
Idris mengungkapkan, pada 15 April 2020, hanya 34.000 KK dari kategori DTKS yang dinyatakan sanggup ditanggung APBN (pemerintah pusat). Meski begitu, pemerintah pusat belum menggelontorkan bansos apa pun ke warga Depok karena masih dalam proses validasi data.
Itu artinya, ada 44.000 KK dari kategori DTKS yang belum jelas penanganannya.
Pemprov Jawa Barat baru menyatakan sanggup menanggung bansos untuk 10.423 KK. Yang yang sudah dicairkan dalam rupa sembako senilai Rp 350.000 dan uang tunai Rp 150.000 baru untuk 1.000 KK.
Idris pada Rabu kemarin menyatakan bahwa dia masih melobi Pemprov Jawa Barat agar sudi menanggung lebih banyak KK lagi.
Pada data non-DTKS, Pemerintah Kota Depok menghimpun data para pekerja sektor informal melalui Kampung Siaga Covid-19 di tataran RW serta pengajuan dari komunitas, melalui e-mail.
Hingga tenggat 16 April 2020, Kepala Bidang Jaminan Sosial Dinas Sosial Kota Depok, Tri Rezeki Handayani mengungkapkan, pihaknya menerima lebih dari 250.000 KK untuk dibantu.
Data usulan penerima bansos masih terus mengalir. Namun Pemerintah Kota Depok terpaksa hanya merekapitulasi usulan yang masuk paling lambat 16 April 2020. Sebab, data yang diterima banyak yang kurang lengkap, sehingga memakan waktu untuk proses validasi data.