BEKASI, KOMPAS.com - Pemerintah Kota Bekasi telah memperbolehkan aktivitas perekenomian kembali beroperasi pada masa penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) proporsional di Kota Bekasi.
Sejumlah aktivitas perekonomian yang diperbolehkan dibuka, yakni mal, restoran, bioskop, karaoke, spa, hingga kelab malam.
Menanggapi hal itu, Ketua DPRD Kota Bekasi Choiruman J Putro menilai Pemkot Bekasi terlalu tergesa-gesa mengambil keputusan tersebut di masa pandemi Covid-19 ini.
Baca juga: Wali Kota Bekasi Klaim Kasus Covid-19 Terus Menurun Selama Tiga Bulan
Seharusnya, kata Choiruman, pembukaan kembali sejumlah tempat hiburan dilakukan bertahap sesuai dengan evaluasi perkembangan kasus Covid-19.
“Tergesa-gesa, kan sudah jelas tahapan-tahapan yang diatur oleh Pergub bagi daerah yang masih statusnya itu kuning, maka tidak diperkenankan untuk membuka tempat pariwisata,” ucap Choiruman saat dihubungi, Sabtu (6/6/2020).
Choiruman mengatakan, harusnya tahapan pertama yang diperbolehkan beroperasi itu rumah ibadah.
Jika memang dilihat tak ada perkembangan kasus Covid-19 usai rumah ibadah dibuka, maka tahap selanjutnya industri perkantoran yang diperbolehkan beroperasi.
Seiring dibukanya aktivitas perekonomian, Pemkot Bekasi juga harus evaluasi bagaimana kepatuhan masyarakat mentaati aturan protokol kesehatan.
“Nah dibukanya industri perkantoran tersebut dengan catatan, industri yang memenuhi syarat. Tahapan-tahapan ini harus dipantau per tahapan,” kata Choiruman.
“Artinya, kalau pelonggaran ada enggak angka-angka yang menyebabkan kenaikan kasus baru. Ini untuk memastikan bahwa ketika kita melakukan pelonggaran tidak menyebabkan pengabaian atau ketidakpatuhan warga terkait dengan protokol kesehatan,” lanjut dia.
Choiruman mengatakan, harusnya tempat-tempat hiburan dan pariwisata itu dibuka ditahap akhir, bukan sekaligus.
Restoran terlebih dahululah yang memang harus diperbolehkan pertama beroperasi dibanding tempat karaoke bahkan kelab malam.
Sebab, menurut dia, pengendalian dan pengawasan terhadap tempat hiburan maupun tempat pariwisata ini dinilai sulit.
“Di mana wisata misalnya kayak kuliner, restoran, itu dipastikan tidak terjadi kerumunan yang sifatnya itu singgungan fisik. Berbeda dengan mal, itukan sulit sekali untuk mengendalikannya toh, menjaga sosial distancing dalam kaitan keberadaan di ruang publik itu kan sangat berisiko," kata Choiruman.
"Nah itu sebabnya sektor pariwisata menjadi sektor yang paling belakang itu untuk dibuka,” lanjut dia.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.