Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sulitnya Mencari Bukti Pencabulan Anak di Gereja Depok dan Pentingnya RUU PKS Disahkan

Kompas.com - 15/07/2020, 06:52 WIB
Vitorio Mantalean,
Irfan Maullana

Tim Redaksi


DEPOK, KOMPAS.com – Guntur (bukan nama sebenarnya) mengaku harus beberapa kali meninggalkan pekerjaannya sebagai sopir pengantar barang sejak beberapa bulan lalu.

Ia harus mencari sejumlah alat bukti yang dibutuhkan kepolisian agar kasus pencabulan oleh SPM, bekas pengurus Gereja Santo Herkulanus Depok, Jawa Barat, terhadap anaknya pada Januari-Maret 2020 lalu dapat diproses polisi.

“Saya puluhan hari mencari bukti-bukti sampai tidak kerja dan bagaimana pun caranya kami harus mencari bukti-bukti. Capek,” ujar Guntur kepada Kompas.com pada Minggu (12/7/2020) lalu.

“Ini saja padahal saya tidak sendiri, sudah didukung oleh orang-orang seperti Pak Tigor (Nainggolan, kuasa hukum korban), Suster Marisa, dan pastor Paroki. Kita semua capek dan stres,” imbuhnya.

Ada jeda waktu yang membuat pencarian alat bukti kasus pencabulan yang terjadi di gereja itu kian sulit. Selang waktu itu yakni, antara pencabulan yang terakhir kali dialami anaknya pada 15 Maret 2020, dengan pengakuan si anak pada 22 Mei 2020.

Baca juga: Cerita Ayah Korban Pencabulan Pengurus Gereja di Depok, Tersangka Tak Minta Maaf, Malah Mau Ajak Damai

Rentang waktu dua bulan, ditambah pengosongan gereja akibat pandemi Covid-19, membuat korban harus memutar otak ekstrakeras mencari alat bukti. Tanpa alat bukti, mustahil mengirim SPM ke sel tahanan.

“Ini kan pelecehan seksual. Ini tidak ada buktinya. Dari awal, jadi termasuk Romo Paroki juga dan Pak Tigor kemudian Suster Marisa dan saksi korban bersama dengan kami berusaha mencari bukti-bukti,” jelas Guntur.

“Karena barang bukti dalam kasus seperti ini kan hanya omongan saja, pengakuan saja,” tambahnya.

Keberuntungan

Dari segala macam cara yang dipikirkan, akhirnya Guntur dan tim investigasi internal gereja termasuk kuasa hukum dan pastor paroki bersepakat mengundang SPM ke sebuah forum di Ciawi, Bogor, 6 Juni 2020 lalu.

Saat itu, SPM sudah dilaporkan ke polisi namun belum ditangkap karena minim alat bukti. SPM baru ditangkap 14 Juni 2020.

Di Ciawi, SPM diminta membeberkan semua pencabulan yang ia lakukan. Pengakuan SPM, yang kelak akan menjadi tersangka, akhirnya dijadikan barang bukti untuk polisi.

Masalahnya, satu barang bukti tak cukup untuk memproses kasus ini. Guntur dan tim gereja harus kembali mencari alat bukti lain. Pengakuan dari korban begitu melimpah, tetapi tak dapat dijadikan alat bukti.

Masalah berikutnya, tak seperti pencabulan terhadap anak-anak lain oleh SPM yang dilakukan di mobil pelaku, pencabulan terhadap anak Guntur dilakukan di perpustakaan gereja.

Baca juga: Orangtua Korban: Pengurus Gereja di Depok Juga Suka Umbar Pornografi di Grup WA

Dua bulan gereja dikosongkan dan telah dibersihkan sehubungan dengan pandemi. Kecil kemungkinan alat bukti jejak pencabulan SPM di perpustakaan, jika ada, belum dibuang.

Dalam sebuah sesi rehabilitasi mental, anak Guntur mendadak teringat bahwa kemungkinan terdapat satu alat bukti yang masih tersisa di perpustakaan,

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TikToker Galihloss Akui Bikin Konten Penistaan Agama untuk Hiburan

TikToker Galihloss Akui Bikin Konten Penistaan Agama untuk Hiburan

Megapolitan
Polisi Sita Senpi dan Alat Bantu Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Polisi Sita Senpi dan Alat Bantu Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Empat Ruangan Hangus

Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Empat Ruangan Hangus

Megapolitan
Polisi Tangkap Empat Pebisnis Judi 'Online' di Depok yang Jual Koin Slot lewat 'Live Streaming'

Polisi Tangkap Empat Pebisnis Judi "Online" di Depok yang Jual Koin Slot lewat "Live Streaming"

Megapolitan
Punya Penjaringan Sendiri, PDI-P Belum Jawab Ajakan PAN Usung Dedie Rachim di Pilkada Bogor

Punya Penjaringan Sendiri, PDI-P Belum Jawab Ajakan PAN Usung Dedie Rachim di Pilkada Bogor

Megapolitan
Begini Tampang Dua Pria yang Cekoki Remaja 16 Tahun Pakai Narkoba hingga Tewas

Begini Tampang Dua Pria yang Cekoki Remaja 16 Tahun Pakai Narkoba hingga Tewas

Megapolitan
Kelurahan di DKJ Dapat Kucuran Anggaran 5 Persen dari APBD, Sosialisasi Mulai Mei 2024

Kelurahan di DKJ Dapat Kucuran Anggaran 5 Persen dari APBD, Sosialisasi Mulai Mei 2024

Megapolitan
Diprotes Warga karena Penonaktifan NIK, Petugas: Banyak Program Pemprov DKI Tak Berjalan Mulus karena Tak Tertib

Diprotes Warga karena Penonaktifan NIK, Petugas: Banyak Program Pemprov DKI Tak Berjalan Mulus karena Tak Tertib

Megapolitan
Dua Rumah Kebakaran di Kalideres, Satu Orang Tewas

Dua Rumah Kebakaran di Kalideres, Satu Orang Tewas

Megapolitan
Curhat Pedagang Bawang Merah Kehilangan Pembeli Gara-gara Harga Naik Dua Kali Lipat

Curhat Pedagang Bawang Merah Kehilangan Pembeli Gara-gara Harga Naik Dua Kali Lipat

Megapolitan
PAN Ajak PDI-P Ikut Usung Dedie Rachim Jadi Calon Wali Kota Bogor

PAN Ajak PDI-P Ikut Usung Dedie Rachim Jadi Calon Wali Kota Bogor

Megapolitan
Kelakar Chandrika Chika Saat Dibawa ke BNN Lido: Mau ke Mal, Ada Cinta di Sana...

Kelakar Chandrika Chika Saat Dibawa ke BNN Lido: Mau ke Mal, Ada Cinta di Sana...

Megapolitan
Pemilik Toko Gas di Depok Tewas dalam Kebakaran, Saksi: Langsung Meledak, Enggak Tertolong Lagi

Pemilik Toko Gas di Depok Tewas dalam Kebakaran, Saksi: Langsung Meledak, Enggak Tertolong Lagi

Megapolitan
Sowan ke Markas PDI-P Kota Bogor, PAN Ajak Berkoalisi di Pilkada 2024

Sowan ke Markas PDI-P Kota Bogor, PAN Ajak Berkoalisi di Pilkada 2024

Megapolitan
Penjelasan Pemprov DKI Soal Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Penjelasan Pemprov DKI Soal Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com