"Di Depok sudah cukup lama tidak ada tawuran dan seharusnya sudah tidak ada tawuran lagi. Namun demikian, di masa pendidikan ada di rumah, mereka mungkin kurang pengawasan dari orangtua dan lingkungannya," kata dia.
"Sangat ketahuan sekali mereka tidak mendapatkan bimbingan dari orangtua maupun sekolah. Ini menjadi keprihatinan kita semua," imbuh Azis.
Kedua tersangka, baik MF dan BD, rupanya sudah terkenal di kalangan remaja di Depok pada peristiwa-peristiwa tawuran antar kelompok sekolah. Padahal, keduanya kini sudah tidak berstatus siswa sekolah mana pun, kendati usianya masih muda.
"Kedua pelaku sudah dikenal sebagai pelaku tawuran dan bahkan sudah seperti disewa untuk melakukan tawuran," tambah Azis.
Keduanya sudah lama dikeluarkan dari sekolah karena rekam jejaknya yang kelam, yakni kerap terlibat tawuran.
Walaupun tidak lagi berstatus siswa di sekolah manapun, keduanya tetap ambil peran utama dalam insiden tawuran.
Baca juga: Tawuran Maut di Lembah Gurame Depok, Bermula dari Saling Ejek di Media Sosial
Situasi seperti ini, lanjut Azis, semakin menegaskan fakta bahwa fenomena tawuran remaja di Depok cukup sistemik karena melibatkan siswa putus sekolah sebagai satu mata rantai kekerasan yang diteruskan turun-temurun.
"Mereka berdua sudah dikeluarkan dari sekolah walaupun masih berumur muda. Sejak awal di sekolahan sudah sangat sering sekali (tawuran) sehingga mereka dikeluarkan dari sekolah," kata dia.
"Cuma diajak lagi, 'ayo, bergabung', karena dikenal sebagai pemberani, lalu keterusan sampai ke sana (membunuh lawannya)," ujar Azis.
MF dan BD saat ini ditahan di Mapolsek Pancoran Mas, Depok, dengan barang bukti berupa sejumlah senjata tajam seperti pedang dan celurit yang disita polisi.
Azis mengungkapkan, MF dan BD dijerat dengan Pasal 80 ayat 3 juncto 76 huruf c Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Pasal 76 huruf c berbunyi, "setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak".
Sementara Pasal 80 ayat 3 mengatur, siapa pun yang melanggar Pasal 76 huruf c hingga membuat anak-anak meninggal dunia, "pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.