Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bantah Tuduhan Intoleransi, Ini Pembelaan Kepala SMAN 6 Depok soal Diulangnya Pemilihan Ketua OSIS

Kompas.com - 12/11/2020, 18:10 WIB
Vitorio Mantalean,
Jessi Carina

Tim Redaksi

DEPOK, KOMPAS.com - Pihak SMAN 6 Depok membantah tuduhan intoleransi dan pemakaian sentimen agama di balik kontroversi pemilihan ketua OSIS yang viral di media sosial.

Dalam kontoversi yang merebak di media sosial, ada pihak menuduh pemilihan ketua OSIS SMAN 6 Depok akhirnya diulang karena pemenangnya bukan beragama Islam.

"Saya pastikan bukan itu, itu isu lah, biasa itu dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu lah yang merasa tidak nyaman. Saya pastikan tidak ke arah sana," ungkap Kepala SMAN 6 Depok, Abdul Fatah kepada Kompas.com, Kamis (12/11/2020).

"Jangan diarahkan ke sana, itu salah sekali. Kita juga kaget, kok bisa begitu mengarah ke sana. Tadi pagi juga tenang-tenang saja tidak ada masalah apa-apa," jelasnya.

Baca juga: Kepala Sekolah Bantah Isu Intoleransi dalam Pemilihan Ketua OSIS di SMAN 6 Depok

E, kandidat yang memenangi pemilihan ketua OSIS SMAN 6 Depok pada akhirnya mengundurkan diri secara resmi ketika pemilihan diputuskan diulang.

Dalam pengakuannya di akun Instagram, E menyebut keputusan itu ia ambil lantaran "terdapat prinsip-prinsip yang tidak sesuai untuk melakukan pemilihan ulang".

Kompas.com berbincang dengan Wati, Kepala Seksi Acara Panitia Pemilihan Ketua OSIS SMAN 6 Depok untuk meminta penjelasan pihak sekolah.

Senada dengan kepala sekolah, Wati menepis sentimen keagamaan di balik pemilihan ulang, sebagaimana yang beredar di media sosial.

"Screenshot itu terkait dengan guru agama. Itu potongan WhatsApp pribadi di antara guru agama dengan siswa, antara anak dengan anak, tetapi tidak membicarakan masalah pemilu. Jadi masalah membicarakan sudut pandang mereka diskusi sendiri di WhatsApp lalu mencatut nama guru agama," ungkap Wati kepada Kompas.com.

"Konteksnya bukan pemilu, tetapi diskusi masalah memilih pemimpin dari sudut pandang mata pelajaran agama Islam, dan itu dipotong. Kita sudah klarifikasi ke guru agamanya dan anak yang WhatsApp itu juga sudah kita minta klarifikasi," lanjutnya.

Sekolah sebut ada kesalahan sistem online

Wati bercerita, sistem pemilihan ketua OSIS yang sudah berjalan selama ini dilakukan secara langsung.

Tahun ini, karena pandemi Covid-19, pemilihan digelar secara daring penuh.

Baca juga: Menunggu Sanksi untuk Guru SMAN 58 Jaktim yang Bertindak Rasial...

Sekolah memanfaatkan aplikasi buatan siswa-siswi peserta ekstrakulikuler teknologi informasi untuk pemungutan suara.

Wati bilang, ada berbagai kendala jelang hari pemilihan pada Selasa (10/11/2020) lalu, karena aplikasi itu belum diuji coba.

"Kami minta seminggu sebelumnya untuk divalidasi dan dicari kemungkinan kebocoran atau kelemahan dan sebagainya, tetapi anak-anak itu baru menyerahkan aplikasi ke operator sekolah itu H-1," ungkapnya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hadiah Sehabis Musibah bagi Satrio, Diterima Jadi Polisi meski Gagal Ujian akibat Dibegal

Hadiah Sehabis Musibah bagi Satrio, Diterima Jadi Polisi meski Gagal Ujian akibat Dibegal

Megapolitan
Nasib Nahas Efendy yang Tewas di Kali Sodong, Diburu Mata Elang dan Dipukuli hingga Tak Berdaya

Nasib Nahas Efendy yang Tewas di Kali Sodong, Diburu Mata Elang dan Dipukuli hingga Tak Berdaya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024 dan Besok: Pagi ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024 dan Besok: Pagi ini Cerah Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Dibegal dengan Diterima Jadi Polisi | Kilas Balik Kronologi Pembunuhan Vina Cirebon

[POPULER JABODETABEK] Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Dibegal dengan Diterima Jadi Polisi | Kilas Balik Kronologi Pembunuhan Vina Cirebon

Megapolitan
Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Megapolitan
Pria di Kali Sodong Dibunuh 'Debt Collector' Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Pria di Kali Sodong Dibunuh "Debt Collector" Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Megapolitan
KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

Megapolitan
PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

Megapolitan
Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Megapolitan
'Bullying' Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

"Bullying" Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

Megapolitan
KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

Megapolitan
Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Megapolitan
Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Direhabilitasi sedangkan Yogi Gamblez Ditahan, Ini Alasan Polisi

Epy Kusnandar Direhabilitasi sedangkan Yogi Gamblez Ditahan, Ini Alasan Polisi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com