Masalah verifikasi data calon penerima vaksin Covid-19 tidak berhenti sampai di situ.
Teguh mengatakan input data bottom-up memiliki kelemahan verifikasi faktual lapangan yang sebelumnya tidak dibutuhkan saat melakukan vaksinasi petugas kesehatan.
Masalah verifikasi faktual lapangan muncul setelah vaksinasi Covid-19 bergeser ke kelompok pelayanan publik dalam hal ini para pedagang pasar.
Dinkes dan Kemenkes tidak memiliki data faktual siapa saja orang yang benar-benar berstatus pedagang pasar untuk divaksin, sehingga data calon penerima vaksin hanya mengandalkan data dari pemilik toko di Pasar Tanah Abang.
"Itulah karena kelemahan data bottom-up ini pihak Dinkes tidak memiliki kewenangan verifikasi faktual sampai ke lapangan. Dia hanya mendasarkan diri pada data yang diberikan si pemberi kerja dalam hal ini si pemilik toko," kata Teguh.
Selain itu, kata Teguh, jika verifikasi faktual lapangan dibebankan ke Dinkes DKI Jakarta, akan sangat membebani kinerja Dinkes DKI yang harus menyiapkan logistik vaksinasi Covid-19.
Pendataan akhirnya diserahkan kepada PD Pasar Jaya yang secara petunjuk teknis tidak memiliki kewenangan apapun untuk melakukan verifikasi data penerima vaksin.
"Mereka tidak memiliki kewenangan untuk melakukan verifikasi faktual, karena kalau melakukan verifikasi faktual itu juga berat," kata Teguh.
Dia memaparkan kewenangan tunggal verifikasi data penerima vaksin sesuai dengan petunjuk teknis yang dikeluarkan pemerintah pusat adalah Dirjen P2P.
Dengan timbulnya banyak masalah mengenai data penerima vaksin Dirjen P2P akhirnya sudah meminta kepada daerah-daerah untuk melakukan verifikasi data secara faktual tanpa mengubah petunjuk teknis yang kini sedang berlaku.
Pada akhirnya, pemerintah daerah gelagapan dan vaksinasi Covid-19 cenderung ngawur dalam segi pendataan penerima vaksin.
"Ini yang harus diperbaiki terkait juknis (petunjuk teknis) ini. Siapa yang harus melakukan verifikasi faktual untuk menghindari orang-orang yang tidak berkepentingan mendapatkan vaksin lebih dulu," kata Teguh.
Baca juga: Kala Ombudsman Turun Tangan Investigasi Dugaan Vaksin Salah Alamat ke Helena Lim
Ombudsman sudah meminta agar petunjuk teknis yang sebelumnya memberikan kewenangan verifikasi data hanya dari Dirjen P2P direvisi secara menyeluruh. Namun hingga hari ini perubahan petunjuk teknis belum dilakukan Dirjen P2P.
Kenyataan di lapangan saat ini, kata teguh, mayoritas data penerima vaksin Covid-19 dilakukan secara bottom-up. Model itu memiliki risiko besar kelompok yang tidak berhak akan divaksin lebih dulu.
Misalnya saja di Sentra Vaksinasi Bersama BUMN di Senayan, Jakarta Pusat terlihat banyak orang langsung datang ke tempat tersebut tanpa harus mendaftar terlebih dahulu,
"Mereka lebih banyak melakukan pendaftaran langsung ke fasilitas kesehatan untuk menghindari ketidaksesuaian data antara peduli lindungi (data online kemenkes) dan data di fasilitas kesehatan," kata Teguh.
Dia juga meminta pemerintah pusat tidak gengsi untuk melibatkan pemerintah daerah dalam pendataan vaksinasi Covid-19.
Jika memang tak sanggup mendata secara rinci, sebaiknya mulai berfokus pada pendataan bottom up dengan melibatkan lingkup pemerintahan terkecil bahkan sampai ke RT/RW.
"Jadi pendataan dilakukan oleh RT/RW, dilakukan oleh Babinkamtibmas karena data itu lebih akurat dibandingkan dengan data peduli lindungi," kata Teguh.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.