JAKARTA, KOMPAS.com - Memperingati Hari Buruh Internasional 2021, sejumlah elemen buruh di Jakarta melakukan aksi unjuk rasa pada Sabtu (1/5/2021).
Sejumlah elemen dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), dan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) melakukan aksi yang berpusat di Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat.
Selain itu, ada perwakilan buruh yang akan menuju Gedung Mahkamah Konstitusi (MK).
Para buruh memadati kawasan Patung Kuda sejak pukul 09.30 WIB. Mereka tampak mengenakan seragam organisasinya masing-masing.
Baca juga: Sembilan Isu Prioritas UU Cipta Kerja yang Disorot Buruh Saat Peringatan May Day
Sebagian besar buruh juga membawa bendera merah putih maupun bendera organisasi mereka.
Wakil Presiden KSPI Riden Hatamajis menyebut, sedikitnya ada 200 buruh hadir dalam aksi.
"Tuntutan kami hanya satu, batalkan dan cabut UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja," kata Riden di lokasi aksi, Sabtu.
Sebanyak 20 perwakilan buruh dari KSPI dan KSPSI menyerahkan petisi ke Mahkamah Konstitusi (MK), Sabtu kemarin.
Petisi itu berisi tuntutan buruh terkait judicial review atau uji materi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Menurut Presiden KSPI Said Iqbal, petisi tersebut diberikan agar hakim dari MK memperhatikan secara sungguh-sungguh uji materi dari Undang-Undang Cipta Kerja yang telah diajukan oleh buruh sebelumnya.
"Ada sekitar 69 pasal yang kita uji materikan di dalam klaster ketenagakerjaan, antara lain ada sembilan isu prioritas dari 69 pasal tersebut," kata Said di lokasi aksi.
Baca juga: 5 Poin UU Cipta Kerja yang Dinilai Rugikan Buruh
Isu pertama adalah terkait pengaturan upah minimum. Dalam dokumen petisi yang diterima Kompas.com, dinyatakan bahwa, pengaturan upah minimum dalam Undang-Undang Cipta Kerja menunjukkan tidak adanya perlindungan dari negara untuk mengupayakan kesejahteraan buruh.
Isu prioritas kedua adalah terkait pesangon. Buruh tidak setuju dengan ketentuan pesangon yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja.
Isu prioritas ketiga adalah terkait outsourcing.
"Kami tidak setuju kalau outsourcing tidak dibatasi, tidak dibatasi jenis pekerjaannya maupun tidak dibatasi antara kegiatan pokok dan kegiatan penunjung," kata Said.
Menurut Said, sistem outsourcing adalah perbudakan zaman modern.
Baca juga: KSPI Minta Penggunaan Outsourcing Terbatas pada 5 Jenis Pekerjaan
Kemudian, isu prioritas kelima adalah terkait Pengaturan Tenaga Kerja Asing (TKA). Menurut Said, di dalam Undang-Undang Cipta Kerja, TKA diberi peluang secara luas untuk bekerja tanpa suatu izin dengan pengawasan terbatas.
"Ketentuan tersebut tidak menunjukan adanya perlindungan kepada pekerja WNI yang semestinya mendapatkan prioritas untuk mengisi posisi/pekerjaan tersebut," tulis Said.
Baca juga: Pemerintah Ajukan Perubahan di RUU Cipta Kerja, TKA Ahli agar Dipermudah Kerja di Indonesia
Menurut Said, diperlukan pengawasan terhadap TKA yang bekerja di Indonesia.
Isu selanjutnya adalah terkait tindak pidana.
"Dalam UU Cipta Kerja diatur: pengusaha yang menggunakan TKA tanpa izin tertulis dari menteri terbebas dari sanksi pidana; dan tidak dibayarkannya UPMK dan UPH tidak disertai ancaman pidana," tulis Said.
"Demi memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada buruh sesuai dengan tujuan bernegara sudah seharusnya pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan dalam hal menggunakan TKA tak berizin dan tidak membayar UPMK dan UPH kepada pekerja dikenai sanksi pidana," kata dia.
Isu kedelapan adalah terkait pengaturan cuti dan istirahat. Di dalam Undang-Undang Cipta Kerja hak libur (1 hari) hanya diberikan kepada buruh yang bekerja selama 6 hari dalam seminggu.
Baca juga: Perwakilan Buruh Serahkan Petisi Terkait Uji Materi UU Cipta Kerja ke MK
Kemudian, isu terakhir adalah waktu kerja. Dalam UU Cipta Kerja diatur waktu lembur buruh dapat diberikan kepada buruh sampai dengan 4 jam/hari dan 18 jam/minggu.
Ketentuan tersebut dinilai mengakibatkan waktu kerja buruh menjadi lebih panjang dan mengurangi hak libur bekerja bagi buruh.
Massa unjuk rasa juga melakukan aksi simbolis "kubur omnibus law". Mereka membawa perangkat aksi berbentuk nisan dengan berbagai tulisan.
Nisan yang paling besar diletakkan paling depan bertuliskan "RIP UU CIPTA KERJA". Sementara nisan yang berukuran lebih kecil berjajar di sekitar nisan besar.
Salah satu tulisannya adalah "RIP PHK MURAH". Ada juga yang bertuliskan "RIP BEBASNYA OUTSOURCING", serta "RIP HILANGNYA UMSP".
Sekitar pukul 10.20 WIB, para buruh menaburkan bunga di sekitar nisan-nisan tersebut.
"Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 kami minta dikubur!" kata Riden Hatamajis sambil menaburkan bunga.
"Sebagai informasi, unjuk rasa hari ini akan dilakukan teatrikal 'kuburan massal korban-korban omnibus law' sebagai simbol sudah banyaknya korban yang berjatuhan akibat penerapan beleid sapu jagad ini," tutur Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI Kahar S Cahyono, Sabtu.
Baca juga: Demo di Istana dan Gedung MK, Massa Buruh Akan Buat Kuburan Massal Korban Omnibus Law
Sejumlah massa aksi May Day diamankan polisi. Catatan Kompas.com, sebanyak 30 orang massa aksi dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) diamankan polisi karena terlibat dalam kericuhan saat melakukan unjuk rasa.
"Mengganggu arus lalu lintas yang dilakukan. Sekitar 30 orang dibawa ke Polda," kata Wakapolres Metro Jakarta Pusat, AKBP Setyo Koes Hariyanto di lokasi.
Untuk diketahui, massa PMKRI awalnya akan membakar ban ketika hendak bergabung dengan massa aksi lain. Ban tersebut kemudian diambil oleh polisi.
Baca juga: Polisi Amankan Puluhan Mahasiswa yang Hendak Ikut Aksi Buruh
Massa PMKRI kemudian mengeluarkan spanduk untuk dibakar sebagai ganti ban. Hal tersebut diikuti aksi dorong-dorongan dengan aparat kepolisian.
Polisi juga mengamankan 22 anggota kelompok Anarko yang hendak melakukan aksi.
"Kalau ini kan Anarko ya. Mereka biasa diduga ada indikasi buat kerusuhan. Seperti biasa mereka ada dugaan mau buat kerusuhan makanya kita amankan kita periksa," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus saat dihubungi, Sabtu.
Yusri mengatakan, kelompok Anarko tersebut diamankan di kawasan International Labour Organization (ILO).
Sebelumnya, polisi juga mengamankan 15 orang karena tak memiliki izin aksi.
"Karena tidak sesuai dengan aturan yang semestinya, sesuai Undang-Undang nomor 9 tentang menyampaikan pendapat di muka umum, seharusnya kelompok ini memberitakan kepada pihak kepolisian untuk melakukan kegiatan penyampaian pendapat di muka umum atau biasa kita sebut demo," kata Yusri.
Massa aksi yang diamankan kemudian dibawa ke Polda Metro Jaya.
Baca juga: Terlibat Saling Dorong dengan Aparat, 30 Orang Massa PMKRI Diamankan Polisi
Secara terpisah, Kapolres Jakarta Pusat Kombes Hengki Hariyadi mengatakan, ada beberapa massa aksi yang diamankan karena tidak mematuhi protokol kesehatan.
"Itu bukan ditangkap, (tetapi) disekat, diamankan, karena diimbau berkali-kali tetap tidak bisa menjaga jarak. Sekali lagi inilah langkah diskresi kami, kami berdasarkan hukum untuk kepentingan yang lebih luas," kata Hengki saat ditemui di lokasi.
Aksi May Day di Jakarta berakhir pukul 17.00 WIB.
Untuk menandai berakhirnya aksi, buruh dari Kongres Aliansi Serikat Pekerja Indonesia (KASBI) menembakkan bom asap dan suar ke langit. Terlihat asap warna-warni membumbung di udara.
"Kami akan kembali ke rumah masih-masing. Tolong massa KASBI memungut sampah masing-masing," kata salah seorang massa aksi dari mobil komando KASBI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.