Bahkan, setelah pemulihan kedaulatan Indonesia pada 1950, presiden dan wakil presiden selalu mendatangi Tugu Proklamasi setelah upacara kenegaraan di Istana Negara.
RI 1 dan RI 2 bersama-sama meletakkan karangan bunga dan berdoa bagi para pahlawan.
Tak hanya pejabat Indonesia, para tamu negara juga diajak untuk meletakkan karangan bunga bagi para pahlawan yang gugur.
Namun, simbol perjuangan tersebut mulai tak lagi dikunjungi warga setelah 14 tahun Tugu Proklamasi diresmikan.
Dalam "Bung Karno di antara Saksi dan Peristiwa", ST Sularto menuliskan bahwa menurut Presiden Soekarno, Tugu Proklamasi merupakan Tugu Linggarjati sehingga harus dihancurkan.
Padahal, perjanjian Linggarjati baru diadakan pada 10 November 1946 atau tiga bulan setelah peresmian Tugu Proklamasi.
Jo Masdani yang mengetahui hal tersebut membantah pernyataan Soekarno.
Menurut dia, peresmian Tugu Proklamasi disiapkan sejak Juni 1946, sedangkan pernjanjian Linggarjati terjadi pada November 1946.
"Persiapan kami lakukan sejak Juni 1946, sedangkan Linggarjati terjadi pada November 1946. Ini kan suatu kekeliruan besar," kata Jo Masdani.
Baca juga: Monumen Perjuangan Jatinegara, Simbol Perjuangan 16 Daerah di Jakarta Timur
Meski demikian, tugu itu tetap dihancurkan.
Dari puing-puing tugu tersebut, Jo Masdani menyimpan tiga keping marmer yang diletakkan di depan rumahnya sebagai bentuk kenangan.
Dalam kepingan marmer ]tertulis "Dipersembahkan oleh wanita Repoeblik", tulisan Proklamasi, dan peta negara Indonesia.
Pada 1972, pemerintah kembali membangun Tugu Proklamasi serta Rumah Proklamasi (kini dikenal sebagai Gedung Perintis Kemerdekaan).
Pada tahun tersebut, Menteri Penerangan yang saat itu dijabat oleh Budiarjo meresmikan Tugu Proklamasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.