Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

50 Keluarga Digusur, Lahan Sengketa di Karet Tengsin Akan Jadi Kantor untuk Pemprov DKI Jakarta

Kompas.com - 11/10/2021, 13:44 WIB
Ihsanuddin,
Irfan Maullana

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menggusur rumah yang dihuni sedikitnya 50 keluarga di Jalan Mutiara RT 07 RW 04, Kelurahan Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Mereka yang tergusur akan dipindahkan ke rumah susun karena tanah seluas 4.695 yang mereka tempati saat ini adalah milik Pemprov DKI berdasarkan putusan pengadilan.

Pelaksana Tugas Kepala Badan Pengelolaan Aset Daerah (BPAD) DKI Jakarta Reza Pahlevi mengatakan, lahan tersebut nantinya akan dibangun kantor untuk kebutuhan Pemprov DKI.

"Kami optimalisasi, gunakan sebagai kantor," kata Reza saat dihubungi, Senin (11/10/2021).

Baca juga: Digusur Pemprov DKI, 40 Keluarga di Karet Tengsin Akan Dipindahkan ke Rusun

Reza mengatakan, saat ini kebutuhan akan ruang kantor bagi pemprov DKI sangat besar. Di sisi lain, lahan yang dimiliki sangat terbatas.

Oleh karena itu Pemprov DKI harus memanfaatkan seluruh aset yang ada, termasuk lahan di Karet Tengsin yang masih ditempati warga.

Reza mengatakan, nantinya bukan tidak mungkin kantor yang akan dibangun di lahan itu juga akan disewakan ke pihak swasta.

"Saya rasa juga terbuka untuk itu (disewakan). Karena bagaimanapun juga kami sekarang ini harus mengoptimalkan seluruh aset tetapi prioritas kami tentu adalah untuk kebutuhan kantor kami dulu. Kalau kebutuhan kantor itu sudah terpenuhi sisanya kita manfaatkan," ujarnya.

Baca juga: Tak Mau Digusur, Warga Karet Tengsin: Saya Sudah Sepuh, Jangan Disuruh ke Rusun...

Reza menambahkan, saat ini proses relokasi warga ke rusun masih dalam tahap sosialisasi.

BPAD DKI Jakarta telah memasang plang yang menandakan tanah itu adalah aset milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Di plang tersebut juga tertulis 'Barang siapa merusak/memasuki/memanfaatkan tanah tanpa izin, diancam hukuman penjara/denda sesuai Pasal 167 jo. 385 jo. 389 jo.551 KUHP'.

Adapun awal mula sengketa lahan ini terjadi sejak tahun 80-an. Saat itu, Dinas Perumahan dan Pemukiman DKI Jakarta membeli tanah itu dari sang pemilik. Bentuknya masih berupa lahan kosong.

"Tetapi sayang ketika mereka beli itu tidak melakukan pengamanan dalam bentuk pemagaran. Tanah itu satu per satu muncul bangunan," kata Reza.

Baca juga: Ini Duduk Perkara Sengketa Lahan di Karet Tengsin yang Bikin 50 Keluarga Tergusur

Rupanya ahli waris dari pemilik tanah sebelumnya yang mendirikan bangunan-bangunan tersebut. Bahkan mereka juga menyewakan lahan itu kepada warga lain hingga akhirnya saat ini ada 50 keluarga yang tinggal disana.

"Kami Pemprov DKI selaku pemilik berusaha untuk meyakinkan tanah itu sudah dijual. Buktinya ada. Kan kita beli dari bapaknya dulu. Tapi ahli waris bersikeras juga. Mungkin karena karena harganya saat ini sudah luar biasa," kata Reza.

Akhirnya kasus sengketa lahan ini pun dibawa ke jalur hukum. Proses pengadilan ini berjalan hingga ke tingkat Mahkamah Agung. Pada 2019 lalu, Pemprov DKI dinyatakan sebagai pemilik sah tanah tersebut.

Namun, sebagian warga menyatakan berkeberatan jika pindah ke rusun karena sejumlah alasan. Firmansyah (57) yang sudah 27 tahun tinggal di lahan itu, merasa keberatan jika dipindahkan ke rusun karena harus tetap membayar uang sewa per bulan.

"Kalau kita pindah ke rusun terus kita tetap bayar di sana, itu kan jadi repot kita jadinya. Kita lagi kena musibah, terus di suruh bayarin rusun," kata Firmansyah, Kamis (30/9/2021).

"Untuk pindah saja kita sudah bingung, gimana mau bayarin rusun," sambungnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

Megapolitan
Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Megapolitan
8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

Megapolitan
Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

Megapolitan
Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

Megapolitan
Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Megapolitan
Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com