Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Lembaga Agama Tutupi Kasus Pelecehan Seksual, Sosiolog: Mau Tidak Mau Harus Diproses

Kompas.com - 20/12/2021, 12:17 WIB
Tria Sutrisna,
Ivany Atina Arbi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus pelecehan seksual oleh pemuka agama menjadi topik yang hangat diperbincangkan belakangan ini usai terungkapnya kasus demi kasus yang mengorbankan anak di bawah umur.

Beberapa korban bahkan sampai hamil dan melahirkan anak hasil kekerasan seksual oleh tokoh yang ditinggikan itu.

Sosiolog Universitas Airlangga Bagong Suyanto mengungkapkan, kasus kekerasan seksual oleh pemuka agama sulit dibongkar karena posisi pelaku sebagai sosok yang disakralkan di tengah masyarakat.

Banyak masyarakat kemudian menutup mata akan kemungkinan pelecehan seksual oleh pemuka agama karena. Hal ini membuat pelaku bebas bertindak sewenang-wenang dan menyalahgunakan kekuasaan demi kepuasan pribadi.

“Orang tidak curiga karena kejadiannya melibatkan pemuka agama. Mereka berpikir tidak mungkin pemuka agama melakukan kekerasan seksual, dan itu membuat (pelaku) aman bertahun-tahun,” ujar Bagong kepada Kompas.com, Rabu (16/12/2021).

Baca juga: Sosiolog Sebut Kekerasan Seksual oleh Pemuka Agama Sulit Terungkap, Kenapa?

Selain faktor tersebut, kasus kekerasan seksual oleh pemuka agama sulit terungkap karena ada penutupan kasus yang rapi dan sistematis oleh lembaga agama.

“Karena kasus itu dianggap aib, ada lembaga agama yang memilih untuk menutup-nutupi. Tapi saya kira tidak bisa begitu (…) mau tidak mau harus diproses,” tegas Bagong.

Pernyataan Bagong sejalan dengan laporan khusus yang dibuat oleh The Jakarta Post bersama tirto.id tahun lalu.

Di dalam laporan bertema #NamaBaikGereja itu, terungkap kejadian pelecehan seksual yang dilakukan seorang pastor terhadap anak-anak di bawah umur. Kejadian itu berlangsung sejak 10 hingga 30 tahun yang lalu.

Tiga korban memberanikan diri untuk melaporkan kejahatan seksual yang dilakukan sang pemuka agama ke otoritas gereja. Namun, kasus tersebut tidak pernah berujung. Pelaku tetap menjalankan rutinitasnya sebagai pemuka agama dan mungkin kejahatannya sebagai predator seksual.

Baca juga: Oknum Salah Gunakan Dogma Agama untuk Lecehkan Anak, Pakar: Itu Kejahatan

Romo Joseph Kristanto dalam sebuah diskusi di Jakarta pada akhir 2019 mengungkapkan puluhan kasus dugaan kekerasan seksual di lingkungan gereja Katolik. Namun, data itu disangkal oleh Kardinal dan Uskup Keuskupan Jakarta Romo Ignatius Suharyo.

Laporan lain di serial #NamaBaikGereja mengungkapkan fakta bahwa pelaku kekerasan seksual di gereja Katolik mendapatkan hukuman sebatas dimutasi dari gereja tempat ia mengabdi sebelumnya.

Hal ini tentu tidak menyelesaikan masalah karena pelaku yang mendapat pembiaran berpotensi untuk mengulang kembali kejahatannya.

“Jadi memang tidak boleh ditutup-tutupi, memang harus diproses. Apalagi kalau korbannya lebih dari satu. Itu kan sudah termasuk predator seksual ya,” tegas Bagong.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut di Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut di Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi di Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com