"Bahwa perbuatan terdakwa telah merusak citra TNI Angkatan Darat, khususnya kesatuan terdakwa di mata masyarakat," tutur Faridah.
Hakim menilai, perbuatan terdakwa juga bertentangan dengan kepentingan militer yang senantiasa menjaga soliditas dengan rakyat dalam rangka mendukung tugas pokok TNI.
"Aspek rasa keadilan masyarakat bahwa perbuatan terdakwa bertentangan dengan nilai kearifan lokal di masyarakat," kata Faridah.
Faridah melanjutkan, perbuatan terdakwa bertentangan dengan norma hukum yang tertuang dalam Pancasila dan tidak mencerminkan nilai peri kemanusiaan yang beradab.
"Perbuatan terdakwa merusak ketertiban, keamanan, dan kedamaian dalam masyarakat," ujar Faridah.
"Mengingat perbuatan terdakwa yang sedemikian berat, maka kondisi psikologis masyarakat secara umum dan secara khusus kondisi psikologis para keluarga korban, sehingga dalam penjatuhan pidana terdakwa harus setimpal dengan perbuatan yang dilakukannya," kata Faridah.
Pikir-pikir banding
Usai pembacaan vonis, hakim memberikan waktu agar terdakwa menyampaikan sikapnya, menerima putusan atau menyatakan banding.
Priyanto kemudian berunding dengan tim kuasa hukum.
"Kami nyatakan pikir-pikir," tutur Priyanto.
Baca juga: Divonis Seumur Hidup dan Dipecat dari TNI, Kolonel Priyanto Pikir-pikir Banding
Sementara itu, Oditur Militer Tinggi II Jakarta Kolonel Sus Wirdel Boy juga menyatakan pikir-pikir atas vonis tersebut.
Wirdel membuka kemungkinan banding karena ada perbedaan pasal yang dipakai oditur dalam tuntutan dengan pasal yang digunakan hakim dalam vonis.
Meskipun, faktanya, tuntutan dan vonis yang dijatuhkan hakim sama, yakni Priyanto dipidana penjara seumur hidup dan dipecat dari TNI.
Dalam tuntutan, oditur menggunakan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana, Pasal 328 KUHP tentang Penculikan, Pasal 333 KUHP tentang Kejahatan terhadap Kemerdekaan Orang, dan Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari, atau Menghilangkan Mayat.
Namun, dalam vonis, hakim tidak menyertakan Pasal 328 KUHP.