JAKARTA, KOMPAS.com - Kebakaran Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) milik PT Pertamina (Persero) di Plumpang, Jakarta Utara, terbakar pada Jumat (3/3/2023), memunculkan opsi relokasi depo tersebut.
Jarak antara permukiman warga dan Depo Pertamina Plumpang itu dinilai terlalu dekat. Permukiman di wilayah itu dinilai berbahaya dan mengancam keselamatan warga.
Presiden Joko Widodo memberikan dua instruksi usai kebakaran hebat itu. Ia menginstruksikan jajarannya untuk segera mencari solusi terkait kebakaran TBBM Pertamina Plumpang.
Baca juga: BPN Jakut Identifikasi Bidang Tanah yang Terbakar akibat Kebakaran Depo Pertamina Plumpang
Menurut Jokowi, ada sejumlah pilihan yang dapat diambil untuk mengatasi kejadian tersebut, mulai dari relokasi TBBM hingga relokasi warga sekitar TBBM Pertamina.
Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga, menyebutkan pembangunan depo BBM di Plumpang itu berjarak lima kilometer dari Pelabuhan Tanjung Priok.
Sejatinya, kata dia, pembangunan itu sudah sesuai Rencana Induk Djakarta 1965-1985 yang kala itu di sekitar depo masih tanah kosong dan rawa, serta tidak ada permukiman.
"Dalam Rencana Umum Tata Ruang DKI Jakarta 1985-2005 pun keberadaan Depo Plumpang masih dipertahankan dan dilindungi sebagai fasilitas penting nasional," tutur Nirwono kepada Kompas.com, Senin (6/3/2023).
Baca juga: Sejarah Depo Pertamina Plumpang, Sudah Ada Sebelum Ramai Permukiman Warga
Menurut Nirwono, keberadaan depo berskala besar tentu memancing kedatangan para pekerja dan pendukung kebutuhan pekerja.
Nirwono berujar kemunculan pendukung kebutuhan pekerja seperti warung makan, tempat tinggal sementara atau kos-kosan, kios atau pasar secara perlahan membentuk permukiman, baik itu ilegal maupun legal yang memadati ke arah depo dan sekitarnya, terutama pada periode 1985-1998 dan 2000-sekarang.
"Pelanggaran mulai terjadi ketika pengendalian dan penertiban pemanfaatan ruang di sekitar depo terus dibiarkan Pemerintah DKI Jakarta," kata Nirwono.
Ia menyayangkan keberadaan permukiman ilegal yang justru diputihkan, diakui, dilegalkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta 2000-2010 dan RTRW DKI Jakarta 2010-2030.
Baca juga: Sejarah Kelam Depo Pertamina Plumpang, Pernah Jadi Target Peledakan Kelompok Teroris
Lebih lanjut, kata Nirwono, sudah saatnya pemerintah menata ulang kawasan Depo Plumpang sebagai obyek penting nasional yang harus dilindungi oleh negara.
"Dengan demikian permukiman padat yang notabene melanggar tata ruang harus ditertibkan dan ditata kembali," kata Nirwono.
"Ditetapkan jarak aman ideal obyek penting tersebut dan membenahi permukiman padat menjadi kawasan hunian vertikal terpadu," kata dia melanjutkan.
Menurut Nirwono, sudah seharusnya tidak ada alasan penolakan untuk penataan ulang kawasan depo BBM tersebut jika pertimbangan utamanya adalah depo tersebut sangat penting untuk distribusi BBM nasional atau obyek penting nasional, serta demi keamanan dan keselamatan warga.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.