JAKARTA, KOMPAS.com - Sebagai marbut Masjid Jami Ruhul Jihad, Rizky (23) tidak hanya sebatas melakoni tugas bersih-bersih, tetapi juga menjaga kendaraan milik jemaah yang terparkir.
"Selain menyapu, mengepel, membersihkan kaca, dan merapikan barang-barang di masjid, saya juga bertugas menjaga parkiran," ujar dia saat diwawancarai Kompas.com di Masjid Jami Ruhul Jihad, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Selasa (18/4/2023).
Rizky turut menjaga parkiran masjid lantaran gaji pokok yang diterimanya sebagai seorang marbut hanya Rp 200.000 per bulan.
Baca juga: Kisah Rizky, Tunawicara yang Jadi Marbut di Masjid Kawasan Jagakarsa
Gaji tersebut, ungkap dia, tidak akan cukup untuk mengarungi kerasnya kehidupan di Ibu Kota Jakarta.
Oleh karena itu, Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) mempersilakan Rizky untuk menjadi juru parkir sekaligus.
Pasalnya, seluruh uang yang didapat dari hasil memarkir tidak akan masuk ke dalam kas masjid. Uang tersebut langsung masuk ke kantong pribadi Rizky tanpa dipotong biaya sepeser pun.
Baca juga: Andai Ditawari Naik Haji, Puryono Marbut Masjid di Jaksel Pilih Bangun Rumah
"Iya, disuruh jaga parkir sekalian. Kata pengurus masjid, uang yang didapat dari jemaah boleh dibawa pulang semua," ungkap dia.
Rizky mengatakan bahwa uang yang didapat dari hasil memarkir bisa melebihi gaji pokok yang diberikan pengurus masjid.
Dalam sehari, ia bisa mengantongi uang paling minim sekitar Rp 50.000 sampai Rp 100.000.
Sementara itu, pendapatan terbanyaknya sebagai juru parkir ada di angka Rp 400.000 dalam satu hari.
Alhasil, tidak mengherankan bila Rizky bisa membeli ponsel pintar model terkini dan sebuah motor dari hasil memarkir.
Baca juga: Kisah Wasrif, Marbut Masjid yang Dipilih Langsung Wali Kota Jakpus pada 2011
Di lain sisi, DKM Masjid Jami Ruhul Jihad bukannya tanpa alasan mempekerjakan pria asli Jakarta itu sebagai marbut sekaligus juru parkir.
Salah seorang pengurus masjid bernama Agus (53) mengungkapkan bahwa Rizky yang terlahir "spesial" ketimbang manusia pada umumnya menjadi alasan utama.
Ya, Rizky adalah seorang marbut yang memiliki kebutuhan khusus. Ia tidak bisa berbicara layaknya manusia normal atau tunawicara.
Alhasil, pihak DKM memberinya tugas keseharian yang sedikit berbeda daripada marbut masjid pada umumnya.